dipergunakan untuk menggambarkan proses pengetahuan tentang suatu kebijakan atau proses kebijakan itu sendiri. Di dalam studi kebijakan terdapat beberapa
aktivitas yaitu studi isi kebijakan dan studi evaluasi kebijakan Gambar 5. Sementara analisis kebijakan tidak hanya membatasi diri pada pengujian-
pengujian teori deskriptif umum maupun teori-teori ekonomi, karena masalah- masalah kebijakan cukup kompleks. Oleh karena itu, teori-teori semacam ini
sering gagal untuk memberikan informasi yang memungkinkan para pengambil keputusan mengendalikan dan memanipulasi proses kebijakan. Analisis kebijakan
juga menghasilkan informasi yang ada hubungannya dengan kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah. Selain itu, analisis kebijakan juga
menghasilkan informasi mengenai nilai-nilai dan arah tindakan yang lebih baik. Dengan demikian, analisis kebijakan meliputi evaluasi maupun anjuran kebijakan.
Sumber: Hogwood dan Gunn 1984
Gambar 5 Bentuk Penyusunan Kebijakan Publik
2.11 Penelitian Terdahulu tentang RFMO dan WCPFC
Penelitian terdahulu terkait dengan RFMO dan WCPFC difokuskan pada penelitian biologi, operasional penangkapan dan efektivitas pelaksanaan ketentuan
yang diatur dalam Konvensi dan langkah-langkah pengelolaan. Oleh karena itu, dalam rangka mendapatkan informasi secara luas tentang kegiatan penangkapan
ikan di laut lepas, maka dilakukan penelusuran terhadap RFMO. Adapun beberapa hasil penelusuran tersebut, yaitu:
1 Kebebasan di Laut Lepas Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa laut lepas memiliki asas-asas
kebebasan sebagaimana dituangkan dalam UNCLOS 1982. Namun demikian, dalam perkembangannya, kebebasan tersebut tidak berlaku untuk kegiatan
penangkapan ikan. Hal ini sebagaimana dikuatkan oleh Hannesson 2011, yang menyebutkan bahwa kebebasan di laut adalah konsep lama, karena yang masih
berlaku hanya kebebasan berlayar dan transportasi barang. Kebebasan di laut lepas sebagaimana diatur oleh UNCLOS 1982 telah mengalami perubahan pasca
pemberlakuan UNIA 1995, sehingga penangkapan ikan di laut lepas yang tidak mengindahkan aturan RFMO dapat dikenakan aturan sanksi illegal fishing.
2 Performance RFMO dan Efektivitas Pelaksanaan Konvensi WCPFC Keberlanjutan sumberdaya ikan dalam suatu wilayah laut lepas tidak dapat
dilepaskan dari lembaga pengelola RFMO. Bjørndal 2009 menyebutkan kriteria performan NEAFC, yaitu: 1
Conservation and management of fisheries resources
; 2 Monitoring, control and enforcement; 3 Decision making and dispute settlement procedures; 4 Co-operation
; dan 5 NEAFC in a regional and international context
. Khusus untuk WCPFC, Hanich 2011 menyatakan bahwa WCPFC telah gagal melaksanaan Konvensi dan langkah-langkah
pengelolaan yang telah ditetapkan untuk mencegah terjadinya overfishing bigeye tuna.
3 Kajian tentang Hasil Tangkapan Sampingan Permasalahan hasil tangkapan sampingan menjadi perhatian bersama
masyarakat internasional. Hal ini dikarenakan, penangkapan jenis ikan yang beruaya jauh highly migratory species menyisakan permasalahan, yaitu
tertangkap hiu, burung laut, penyu dan mamalia laut Levesque, 2008. Kelemahan ICCAT adalah ketidakmampuan melakukan harmonisasi laporan
nasional, pelaksanaan dan koordinasi upaya serta, kepatuhan serta penegakan hukum. Selain itu, adanya kesenjangan indikator performance ICCAT dalam hal
efektivitas tindakan sesuai dengan yang tercantum dalam Konvensi pembentukan ICCAT Levesque, 2008.
Herndon, et.al. 2010 menambahkan bahwa penurunan jumlah hiu selama ini dikarenakan tidak adanya data informasi demografi secara lengkap.Dalam
rangka mengkaji hasil tangkapan sampingan, Waugh, et.al 2008 menyebutkan pentingnya ecological resource assessment ERA melalui empat tahapan, yakni:
a establishing the context and problem formulation; b undertaking formal risk assessment; c identification of risk and implementation of management
measures to address risks; dan d monitoring and review.
4 Akses Publik Terhadap Dokumen RFMO Berdasarkan prinsip-prinsip transparansi yang terdapat dalam Konvensi
RFMO, maka para pemangku kepentingan perikanan memilki hak untuk mendapatkan informasi dokumen ilmiah yang dimiliki RFMO. Hal ini
sebagaimana yang disebutkan oleh Polacheck 2012, bahwa publik memiliki akses terhadap dokumen ilmiah yang digunakan RFMO dalam menetapkan setiap
keputusan. Ketersediaan data ilmiah merupakan salah satu syarat transparansi RFMO sebagaimana diamanatkan oleh UNIA 1995, yang bertujuan untuk
pengambilan keputusan dan untuk promosi aktif publikasi dan diseminasi hasil penelitian.
5 Program Observer di Laut Lepas Dalam rangka pelaksanan pemantauan dan pengawasan di laut lepas, maka
setiap kapal ikan wajib menempatkan observer diatas kapalnya. Laporan Dickson 2012 mengungkapkan bahwa program observer perikanan Fisheries Observer
Program yang dilaksanakan oleh BFAR yang bekerjasama dengan industri
perikanan mampu menciptakan kepatuhan pelaku usaha dalam pelaksanaan tindakan konservasi dan pengelolaan laut lepas secara berkelanjutan.
6 Kajian Keanggotaan Indonesia pada WCPFC Ariadno 2012 mengkaji WCPFC dalam perspektif hukum. Disebutkan
bahwa peraturan perundang-undangan Indonesia sudah sesuai dengan Konvensi, meskipun perlu tambahan. Selain itu, penegakan hukum terhadap kapal perikanan
Indonesia belum efektif. Oleh karena itu, dalam rangka pemenuhan kewajiban
sesuai aturan WCPFC, maka perlu dilakukan pendampingan teknis untuk mencapai kapasitas dan kemampuan pemerintah Indonesia.
Tabel 4. Kajian literatur RFMO dan WCPFC 10 Tahun Terakhir Tahun
PenulisPeneliti Judul
Jurnal Kesimpulan
2008 Juan C. Levesque
International fisheries agreement: Review of the International
Commission for the Conservation of Atlantic Tunas Case study
—Shark management
Marine Policy 32
2008 528 –533
ICCAT berhasil mengelola beberapa jenis spesies beruaya juah HMS, tapi gagal
dalam mengelola hiu, burung laut, penyu dan mamalia laut.
Kelemahan ICCAT adalah ketidakmampuan melakukan harmonisasi
laporan nasional, ketidakmampuan pelaksanaan dan koordinasi upaya serta,
kepatuhan serta penegakan hukum
Adanya kesenjangan indikator performance
ICCAT dalam hal efektivitas tindakan sesuai dengan yang tercantum
dalam Konvensi pembentukan ICCAT
2008 S.M. Waugha, G.B.
Baker, R. Gales, J.P. Croxall
CCAMLR process of risk assessment to minimise the effects of longline
fishing mortality on seabirds Marine Policy
32 2008 442
–454 empat tahap dalam ecological resource
assessment ERA, yaitu: a establishing the context and problem formulation; b
undertaking formal risk assessment; c identification of risk and implementation
of management measures to address risks; and d monitoring and review
; Adopsi pendekatan bisa dilakukan untuk
menangani permasalahan burung laut dan tangkapan sampaingan lainnya.
32