Pengelolaan Tangkapan Sampingan CMM 2008-03 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penyu Conservation And

penangkapan di wilayah WCPFC perlu singkronisasi data perizinan dengan WCPFC Identification Number WIN. b. Penataan sistem pengawasan. Sistem pengawasan yang berlaku umum adalah berupa program observer, inspeksi kapal, dan pemasangan transmitter VMS. Dalam konteks hukum, pemerintah Indonesia sudah mengatur ketiga hal tersebut. Namun demikian, dalam pelaksanaannya dihadapkan pada berbagai kendala. Program observer misalnya, masih terkendala sumberdaya manusia SDM yang mampu bertahan berbulan-bulan di atas kapal. Sementara pemasangan VMS terkendala kepatuhan operator kapal dalam menyalakan alat tersebut. Oleh karena itu perlu ada program sistematis untuk penambahan jumlah tenaga observer serta peningkatan kualitas sehingga mampu bekerja secara efektif. c. Pemberantasan IUU Fishing di wilayah Konvensi WCPFC. Praktik-praktik IUU Fishing sangat beragam, sehingga dalam mengurangi terjadinya pelanggaran, maka perlu dikaji secara lebih rinci mengenai praktik-praktik IUU Fishing yang dilakukan oleh kapal perikanan bendera Indonesia. d. Pengawasan efektivitas pelaksanaan hukum. Pemerintah Indonesia perlu pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri yang sudah ditetapkan, baik yang mengatur jalur tangkapan dan alat bantu penangkapan ikan, maupun pelaksanaan program observer yang betujuan meminimalkan tertangkapnya baby tuna yellowfin tuna dan bigeye tuna. 3 Penyusuhan Peraturan Perundang-undangan Organisasi internasional yang merupakan subjek hukum internasional mampu membuat sumber hukum. Oleh karena itu, ketentuan yang selama ini bersifat softlaw non-legally binding ditetapkan oleh RFMO sebagai hardlaw legally binding. Dengan demikian, setiap negara yang akan melakukan ratifikasi terhadap Konvensi WCPFC akan terikat juga dengan aturan turunannya, yaitu Conservation and Management Measures CMM. Beberapa ketentuan CMM WCPFC yang perlu diperkuat dalam hukum Indonesia dalam bentuk Peraturan Perundang-Undangan yaitu: a. Program observer. Permen KP ini harus memerhatikan perkembangan hukum internasional, mulai dari standar SDM hingga tugas dan peran observer. b. Port State Measures Agreement. Ketentuan negara pelabuhan dalam pemberantasan IUU Fishing sebagaimana diatur dalam PSM Agreement 2009 perlu diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui pengeluaran Peraturan Presiden. c. Pembatasan upaya tangkapan. Indonesia perlu memerhatikan pembatasan upaya tangkapan sebagaimana diamanatkan dalam CMM 2004-04. Hingga saat ini, pembatasan upaya tangkapan belum diatur, karena Indonesia tidak menerapkan kuota tangkapan. Namun demikian, penutupan wilayah dan waktu tangkapan diatur Pasal 45 ayat 1 Permen KP No. Per.12Men2012. d. Pengelolaan rumpon. Aturan yang terkait dengan pemasangan rumpon di tetapkan dengan Permen KP No. Per.02Men2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Menurut Pasal 19 ayat 1, rumpon merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai bentuk dan jenis pemikatatraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul. Lebih lanjut, Pasal 19 ayat 2 menyebutkan bahwa rumpon terdiri dari: a rumpon hanyut, merupakan rumpon yang ditempatkan tidak menetap, tidak dilengkapi dengan jangkar dan hanyut mengikuti arah arus; dan b rumpon menetap, merupakan rumpon yang ditempatkan secara menetap dengan menggunakan jangkar danatau pemberat, terdiri dari: 1 rumpon permukaan, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi atraktor yang ditempatkan di kolom permukaan perairan untuk mengumpulkan ikan pelagis; dan 2 rumpon dasar, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi atraktor yang ditempatkan di dasar perairan untuk mengumpulkan ikan demersal. Namun demikian, Permen KP tersebut hanya mengatur pemasaangan rumpon di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, aturan pemasangan dan pemanfaatan sebagaimana diamanatkan Pasal 19 ayat 3 Permen KP No. Per.12Men2012 perlu memerhatikan ketentuan rumpon yang diatur CMM 2009-02.

e. Hasil tangkapan sampingan. Aturan hasil tangkapan sampingan diatur dalam

Permen KP No. Per.12Men2012 dan Permen KP No. Per.30Men2012. Namun demikian, perlu diatur secara lebih khusus terkait dengan jenis-jenis hasil tangkapan sampingan diamanatkan dalam CMM, yaitu: burung laut CMM 2007-04, penyu CMM 2008-03, hiu CMM 2010-07, Cetacean CMM 2011-03, Oceanic Whitetip Shark CMM 2011-04.Oleh karena itu, perlu penetapan aturan khusus Permen KP tentang hasil tangkapan sampingan. f. National Plan of Action NPOA for the Conservation and Management of Sharks dan NPOA for the Conservation and Management of Seabird. Pemerintah perlu menetapkan Permen KP tentang Rencana Aksi Nasional untuk Tindakan Konservasi dan Pengelolaan hiu dan penyu. Perihal Hukum Nasional Implementasi Status Uraian Rencana Aksi UU PP Perpres Permen KP I. Konvensi 1. Wilayah Penerapan √ √ √ - Sedang Ratifikasi Indonesia harus mengenyampingkan wilayah Konvensi WCPFC yang memasukan perairan kepulauan Indonesia dan ZEE Indonesia. 2. Azaz Pelaksanaan √ √ - Sedang Prinsip-prinsip ini harus diterapkan dalam semua peraturan perundang- undangan Indonesia 3. Penerapan Kehati-hatian √ √ √ Kuat 4. Pelaksanaan Azas-Azas di wilayah Berdasarkan Yurisdikdi Nasional √ √ √ √ Kuat 5. Kesesuaian tindakan konservasi dan pengelolaan √ √ √ Kuat 6. Kewajiban Para Anggota Komisi √ √ √ - Sedang a. Peningkatan sistem pengumpulan data dan penyerahan kepada CMM b. Keberadaan logbook penangkapan ikan lebih penting daripada prinsip-prinsip MCS 7. Kewajiban-Kewajiban Negara Bendera √ √ √ √ - Sedang a. Indonesia perlu meningkatkan system pelaporan. b. Sistem pelaporan tersebut harus transparan sehingga menyediakan data yang akurat dan jelas 8. Penaatan dan penegakan √ √ √ √ Sedang Permen KP No. 12Men2012 mengatur 135 Tabel 18. Kesiapan Regulasi Nasional dan Rencana Aksi terhadap Ketentuan WCPFC Perihal Hukum Nasional Implementasi Status Uraian Rencana Aksi UU PP Perpres Permen KP penegakan hukum kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di Laut Lepas 9. Itikad Baik Dan Penyalahgunaan Hak √ √ √ Kuat

II. CMM

1. Penggunaan transmitter VMS √ √ √ Kuat a. CMM 2011-02: tentang Komisi Vessel Monitoring System VMS √ √ √ Kuat 2. Penegakan hukum a. 2009-01: Record of Fishing Vessels And Authorization to Fish √ √ √ - Sedang a. Fungsi pemerintahan termasuk pendataan kapal ikan di pelabuhan perikanan sudah diatur dalam Permen KP No. Per.08Men2012. b. Perkembangan internasional mengatur pemberantasan IUU Fishing di wilayah pelabuhan, sehingga dalam memperkuat Permen KP No. Per.08Men.2012 diperlukan pengesahan Agreement Port State Measures PSM Agreement 2009 b. 2010-06: Conservation and Management Measure to Establish a List of Vessels √ √ - Sedang Indonesia perlu merinci kegiatan IUU di wilayah Konvensi WCPFC 136 Perihal Hukum Nasional Implementasi Status Uraian Rencana Aksi UU PP Perpres Permen KP Presumed to Have Carried out Illegal, Unreported and Unregulated Fishing Activities in the WCPO 3. Kapal Ikan a. 2004-03: Specifications for the Marking and Identification of Fishing Vessels √ √ √ - Sedang Perlu dilakukan penyesuaian dengan WIN b. 2004-04 : Resolution on Conservation and Management Measures √ - Lemah Perlu dilakukan penyusunan Peraturan Menteri Kelautan terkait dengan pembatasan upaya tangkapan input restriction c. 2006-08: WCPFC Commission Boarding and Inspection Procedures √ √ √ - Sedang a. Aturan inspeksi kapal dan observer dimuat dalam Permen KP No. Per.12Men2012 dan Permen KP No. Per.30Men2012. b. Namun kedua Permen tersebut tidak mengatur secara detil tentang mekanisme observer, sehingga perlu penetapan Permen KP tentang Observer , yang tentu saja sesuai dengan perkembangan hukum internasional 137