Kapal Penangkapan Ikan CMM 2008-03 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penyu Conservation And

Berdasarkan daerah penangkapan yang diolah dari data logbook penangkapan ikan PPS Bitung dan PPN Ternate tahun 2012, tangkapan Indonesia masih berada di dalam perairan Indonesia. Spesies bigeye umumnya tertangkap di Laut Maluku diatas Kepuluan Sula. Sedangkan yellowfin tertangkap merata di Laut Sulawesi terutama antara perairan Kota Bitung dan Kepulauan Sangihe, disekitar Laut Seram dan Laut Halmahera. Sedangkan untuk skipjack banyak tertangkap pada Laut Sulawesi dan Laut Maluku. Daerah penangkapan ikan berdasarkan analisa logbook di sajikan pada Gambar 16. Sumber : Diolah Data Logbook Penangkapan Ikan Gambar 16 Peta Daerah Penangkapan Kapal Indonesia Berdasarkan Jenis Ikan Keragaan spesies yang menjadi tangkapan utama kapal bendera Indonesia di wilayah Konvensi adalah sebagai berikut : 1 Bigeye Thunnus obesus Pengaturan bigeye dan yellowfin tuna ditetapkan melalui CMM 2008- 01 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Tuna Bigeye dan Tuna Yellowfin di WCPFC Conservation and Management Measure for Big-eye and Yellowfin Tuna in the WCPFC dan diperpanjang melalui CMM 2011-01 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Untuk Perpanjangan Sementara CMM 2008-01 Conservation and Management Measure for Temporary Extension of CMM 2008-01 . Pengaturan bertujuan untuk mengurangi tingkat kematian akibat upaya penangkapan kedua spesies ini terutama kematian juvenile akibat penggunaan alat tangkap purse seine dengan alat bantu rumpon. Penutupan berlaku pada periode 1 Agustus – 30 September antara tahun 2009 – 2012 yang selanjutnya diperpanjang melalui CMM 2011-01. Namun ketentuan ini tidak berlaku jika kapal tersebut terdapat observer yang dilaporkan ke Komisi. Berdasarkan data logbook penangkapan ikan PPS Bitung pada periode Agustus – September 2012 Gambar 12, jumlah tangkapan bigeye sebesar 16,19 ton dan yellowfin sebesar 838,09 ton. Jika hasil tangkapan tersebut dikalikan dengan Harga Patokan Ikan HPI tahun 2011 sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No: 13M-DAGPER52011, untuk bigeye dengan HPI Rp.9000kg maka nilai ekonominya sebesar Rp.129.480.000,- dan yellowfin dengan HPI Rp.18.400kg maka nilai ekonominya mencapai Rp.15.420.837.600,-. Total nilai ekonomi dari kedua spesies tersebut pada periode Agustus – September 2012 sebesar Rp.15.550.317.600,-.Nilai ekonomi akibat penutupan rumpon di wilayah Konvensi untuk kedua spesies tersebut sangat besar bagi nelayan yang mendaratkan ikan di PPS Bitung. Oleh karena itu, sudah seharusnya Indonesia mengantisipasi hal tersebut dengan segara mengangkat obsever untuk ditempatkan pada kapal-kapal Indonesia yang menangkap di wilayah Konvensi terutama pada saat penutupan penggunaan rumpon. Dampak ekonomi terutama untuk tangkapan juvenile bigeye dan yellowfin akan dibahas pada sub-bab berikutnya. Berdasarkan data statistik WCPFC, jumlah tangkapan bigeye di wilayah Konvensi 149.356 ton atau meningkat 0,71 persen pertahun. Indonesia memiliki peran penting terhadap tangkapan bigeye di wilayah Konvensi, karena kontribusi tangkapan kapal-kapal Indonesia setiap tahun mencapai 9,68 dan laju peningkatan tangkapan bigeye kapal-kapal Indonesia yang lebih besar yakni 6,17 persen pertahun, angka tersebut jauh kebih tinggi dari laju peningkatan bigeye di wilayah Konvensi. Kajian sediaan bigeye yang di lakukan oleh WCPFC Scientific Committe antara tahun 2005 – 2009 mengindikasikan telah terjadi penuruan sediaan bigeye tuna . Oleh karena itu, setiap negara diminta untuk mengurangi jumlah tangkapan secara bertahap dari kondisi tahun 2004 yakni 10 persen tahun 2009, 20 persen tahun 2010 dan 30 persen tahun 2011. Dalam upaya membatasi tangkapan bigeye tuna WCPFC telah menetapkan catch limit untuk bigeye tuna Indonesia sejak tahun 2009 sebesar 7.572 ton, tahun 2010 sebesar 6.730 ton, dan tahun 2011 dan 2012 masing-masing sebesar 5.889 ton. Grafik tangkapan bigeye terdapat pada Gambar 17. Dibandingkan dengan trend jumlah tangkapan bigeye kapal-kapal Indonesia menunjukkan arah peningkatkan yang seharusnya sesuai dengan ketentuan tersebut harus turun dan melampaui batas tangkapan yang telah ditetapkan setiap tahun. Posisi Indonesia juga semakin sulit, karena berdasarkan Scientific Committe tahun 2009 menyimpulkan bahwa tangkapan domestik dari longline Indonesia berkontribusi menyebabkan turun sediaan bigeye tuna di wilayah Konvensi. Sumber : Diolah Data Base WCPFC Gambar 18 Tangkapan Bigeye Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010 2 Yellowfin Thunnus albacares Pengaturan yellowfin ditetapkan bersamaan dengan ketentuan pengaturan bigeye yakni melalui CMM 2008-01 yang kemudian diperpanjang melalui CMM 2011-01. Trend penangkapan yellowfin pada wilayah WCPFC selama tahun 2002- 2011 rata-rata meningkat 70.550 ton pertahun atau meningkat 1,96 persen setiap 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 WCPFC 161,404 131,694 173,576 146,802 159,816 143,006 152,024 153,750 130,014 153,521 Indonesia 10,922 10,959 12,318 12,147 14,717 13,532 18,002 18,052 13,472 16,584 - 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 160,000 180,000 200,000 To n tahun. Sama halnya dengan bigeye, kapal-kapal Indonesia memiliki peran penting dalam laju penangkapan yellowfin. Setiap tahun kontribusi rata-rata Indonesia sebesar 13,74 persen. Grafik Tangkapan yellowfin terdapat pada Gambar 19. Berdasarkan laporan Fith Regular Session Scientific Committe pada tahun 2009, Scientific Committe merekomendasikan bahwa yellowfin telah berada pada tingkat fully exploited. Salah satu penyebabnya adalah besarnya jumlah tangkapan juvenile yellowfin oleh kapal purse seine yang menggunakan alat bantu rumpon sehingga terjadinya penurunan populasi. Sumber : Diolah dari Data Base WCPFC Gambar 19 Tangkapan Yellowfin Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010 3 Skipjack Katsuwonus pelamis Berbeda dengan spesies bigeye dan yellowfin yang telah menjadi ketentuan sebagai spesies utama dalam pengelolaan pada WCPFC, skipjack belum diatur secara khusus dalam suatu ketentuan. Namun demikian akibat penutupan rumpon pada Agustus – September akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan nelayan karena sebagian besar tangkapan purse seine adalah skipjack. Data logbook penangkapan ikan PPS Bitung tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan skipjack sebesar 4.588 ton atau jika dikalikan dengan HPI tahun 2011 sebesar Rp.8.800 per kg maka nilai ekonominya sebesar Rp. 40.377.268.000,-. Jumlah tangkapan skipjack di wilayah Konvensi WCPFC pada tahun 2002- 2011 mengalami peningkatan rata-rata setiap sebesar 1.522.730 ton atau 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 WCPFC 471,37 512,22 503,76 561,56 486,06 507,81 573,15 506,87 541,82 476,84 Indonesia 73,106 72,692 82,157 59,450 51,040 62,842 58,353 80,669 64,155 103,59 - 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 Ton setiap tahun meningkat sebesar 2,89 persen .Sedangkan kontribusi Indonesia pada tangkapan skipjack adalah sebesar 15 persen Gambar 20. Sumber : Diolah Data Base WCPFC Gambar 20 Tangkapan Skipjack Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010 4 Swordfish Xiphias gladius Pengaturan Swordfish ditetapkan melalui CMM 2009-03 tentang Tindakan Pengelolan dan Konservasi Swordfish Conservation and Management for Swordfish yang betujuan melindungi kepentingan SIDS yang perekonomiaan sangat bergantung pada perikanan swordfish. Berdasarkan kajian Widodo tahun 2010 swordfish dan kelompok marlin oleh kapal-kapal bendera Indonesia di Samudera Pasifik tidak termasuk tangkapan utama. Oleh karena itu jumlah tangkapannya relatif kecil dibanding kelompok tuna. Rata-rata jumlah tangkapan swordfish pada tahun 2002-2011 di wilayah Konvensi meningkat sebesar 12.972 ton pertahun dengan peningkatan setiap tahun sebesar 4,95 persen. Kontribusi Indonesia terhadap tangkapan swordfish rata-rata setiap tahunnya adalah 4,94 persen Gambar 20. 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 WCPFC 1,220, 1,220, 1,308, 1,378, 1,481, 1,646, 1,645, 1,794, 1,678, 1,550, Indonesia 173,33 163,58 191,65 173,20 218,31 243,11 255,91 279,98 273,63 270,10 - 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 T o n Sumber : Diolah Data Base WCPFC Gambar 21 Tangkapan Swordfish Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010 5 Kelompok marlin Jenis marlin yang terdata dalam statistik WCPFC sejumlah tiga jenis yakni black marlin Makaira indica, Blue marlin Makaira nigricans dan Striped marlin Tetrapturus audax . Namun dari ketiga spesies tersebut yang telah diatur melalui CMM hanya Striped marlin melalui ketentuan CMM 2010-01 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi North Pacific Striped Marlin Conservation and Management Measure for North Pacific Striped Marlin. CMM ini bertujuan untuk mengurangi laju tangkapan secara bertahap dengan jumlah tangkapan mulai per 1 Januari 2012 sebesar 80 persen dari jumlah tangkapan tahun 2000-2003. Disamping itu berdasarkan laporan International Scientific Committee for Tuna and Tuna-like Species in the North Pacific Ocean ISC menyatkan bahwa sediaan North Pacific Striped Marlin mulai terancam dan sediaan mulai berkurang dari tahun 2003. Jumlah tangkapan striped marlin WCPFC pada periode tahun 2002-2011 meningkat sebesar 3.840 ton pertahun atau meningkat sebesar 1,86 persen setiap tahun. Kontribusi Indonesia terhadap tangkapan striped marlin setiap tahun mencapai 6,58 persen Gambar 22. 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 WCPFC 11,090 13,826 12,676 12,226 13,025 14,003 13,414 12,544 11,396 12,021 Indonesia 392 577 583 657 633 627 658 644 644 644 - 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 T o n