Regional Fishery Bodies Strategi kebijakan perikanan tangkap indonesia dalam kerjasama perikanan regional pada West and Central Pacific Fisheries Commision (WCPFC)
Tabel 4. Kajian literatur RFMO dan WCPFC 10 Tahun Terakhir Tahun
PenulisPeneliti Judul
Jurnal Kesimpulan
2008 Juan C. Levesque
International fisheries agreement: Review of the International
Commission for the Conservation of Atlantic Tunas Case study
—Shark management
Marine Policy 32
2008 528 –533
ICCAT berhasil mengelola beberapa jenis spesies beruaya juah HMS, tapi gagal
dalam mengelola hiu, burung laut, penyu dan mamalia laut.
Kelemahan ICCAT adalah ketidakmampuan melakukan harmonisasi
laporan nasional, ketidakmampuan pelaksanaan dan koordinasi upaya serta,
kepatuhan serta penegakan hukum
Adanya kesenjangan indikator performance
ICCAT dalam hal efektivitas tindakan sesuai dengan yang tercantum
dalam Konvensi pembentukan ICCAT
2008 S.M. Waugha, G.B.
Baker, R. Gales, J.P. Croxall
CCAMLR process of risk assessment to minimise the effects of longline
fishing mortality on seabirds Marine Policy
32 2008 442
–454 empat tahap dalam ecological resource
assessment ERA, yaitu: a establishing the context and problem formulation; b
undertaking formal risk assessment; c identification of risk and implementation
of management measures to address risks; and d monitoring and review
; Adopsi pendekatan bisa dilakukan untuk
menangani permasalahan burung laut dan tangkapan sampaingan lainnya.
32
Tahun PenulisPeneliti
Judul Jurnal
Kesimpulan
2009 Trond Bjørndal
Overview, roles, and performance of the North East Atlantic fisheries
commission NEAFC Marine Policy
33 2009 685
–697 Kriterian performace NEAFC, yaitu: 1
Conservation and management of fisheries resources; 2 Monitoring, control and
enforcement; 3 Decision making and dispute settlement procedures; 4 Co-
operation; and 5 NEAFC in a regional and international context.
2010 Andrew Herndon,
Vincent F. Gallucci, Douglas DeMaster,
William Burke The case for an international
commission for the conservation and management of sharks ICCMS
Marine Policy 34
2010 1239 –1248
Badan internasional telah efektif mewujudkan pengelolaan hiu secara
berkelanjutan Penurunan jumlah hiu selama ini
dikarenakan tidak adanya data informasi demografi secara lengkap.
Ketiadaan data selama ini difasilitasi oleh badan internasional
2011 Rognvaldur
Hannesson Rights based fishing on the high
seas: Is it possible? Marine Policy
35 2011 667
–674 Kebebasan di laut adalah konsep lama,
karena yang masih berlaku hanya kebebasan berlayar dan transportasi
barang Kebebasan di laut lepas sebagaimana
diatur oleh UNCLOS 1982 telah mengalami perubahan pasca
pemberlakuan UNIA 1995. Penangkapan ikan di laut lepas
bertentangan dengan aturan RFMO 33
Tahun PenulisPeneliti
Judul Jurnal
Kesimpulan
Penerapan rezim berbasis hak di laut lepas sangat kecil peluangnya. Hal ini
dikarenakan, disyaratkan adanya pembatasan jumlah negara yang terlibat
2011 Quentin Hanich
Interest and Influence -A Snapshot of the Western and Central Pacific
Tropical Tuna Fisheries Research Online -
Australian National Centre for Ocean
Resources and Security
ANCORS University of
Wollongong WCPFC dianggap gagal mencegah
terjadinya overfishing dan mengurangi penangkapan baby tuna.
Keberhasilan pelaksanaan upaya konservasi dan pengelolaan pada WCPFC
sangat dipengaruhi kepentingan setiap negara.
Perlu penguatan peran politik WCPFC untuk penyeimbangan kepentingan negara
anggota sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang terkait dengan
konservasi dan pembangunan berkelanjutan.
2012 Martin Aranda,
Hilario Murua, dan Paul de Bruyn
Managing fishing capacity in tuna regional fisheries management
organisations RFMOs: Development and state of the art
Marine Policy . 36
2012 985 –992
Jurnal ini mengkaji praktik-praktik pengelolaan kapasitas perikanan di 4
RFMO, yaitu: Inter American TropicalTuna Commission
IATTC, International Commission for the
Conservation of Atlantic Tuna ICCAT,
Indian Ocean Tuna Commission IOTC
dan Western and Central Pacific
34
Tahun PenulisPeneliti
Judul Jurnal
Kesimpulan
Commission WCPFC.
Perbedaan pengertian fishing capacity dalam konvensi pembentukan keempat
RFMO Fishing capacity lebih kompleks dari
pembatasan jumlah kapal, karena adanya faktor efisiensi teknis dan kapasitas
tangkapan Regional Vessel Registers RVRs
sekarang digunakan untuk membatasi tipe dan panjang kapal, khususnya kapal purse
seine. RFMO dihadapkan pada tantangan
aspirasi negara berkembangan dalam membangun industri perikanan tunanya.
Pengelolaan berbasis hak dalam dunia perikanan tuna, masih menjadi perdebatan
internasional
2012 Tom Polacheck
Politics and independent scientific advice in RFMO processes: A case
study of crossing boundaries Marine Policy
. 36 2012 132
–141. Akses publik terhadap dokumen ilmiah
yang digunakan RFMO dalam menetapkan setiap keputusan.
Ketersediaan data ilmiah merupakan salah satu syarat transparansi RFMO
sebagaimana diamanatkan oleh UNIA 1995, yang bertujuan untuk pengambilan
keputusan dan untuk promosi aktif
35
Tahun PenulisPeneliti
Judul Jurnal
Kesimpulan
publikasi dan diseminasi hasil penelitian 2012
Dickson, A. C. DFT, M. Demoos, W. S. de
la Cruz, I. Tanangonan, J. O.
Dickson, DFT and R. V. Ramiscal
Analysis of Purse SeineRing Net Fishing Operations in Philippine
EEZ Paper prepared for
the Scientific Committee Eighth
Regular Session, 7-15 August 2012
Busan, Republic of Korea
Pengurangan kedalaman jaring tidak hanya menurunkan tangkapan bigeye tuna,
tetapi juga yellowfin tuna dan skipjack. Program observer perikanan Fisheries
Observer Program melaporkan bahwa
kerjasama yang baik antara BFAR dan industri perikanan untuk mengkaji dan
melaksanakan aturan dan kepatuhan sesuai perjanjian terkait dengan tindakan
pengelolaan dan konservasi
2012 Melda Kamil
Ariadno Review of Policy and Legal
Arrangements of WCPFC Related Matters and Checklist of
Compliance Shortfalls Indonesia paper
policy for WCPFC, November 2012
Peraturan perundang-undangan Indonesia sudah sesuai dengan Konvensi, meskipun
perlu tambahan Penegakan hukum terhadap kapal
perikanan Indonesia belum efektif Dalam rangka pemenuhan kewajiban
sesuai aturan WCPFC, maka perlu dilakukan pendampingan teknis untuk
mencapai kapasitas dan kemampuan pemerintah Indonesia.
Aturan WCPFC akan mengikat secara efektif, apabila Indonesia melakukan
ratifikasi. 36