Alat Penangkap Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan

Sumber : Diolah Data Base WCPFC Gambar 21 Tangkapan Swordfish Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010 5 Kelompok marlin Jenis marlin yang terdata dalam statistik WCPFC sejumlah tiga jenis yakni black marlin Makaira indica, Blue marlin Makaira nigricans dan Striped marlin Tetrapturus audax . Namun dari ketiga spesies tersebut yang telah diatur melalui CMM hanya Striped marlin melalui ketentuan CMM 2010-01 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi North Pacific Striped Marlin Conservation and Management Measure for North Pacific Striped Marlin. CMM ini bertujuan untuk mengurangi laju tangkapan secara bertahap dengan jumlah tangkapan mulai per 1 Januari 2012 sebesar 80 persen dari jumlah tangkapan tahun 2000-2003. Disamping itu berdasarkan laporan International Scientific Committee for Tuna and Tuna-like Species in the North Pacific Ocean ISC menyatkan bahwa sediaan North Pacific Striped Marlin mulai terancam dan sediaan mulai berkurang dari tahun 2003. Jumlah tangkapan striped marlin WCPFC pada periode tahun 2002-2011 meningkat sebesar 3.840 ton pertahun atau meningkat sebesar 1,86 persen setiap tahun. Kontribusi Indonesia terhadap tangkapan striped marlin setiap tahun mencapai 6,58 persen Gambar 22. 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 WCPFC 11,090 13,826 12,676 12,226 13,025 14,003 13,414 12,544 11,396 12,021 Indonesia 392 577 583 657 633 627 658 644 644 644 - 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 T o n Sumber : Diolah Data Base WCPFC Gambar 22 Tangkapan striped marlin Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010 Kepedulian pengelolaan perikanan Indonesia di laut lepas dituangkan dalam UU No. 31 Tahun 2004. Menurut Pasal 10 ayat 1, untuk kepentingan kerja sama internasional, Pemerintah: a dapat memublikasikan secara berkala hal-hal yang berkenaan dengan langkah konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan; b bekerja sama dengan negara tetangga atau dengan negara lain dalam rangka konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan di laut lepas, laut lepas yang bersifat tertutup, atau semi tertutup dan wilayah kantong; c memberitahukan serta menyampaikan bukti-bukti terkait kepada negara bendera asal kapal yang dicurigai melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan hambatan dalam konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan.

5.2.6 Pengelolaan Tangkapan Sampingan

Dalam ketentuan WCPFC terdapat tiga kelompok spesies yang dimasukan dalam kelompok tangkapan sampingan bycatch yakni hiu, penyu dan burung laut. Tangkapan sampingan ketiga jenis tersebut diatur melalui CMM 2004-04 Resolusi Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Resolution on Conservation and Management Measures merupakan tindaklanjut dari Pasal 5 Konvensi WCPFC yang mengatur perlunya tindakan mitigasi akibat tangkapan tangkapan sampingan untuk spesies hiu, penyu dan burung laut. Tangkapan sampingan diartikan sebagai ikan hasil tangkapan non target pada suatu perikanan tertentu Pauly, 1984; Alverson et al 1994. Pada alat 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 WCPFC 4,380 4,660 4,660 4,220 4,124 3,405 4,107 3,233 2,791 3,358 Indonesia 138 203 205 232 223 221 232 227 227 227 - 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 T o n tangkap longline, jenis-jenis hiu , sering tertangkap sebagai tangkapan sampingan. Khusus Indonesia yang berada pada perairan tropis tangkapan sampi ngan lebih banyak pada hiu dan penyu sedangkan burung laut lebih banyak terjadi pada perairan sub-tropis. 1 Hiu Konservasi dan pengelolaan hiu ditetapkan melalui CMM 2010-07 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Hiu Conservation and Management Measure for Sharks . Salah satu pertimbangan penetapan CMM 2010-07 dikarenakan beberapa jenis hiu telah masuk dalam Appendix II CITES yakni basking shark and great white shark. Dalam rangka implementasi IPOA Conservation and Management of Sharks perlu negara anggota FAO segera mengadopsi dalam National Plan of Action NPOA untuk meminimalkan tangkap yang tidak termanfaatkan dan mendorong pelepasan jika tertangkap. Ketentuan pengaturan hiu ditetapkan melalui CMM 2011-04 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi untuk Oceanic Whitetip Shark Conservation and Management Measure for Oceanic Whitetip Shark. Berdasarkan kajian Komite Ilmiah WCPFC mengindikasikan telah terjadi penurunan sediaan Oceanic Whitetip Shark Carcharhinus Longimanus akibat penangkapan longline dan puirse seine di wilayah WCPFC. Member, Cooperating Non Member dan Participating Territories pada ketentuan ini melarang kapal bendera negarannya untuk melakukan transhipment, penyimpanan atau mendaratkan Oceanic Whitetip Shark secara utuh atau sebagian. CMM ini berlaku mulai 1 Januari 2013. Hasil penelitian hiu di Indonesia menyimpulkan bahwa di perairan Indonesia sekurang-kurangnya terdapat sekitar 137 jenis hiu dan pari : 76 spesies hiu dan 61 spesies pari. Dari 76 spesies hiu yang dimanfaatkan di Indonesia tidak termasuk spesies Carcharodon megalodon white shark yang sampai saat ini belum pernah tertangkap sebagai komoditas perikanan cucut. Di perairan Samudera Pasifik jenis hiu yang banyak tertangkap oleh longline adalah pari manta manta birostris yang merupakan salah satu spesies ikan tebesar di dunia. Tankapan hiu merupakan kegiatan sampingan dari kegiatan perikanan longline, gillnet, fish net dan trammel net. Aktivitas perikanan ini ditemukan hampir di seluruh wilayah perairan Indonesia. Hasil tangkapan cucut dimanfaatkan oleh nelayan sebagai hasil tambahan perikanan dalam berbagai bentuk komoditas : bahan makanan olahan diasin, produk ekspor dari sirip cucut, kulitnya sebagai bahan berbagai bentuk asesoris tas, sepatu, dompet dll untuk kebutuhan dalam negeri, tulang belakang dipasarkan sebagai bahan obat kanker dan organ dalam hati terutama dari jenis cucut botol Squalidae dapat menghasilkan minyak. Berdasarkan data Statitik WPP Perikanan Tangkap tahun 2007 – 2011, jenis hiu dominan yang tertangkap di WPP 716 Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera dan WPP 717 Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik adalah requiem sharks hiu lanyam. Rata-rata tangkapan requiem sharks sebesar 57,71 persen dari jumlah tangkapan hiu, terutama antara tahun 2008-2011 Gambar 22. Sumber : Diolah Data Statistik Perikanan Tangkap per WPP tahun 2012 Gambar 22 Jumlah Tangkapan Hiu di WPP 716 dan 717 2007 2008 2009 2010 2011 Whitespotted wedgefishes 301 19 157 161 Stingrays 84 244 330 213 217 Requiem sharks 74 736 726 723 740 Thresher sharks 1,028 226 344 373 - 200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 1,600 To n 2 Penyu Tangkapan sampingan penyu ditetapkan melalui CMM 2008-03 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penyu Conservation And Management of Sea Turtles yang merupakan adopsi Pedoman FAO tahun 2005 untuk mengurangi angka kematian penyu dalam operasi penangkapan ikan. Terdapat lima jenis penyu di wilayah konvensi yang tertangkap pada alat tangkap longline yakni, Green turtle, Loggerhead, Leatherback, Hawksbill dan Olive ridley. Berdasarkan pasal 5 dan 10 Konvensi, Komisi mendesak semua negara anggota unruk mengimplementasikan Pedoman Penangkapan Alat Tangkap Purse Seine di wilayah perairan nasional dan di area Konvensi. Pada kondisi penyu tertangkap dengan tidak sengaja maka awak kapal perlu melakukan upaya pelepasan dan memastikan penyu tersebut dalam kondisi selamat. Kelima jenis penyu tersebut terdapat di perairan Indonesia yang telah dilindungi melalui Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya dengan aturan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Sebagaimana pengelolaan tangkapan utama, pengelolaan tangkapan sampingan di laut lepas mengacu pada Pasal 10 ayat 1 UU No. 31 Tahun 2004. Ketentuan tersebut dikuatkan dengan UU No. 21 Tahun 2009, yaitu pelaksanaan Pasal 8 mengenai kerja sama untuk konservasi dan pengelolaan. Aturan lebih rinci mengenai pengelolaan tangkapan sampingan dituangkan dalam Permen KP No. Per.12Men2012. Pada Bab X bagian kesatu mengenai hasil tangkapan sampingan bycatch yang secara ekologi terkait dengan ecologically related species perikanan tuna. Menurut Pasal 39, setiap kapal penangkap ikan yang melakukan penangkapan ikan di laut lepas yang memperoleh hasil tangkapan sampingan bycatch yang secara ekologis terkait dengan ecologically related species perikanan tuna berupa hiu, burung laut, penyu laut, mamalia laut termasuk paus, dan hiu monyet wajib melakukan tindakan konservasi. Hasil tangkapan sampingan yang secara ekologis terkait dengan perikanan tuna berupa hiu dengan ketentuan bukan hiu juvenile dan hiu dalam kondisi hamil, dan harus didaratkan secara utuh Pasal 40 ayat 1. Sementara itu, hasil tangkapan sampingan yang secara ekologis terkait dengan perikanan tuna berupa burung laut pada wilayah 25 derajat lintang ke arah selatan wajib menerapkan tindakan mitigasi yang efektif untuk menghindari tertangkapnya burung laut Pasal 41 ayat 1. Lebih lanjut, Pasal 41 ayat 2 menyebutkan bahwa tindakan mitigasi tersebut terdiri dari: a setting di malam hari dengan pencahayaan minimum di atas dek kapal; b menggunakan tali pengusir burung tori line; c menggunakan pemberat untuk branch line agar umpan cepat tenggelam; d umpan cumi diberikan warna biru; e kendalikan sisa debitlimbah; dan f penggunaan alat pelempar tali. Menurut Pasal Pasal 42 ayat 1, setiap penangkapan ikan di laut lepas yang tanpa sengaja tertangkap burung laut, penyu laut, danatau mamalia laut termasuk paus harus dilepaskan dalam keadaan hidup. Dalam hal burung laut, penyu laut, danatau mamalia laut termasuk paus yang tanpa sengaja tertangkap dalam keadaan mati, nakhoda harus melaporkan kepada kepala pelabuhan pangkalan untuk dibuat surat keterangan guna dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Pasal 42 ayat 2. Sementara itu, hasil tangkapan sampingan yang yang secara ekologis terkait dengan perikanan tuna berupa hiu monyet dengan ketentuan harus dilepaskan dalam keadaan hidup, sedangkan dalam hal hiu monyet yang tanpa sengaja tertangkap dalam keadaan mati, nakhoda harus melaporkan kepada kepala pelabuhan pangkalan untuk dibuat surat keterangan guna dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Selanjutnya ditambahkan bahwa setiap kapal penangkap ikan yang menangkap, memindahkan, mendaratkan, menyimpan, danatau menjual hiu monyet thresher sharks dari semua family Alopiidae baik utuh maupun bagiannya dikenakan sanksi IUU Fishing Pasal 43. Aturan lain terkait tangkapan sampingan ditetapkan dalam Permen KP No. Per.40Men2012. Pasal 73 menyebutkan, bahwa setiap kapal penangkap ikan yang memiliki SIPI di WPP-NRI wajib melakukan tindakan konservasi terhadap jenis spesies tertentu yang terkait secara ekologi dengan tuna, yang ditetapkan oleh RFMO. Khusus tentang pengelolaan hiu, Indonesia atas bantuan SEAFDEC sejak tahun 2004 telah menyusun National Plan of Action NPOA Shark Management namun hingga saat ini rencana aksi tersebut belum ditetapkan menjadi peraturan menteri.

5.2.7 Program Observer dan Inspeksi Kapal

Ketentuan observer di WCPFC di tetapkan melalui empat CMM. Pertama, CMM 2006-07 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Program Observer Regional Conservation and Management Measure for the Regional Observer Programme . CMM 2006-07 merupakan pelaksanaan dari Pasal 28 Konvensi, yaitu Komisi wajib mengembangkan suatu program pengamat regional untuk mengumpulkan data hasil tangkapan yang terverifikasi, data ilmiah lain dan informasi tambahan terkait dengan perikanan dari Wilayah Konvensi dan untuk memantau pelaksanaan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan yang telah diterima oleh Komisi. Oleh karena itu, dengan mengadopsi ketentuan Pasal 10 Konvensi tentang Fungsi Komisi, maka Komisi menetapkan prosedur untuk mengembangkan Program Observer Regional. Kedua, CMM 2006-08 tentang Komisi Prosedur Pemeriksaan dan Menaiki Kapal WCPFC Commission Boarding and Inspection Procedures . CMM 2006- 08 adalah implementasi Pasal 26Lampiran III dan Pasal 6 2 Konvensi yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap prosedur mengenai pemeriksaan dan menaiki kapal serta tindakan konservasi dan pengelolaan. Pelaksanaan prosedur harus memperhitungkan kehadiran inspektur dalam kapal, frekuensi, dan hasil pemeriksaan sebelumnya. Kapal-kapal yang menjadi prioritas pemeriksaan adalah; 1 kapal yang tidak terdata pada daftar kapal yang diizin WCPFC tetapi berbendera negara anggota komisi, 2 kapal yang tidak di periksa langsung oleh negara bendera, 3 kapal penangkapan ikan yang tidak terdapat observer, 4 kapal perikanan tuna skala besar, 5 kapal yang pernah melanggar langkah- langkah konservasi dan pengelolaan sesuai dengan hukum internasional dan nasional. Ketiga, CMM 2007-01 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Program Observer Regional Conservation and Management Measure for the Regional Observer Programme . Program Observer Regional bertujuan untuk pengumpulan data hasil tangkapan, pemantauan pada pelaksanaan CMMs, dan mengumpulkan informasi tambahan yang terkait dengan perikanan. Sekretariat wajib mengkoordinasikan program dan kuasa kepada penyedia observer pada Program Observer Regional. Pengembangan panduan observer oleh komisi harus mencakup : 1 hak dan tanggung jawab observer, 2 hak dan tanggung jawab operator kapal, kapten, dan awak buah kapal, dan 3 jadwal Pelaksanaan. Keempat, CMM 2011-06 tentang Tindakan Konservasi dan Pengelolaan untuk Skema Kapatuhan dan Pemantauan Conservation and Management Measure for Compliance Monitoring Scheme . CMM 2011-06 bertujuan untuk melakukan pemantauan kepatuhan Konvensi WCPFC. Setiap tahun Komisi akan mengevaluasi kepatuhan CCMs selama tahun sebelumnya berupa data: 1 menangkap dan batas upaya untuk spesies target, 2 menangkap dan pelaporan upaya untuk spesies target, 3 penutupan spasial dan temporal, dan pembatasan pada penggunaan perangkat ikan, 4 pengamat dan cakupan VMS, dan 5 penyediaan data ilmiah melalui laporan tahunan dan laporan ilmiah yang akan diberikan kepada Komisi. Pelaksanaan program observer di atur dalam Permen KP No. Per.12Men2012. Adapun aturanya, yaitu: a surat kesanggupan menerima, membantu kelancaran tugas, serta menjaga keselamatan pemantau di atas kapal penangkap ikan observer on board; b sanksi administrasi bagi penolakan observer di atas kapal. Adapun sanksi administrasi berupa: peringatan tertulis dikenakan dalam jangka waktu satu bulan; pembekuan SIPI dikenakan apabila penanggung jawab atau pemilik kapal tidak memenuhi kewajibannya huruf a dan SIPI dibekukan selama enam bulan; dan pencabutan SIPI dikenakan apabila penanggung jawab atau pemilik kapal tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud pada huruf b dan SIPI dicabut. Selain itu, kegiatan transhipment disaksikan oleh pemantau di atas kapal pengangkut ikan observer on board dari RFMO. Aturan observer juga dituangkan dalam Permen KP No. Per.30Men2012. Adapun aturanya, yaitu: a permohonan SIPI harus ada kesanggupan penempatan observer di atas kapal; b Permohonan SIKPI harus ada kesanggupan penempatan observer di atas kapal; c pelaksanaan transhipment diawasi oleh pemantau kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan; dan d menempatkan pemantau observer di atas kapal penangkap ikan berukuran diatas 1.000 GT dengan menggunakan alat penangkapan ikan purse seine. Rekrutmen tenaga observer telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2006 sejumlah 20 orang yang penempatan di atas kapal baru terealisasi pada tahun 2007 sejumlah 2 orang untuk kapal longline dengan daerah penangkapan di Samudera Hindia. Disamping rekrutmen tenaga observer, sampai dengan tahun 2012 telah dilaksanakan pelatihan sejumlah 68 orang yang terdiri dari 34 pegawai negeri sipil dan 34 orang eks anak buah kapal ABK. Disamping itu, telah ditempatkan 14 observer untuk kapal longline di Samudera Hindia terkait dengan kewajiban Indonesia sebagai anggota IOTC. Sedangkan untuk WCPFC belum ada penempatan observer, sampai dengan tahun 2012 upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia adalah melakukan perjanjian kerjasama dengan Komisi WCPFC. Sebagai tindaklanjut dari perjanjian tersebut pada tahun 2013, Ditjen Perikanan Tangkap akan mendapatkan hibah pelatihan tenaga observer. Kebutuhan observer untuk 153 kapal yang memiliki izin penangkapan ikan di Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik dibutuh 153 tenaga observer .

5.2.8 Data Buoys

Data Buoys ditetapkan melalui CMM 2009-05 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Larangan Penangkapan Ikan dengan Data Buoys Conservation and Management Measure Prohibiting Fishing on Data Buoys . Pengembangan buoys bertujuan untuk mengumpulkan informasi untuk berbagai tujuan seperti cuaca, pencarian dan keselamatan di laut, ramalan cuaca, peringatan tsunami dan lain-lain, tetapi tidak untuk keperluan kegiatan penangkapan. Spesies tuna dan and tuna-like species biasanya berkumpul di sekitar data buoys, terutama juvenile bigeye tuna dan yellowfin tuna. Hal ini mendorong penangkapan ikan disekitar buoys sehingga mengakibat kerusakan, kegiatan ini termasuk