Metode Pengambilan Sampel Strategi kebijakan perikanan tangkap indonesia dalam kerjasama perikanan regional pada West and Central Pacific Fisheries Commision (WCPFC)

memiliki misi membantu masyarakat Kepulauan Pacific untuk menyusun dan mengambil keputusan untuk masa bersama yang lebih baik. Sadar akan posisi negosiasi yang lemah dengan DWFNs, pada tahun 1982 FFA bersepakat untuk memperkuat posisinya melalui Nauru Agreement yang bertujuan untuk mengkoordinasikan pengelolaan perikanan di Samudera Pasifik. Nauru Agreement menjadi dasar pengelolaan perikanan regional di Samudera Pasifik. Negara-negara pihak Nauru Agreement Parties to the Nauru Aggrement PNA pada tahun 1983 mengadopsi kesepakatan Nauru Agreement untuk membatasi keberadaan kapal-kapal asing, yang 80 persen diantaranya adalah kapal ikan yang menggunakan purse seine Havice, 2010. Pada tahun 1992, PNA menetapkan perjanjian Palau Agreement yang bertujuan untuk mengatur pengelolaan perikanan purse seine, yang jumlahnya terus meningkat dan mengacam keberlanjutan penangkapan tuna di Samudera Pasifik. Palau Agreement bertujuan untuk melindungi sediaan tuna dari dampak overfishing dan meningkatan manfaat ekonomi dari perikanan tuna diantara PNA. Namun demikian, upaya tersebut tidak optimal karena tidak melibatkan Indonesia dan Philipina yang dianggap belum mengelola perikanan tuna secara baik. Untuk itu, pada tahun 1990-an, anggota FFA memperluas kerjasama dengan melibatkan Indonesia, Philipinna dan DWFNs. Selanjutnya pada tahun 1995, PNA melaksanakan FSM Arrangement for Regional Fisheries Access FSM Arrangement. Namun kebijakan tersebut justru menyebabkan terjadi peningkatan kapasitas dan upaya tangkapan Havice, 2010. Pada tahun 1997, negara-negara di kepulauan Pasifik termasuk Australia dan Selandia Baru dan DWFNs di Samudera Pasifik sebalah Barat dan Tengah termasuk China, Prancis, Korea, Jepang, Filipina, Taiwan dan Amerika Serikat mulai melakukan negosiasi untuk menetapkan Western and Central Pacific Fisheries Commission untuk mengelola spesies ikan yang migrasi jauh Havice, 2010.

4.1.2 Negosiasi Pembentukan WCPFC

Pada First-Multilateral High Level Conference Conservation and Management of Highly Migratory Fish Stocks MHLC di New York, terjadi peningkatan kerjasama dalam pengumpulan data penangkapan ikan antara negara- negara di Kepulauan Pasifik dengan DWFNs. Hal ini menunjukkan kemajuan yang signifikan, karena sebelumnya adanya keengganan negara yang tergabung dalam FFA untuk bekerjasama dengan DWFNs terkait dengan konservasi dan pengelolaan tuna di Samudera Pasifik. Konflik antara negara-negara pantai di Kepulauan Pasifik dengan DWFNs disebabkan perbedaan pandangan dalam pengelolaan sediaan ikan beruaya jauh terutama yang terdapat di wilayah ZEE negara-negara pantai di Kepulauan Pasifik. Pada MHLC ke-2 yang dilaksanakan di Majuro Kepulauan Marshal pada Juni 1997 disepakati sebuah pendekatan koleteral untuk konservasi dan pengelolaan perikanan regional. Disamping itu juga ditetapkan sebuah mekanisme konservasi dan pengelolaan sediaan ikan beruaya jauh di Samudera Pasifik, kesepakatan tersebut dikenal dengan Majuro Declaration yang telah mengadopsi UNCLOS 1982, Agenda 21 dan UNFSA. Dalam Majuro Declaration disepakati pertukaran data berdasarkan UNFSA, kerjasama pemantauan, pengendalian dan pengawasan penangkapan ikan. Disamping itu juga permasalahan lingkungan dan upaya mencegah dampak penangkapan ikan terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati laut. Negara peserta juga berkomitmen untuk memberikan bantuan keuangan, pengetahuan, dan teknik kepada negara-negara berkembang di Kepualuan Pasifik. Dalam Majuro Declaration juga mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang menjadi pembahsan MHLC selanjutnya pada tahun 1998 dan 1999. Beberapa permasalahan tersebut adalah; 1 cakupan wilayah, 2 keanggotaan, 3 mekanisme pengampilan keputusan, 4 prosedur dalam penyelesaian sangketa, 5 keterkaitan dengan organisasi perikanan global dan regional, 6 keuangan dan penataan administrasi, 7 jenis sediaan yang dikelola, 8 penentuan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan, 9 termasuk pelaksanaan pendekatan kehati-hatian, 10 mekanisme untuk pengumpulan data dan pertukaran data, 11 penelitian, dan 12 prosedur pemantauan, pengendalian, pengawasan serta penegakan hukum. Selanjutnya pada Juni 1997 hingga September 2000 terdapat lima pertemuan negosiasi antara negara-negara pantai dengan DWFNs untuk