5.1.8 Penaatan dan Penegakan
Menurut Pasal 25, setiap anggota Komisi mempunyai kewajiban dalam hal menjalankan efektivitas tindakan pengelolaan dan konservasi ikan beruaya jauh di
wilayah WCPFC. Beberapa kewajiban penaatan dan penegakan, tersebut yaitu:
a.
Menegakkan  ketentuan  Konvensi  WCPFC  dan  setiap  langkah-langkah konservasi dan pengelolaan yang ditetapkan oleh Komisi.
b.
Wajib menyelidiki secara menyeluruh setiap dugaan pelanggaran oleh kapal perikanan  yang  mengibarkan  benderanya  atas  ketentuan  Konvensi  WCPFC
atau  langkah-langkah  konservasi  dan  pengelolaan  yang  diterima  oleh Komisi.
c.
Menyerahkan  kasus  tersebut  kepada  pihak  berwenang  dengan  tujuan  untuk mengajukan  gugatan  secepatnya  sesuai  dengan  hukumnya  dan  bilamana
layak, menahan kapal yang bersangkutan.
d.
Memastikan  kapal  yang  bersangkutan  tidak  lagi  melakukan  kegiatan penangkapan  ikan  dan  tidak  terlibat  dalam  kegiatan  tersebut  di  dalam
Wilayah  Konvensi,  sampai  saat  seluruh  sanksi  yang  dikenakan  oleh  negara bendera sehubungan dengan pelanggaran tersebut telah dipenuhi.
Berdasarkan  ketentuan  di  atas,  pemerintah  Indonesia  sudah  mengatur tindakan  penegakan  hukum.  Adapun  tindakan  hukum  dilakukan  di  tengah  laut
melalui inspeksi kapal yang dibahas secara khusus pada bagian Program Observer dan  Inspeksi  Kapal,  sementara  tindakan  di  darat  melalui  pelabuhan  perikanan.
Pemerintah  Indonesia  mengatur  pelabuhan  perikanan  pada  Permen  KP  No.  Per. 08Men2012. Menurut Pasal 3 ayat 2, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi
pemerintahan dan pengusahaan.  Fungsi pemerintahan pada pelabuhan perikanan, yaitu meliputi: fungsi  untuk melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengendalian,
pengawasan,  serta  keamanan  dan  keselamatan  operasional  kapal  perikanan  di pelabuhan perikanan.
5.1.9 Itikad Baik dan Penyalahgunaan Hak
Menurut  Pasal  33,  kewajiban-kewajiban  berdasarkan  Konvensi  harus dipenuhi  dengan  itikad  baik  dan  hak-hak  yang  di  akui  di  dalam  Konvensi  dan
harus  dilaksanakan  dengan  cara  yang  bukan  merupakan  penyalahgunaan  hak.
Implementasi  Itikad  Baik  dan  Penyalahgunan  Hak  sesuai  dengan  pembahasan Pelaksanaan  Azas-Azas  di  Wilayah-Wilayah  Berdasarkan  Yurisdiksi  Nasional
dan  Pengelolaan  di  Laut  Lepas.  Kewajiban  mematuhi  aturan  di  laut  lepas  bagi Indonesia  tertuang  pada  Pasal  5  ayat  2  UU  No.  31  Tahun  2004  yang
menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik  Indonesia,  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1,  diselenggarakan
berdasarkan  peraturan  perundang-undangan,  persyaratan,  danatau  standar internasional  yang  diterima  secara  umum.  Pada  bagian  penjelasan  disebutkan
bahwa  yang  dimaksud    dengan    “pengelolaan  perikanan    di  luar    wilayah pengelolaan  perikanan  Republik Indonesia” adalah  pengelolaan perikanan  di
laut  lepas.  Hal  ini  menjadi  dasar  kepatuhan  Indonesia  dalam  mewujudkan globalisasi perikanan. Aturan khusus mengenai pengelolaan perikanan tangkap di
laut  lepas  diatur  dalam  Permen  KP  No.  Per.12Men2012.  Peraturan  Menteri  ini mengatur  semua  kegiatan  penangkapan  ikan  yang  lokasinya  berada  di  luar
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia atau di laut lepas.
5.2 Conservation  and  Management  Measures  CMM:  Implikasi  Bagi
Indonesia
Conservation  and  Management  Measures CMM  adalah  implementasi
Pasal  10  Konvensi  terkait  dengan  fungsi  komisi  yang  mengatur  konservasi  dan pengelolaan untuk spesies target, spesies non-target, spesies yang bergantung atau
beraosiasi  dengan  sedian  target,  serta  MCS  monitoring,  control,  and surveillance
. Sampai dengan tahun 2012 terdapat 31  CMM yang telah ditetapkan Tabel 15.
Tabel 15  Conservation and Management Measures CMM
No CMM
Perihal
1.    CMM 2004-03  Spesifikasi Untuk Penandaan dan Identifikasi Kapal Penangkapan Ikan  Specifications  For  The  Marking  And  Identification  Of
Fishing  Vessels .
2.    CMM 2004-04  Resolusi  Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Resolution  on Conservation and Management Measures
3.    CMM 2005-03  Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Albacore  Pasifik  Utara Conservation  and  Management  Measure  for  North  Pacific
Albacore 4.    CMM 2006-04   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Marlin  di  Pasifik  Selatan
Barat  Conservation  and  Management  Measure  for  Striped Marlin in the Southwest Pacific
No CMM
Perihal
5.    CMM 2006-07   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Program  Observer Regional  Conservation  and  Management  Measure  for  the
Regional Observer Programme 6.    CMM 2006-08   Komisi WCPFC untuk Prosedur Pemeriksaan dan Menaiki Kapal
WCPFC Commission Boarding and Inspection Procedures 7.    CMM 2007-01   CMM  2007-01  tentang  Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi
Program  Observer  Regional  Conservation  and  Management Measure for the Regional Observer Programme
8.    CMM 2007-04  Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Mengurangi  Dampak Penangkapan  Ikan  Beruaya  Jauh  Terhadap  Burung  Laut
Conservation  And    Management    Measure  to    Mitigate  the Impact of Fishing for  Highly Migratory Fish Stock on Seabirds
. 9.    CMM 2008-01  Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Tuna  Bigeye  dan  Tuna
Yellowfin di  WCPFC  Conservation  and  Management  Measure
for Big-eye and Yellow-fin Tuna in the WCPFC
10.    CMM 2008-03  Tindakan  Pengelolaan  dan Konservasi  Penyu Conservation  And
Management of Sea Turtles 11.    CMM 2008-04   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  terhadap  Jaring  Insang
Hanyut  Skala  Besar  pada    Laut  Lepas  Area  Konvensi Conservation and  Management  Measure to Prohibit the  Use of
Large-Scale Driftnets on the High Seas in the Convention Area 12.    CMM 2009-01   Pendaatan  Kapal  dan  Izin  Penangkapan  Ikan  Record  of  Fishing
Vessels And Authorization to  Fish 13.    CMM 2009-02   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Penutupan  Rumpon  dan
Retensi Penangkapan Conservation and  Management  Measure on  the  Aplication  of  High  Seas  Fad  Closures  And  Catch
Retention 14.    CMM 2009-03   Tindakan  Pengelolan  dan  Konservasi  Swordfish  Conservation
and Management for Swordfish 15.    CMM 2009-05   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Larangan  Penangkapan
Ikan  dengan  Data  Buoys  Conservation  and    Management Measure Prohibiting Fishing on Data Buoys
16.    CMM 2009-06   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Peraturan  Transhiptmen Conservation  and    Management    Measure  on  Regulation  of
Transshipment 17.    CMM 2009-09   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Kapal-Kapal  Tanpa
Kebangsaan Conservation and Management Measure for Vessels Without Nationality
. 18.    CMM 2009-10   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Pemantauan  Pendaratan
Kapal Purse Seine di Pelabuhan untuk Menjamin Data Tangkapan yang  Baik  berdasarkan  Spesies  Conservation  and  Management
Measure to Monitor Landings of Purse Seine Vessels at Ports so as to Ensure Reliable Catch Data by Species
. 19.    CMM 2009-11   Cooperating Non-Member.
20.    CMM 2010-01   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  North  Pacific  Striped Marlin
Conservation  and  Management  Measure  for  North Pacific Striped Marlin
21.    CMM 2010-02   Tindakan  Pengelolaan    dan  Konservasi  Untuk  Area  Pengelolaan Khusus Sebelah Timur  Conservation and Management Measure
for the Eastern High-Seas Pocket Special Management Area 22.    CMM 2010-04   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Pengelolaan  Pacific
Bluefin  Tuna Conservation  and  Management  Measure  for
No CMM
Perihal
Pacific Bluefin Tuna 23.    CMM 2010-05   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  South  Pacific  Albacore
Conservation  and  Management  Measure  for  South  Pacific Albacore
24.    CMM 2010-06   Tindakan  Pengelolaan  dan Konservasi  Untuk  Menetapkan  Kapal yang  Diduga  Melakukan  Kegiatan  IUU  Fishing  di  WCPO
Conservation  and  Management  Measure  to  Establish  a  List  of Vessels  Presumed  to  Have  Carried  out  Illegal,  Unreported  and
Unregulated Fishing Activities in the WCPO
25.    CMM 2010-07   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Hiu  Conservation  and Management Measure for Sharks
26.    CMM 2011-01   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Untuk  Perpanjangan Sementara    CMM  2008-01  Conservation  and  Management
Measure for Temporary Extension of CMM 2008-01 27.    CMM 2011-02   Komisi Vessel Monitoring System VMS
28.    CMM 2011-03   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  untuk  Perlindungan Cetacean
dari  Operasi  Penangkapan  Purse  Seine  Conservation and  Management  Measure  for  Protection  of  Cetaceans  from
Purse Seine Fishing Operations
.
29.    CMM 2011-04  Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  untuk  Oceanic  Whitetip Shark
Conservation  and  Management  Measure  for  Oceanic Whitetip Shark
30.    CMM 2011-05   Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Skema  Penyewaan Conservation and Management Measure on Charter Notification
Scheme
31.    CMM 2011-06   Tindakan  Konservasi  dan  Pengelolaan  untuk  Skema  Kapatuhan dan  Pemantauan  Conservation  and  Management  Measure  for
Compliance Monitoring Scheme
Sumber : Dikompilasi dari CMM WCPFC tahun 2004 -2011
Sejumlah  31  CMM  tersebut  dapat  dikelompokkan  menjadi  sembilan  hal yang  perlu  menjadi  perhatian  Indonesia  yakni  1  Penggunaan  Transmitter
VMS, 2 Terkait dengan Penegakan Hukum,  3 Kapal Penangkapan Ikan , 4 Alat  Penangkapan  Ikan  dan  Alat  Bantu  Penangkapan  Ikan,  5  Pengelolaan
Tangkapan Utama, 6 Pengelolaan Tangkapan Sampingan, 7 Program Observer dan Inspeksi Kapal, 8  Data Buosy  dan 9 Transhipment.
5.2.1 Penggunaan Transmitter VMS
Penggunaan  VMS  ditetapkan  melalui  CMM  2011-02  tentang  Komisi Vessel  Monitoring  System
VMS  yang    merupakan  pelaksanaan  Pasal  10 Konvensi WCPFC.  VMS harus  diaktifkan sejak tanggal 1 Januari 2008 didaerah
sekitar selatan konvensi 20 ° LU, dan timur 175 ° BT didaerah area utara konvensi 20 ° LU. Khusus untuk  area utara 20 ° LU dan barat dari 175 ° BT, sistem akan
diaktifkan  pada  suatu  tanggal  yang  akan  ditentukan  oleh  Komisi.  Setiap  kapal penangkapan  ikan  yang  menangkap  ikan  beruaya  jauh  di  sesuai  koordinat  yang
ditetapkan  komisi  harus  mengatifkan  Automatic  Location  Communicators ALCs.    VMS  berlaku  untuk  semua  kapal  penangkapan  ikan    yang  menangkap
ikan  diarea  Konvensi,  untuk  kapal  panjang  lebih  dari  24  meter  tanggal  aktivasi mulai  1  Januari  2008,  dan  semua  kapal  panjang  24  meter  atau  kurang  tanggal
aktivasi mulai 1 Januari 2009. Pemerintah Indonesia sudah mewajibkan penggunaan VMS yang tertuang
pada Pasal 7 ayat 2 huruf e UU No. 31 Tahun 2004, bahwa setiap orang  yang melakukan  usaha  danatau  kegiatan  pengelolaan  perikanan  wajib  mematuhi
ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1  mengenai:  sistem    pemantauan kapal perikanan.
Kewajiban  pemasangan  transmitter  tersebut  untuk  kapal  perikanan Indonesia berukuran 60 GT ke atas dan seluruh kapal perikanan asing Pasal 11
ayat  1  Permen  KP  No.  Per.05Men2007.  Selanjutnya  Pasal  11  ayat  4 menambahkan,  bahwa  transmitter  yang  dipasang  pada  kapal  perikanan  wajib  di
daftarkan pada
Direktorat Jenderal,
dengan menyebutkan
danatau mencantumkan  nomor  ID,  nomor  seri,  jenis,  tipe,  merek,  spesifikasi,  dan
provider,  yang  dilengkapi  dengan  dokumen  pembelian  transmitter,  dan pembayaran  air  time  dan  bukti  aktivasi  dari  provider.  Transmitter  harus  dapat
mengirim data posisi kapal sekurang-kurangnya setiap jam sekali, kecuali dalam keadaan docking danatau kapal perikanan sedang tidak beroperasi Pasal 11 ayat
5.  Dengan  demikian,  kapal  perikanan  Indonesia  berukuran  60  GT  ke  atas  dan seluruh kapal asing wajib menghidupkan transmitter online.
Sementara  itu,  kewajiban  transmitter  online  di  atas  tidak  berlaku  bagi kapal perikanan Indonesia ukuran 30 GT
– 60 GT. Hal ini di atur dalam Pasal 12 ayat  1,  bahwa  kapal  perikanan  Indonesia  berukuran  di  atas  30  GT  sampai
dengan 60 GT wajib dilengkapi transmitter off line yang disediakan oleh negara. Aturan  transmitter  juga  ditetapkan  dalam  Permen  KP  No.  Per.
12Men2012.  Adapun  aturannya  yaitu:  a  surat  keterangan  pemasangan transmitter  online  pada  saat  pengajuan  SIPI  Pasal  8  ayat  3  dan  pengajuan
SIKPI Pasal 10 ayat 3; b surat keterangan aktivisi  transmitter online untuk
perpanjangan SIPI Pasal 22 ayat 2 dan SIKPI Pasal 27 ayat 2; c transmitter on line aktif serta dapat terpantau untuk kapal penangkap ikan yang melakukan
transhipment di    laut  lepas  Pasal  30  ayat  2  dan  transhipment  di  pelabuhan
negara lain Pasal 30 ayat 3; d transmitter on line aktif serta dapat terpantau untuk kapal pengangkut ikan yang melakukan  transhipment di  laut lepas Pasal
30  ayat  4  dan  transhipment  di  pelabuhan  negara  lain  Pasal  30  ayat  5.  Begitu juga  dengan  aturan  penangkapan  di  WPP-NRI,  yaitu:  a  surat  keterangan
pemasangan  transmitter  VMS  pada  saat  pengajuan  SIPI  Pasal  19  ayat  1;  b surat  keterangan  pemasangan  transmitter  VMS  pada  saat  pengajuan  SIPI  bagi
kapal    perikanan  yang  dimiliki  oleh    pemerintah,  pemerintah    daerah,  atau perguruan  tinggi    untuk    melakukan  pelatihan  atau  penelitianeksplorasi
perikanan  Pasal  22;  dan  c  surat  keterangan  pemasangan  transmitter  VMS pada saat pengajuan SIKPI Pasal 24 ayat 1.
Salah  satu  manfaat  data  VMS  adalah  untuk  mengetahui    posisi  dan pergerakan  kapal  penangkapan  ikan.  Berdasarkan  data  VMS  tahun  2012,
sebagian  besar  kapal  yang  menangkap  ikan  di  laut  lepas  berada  pada  Samudera Hindia yang menjadi wilayah kewenangan IOTC dan CCSBT. Sedangkan untuk
wilayah  Konvensi  WCPFC,  kapal  penangkapan  ikan  Indonesia  lebih  banyak terkonsentrasi pada perairan teritorial dan ZEE Indonesia. Posisi kapal Indonesia
yang terpantau pada Fisheries Monitoring Center FMC Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat dilihat pada Gambar 12.
Penggunaan  VMS  belum  seluruhnya  dipatuhi  oleh  kapal  penangkapan ikan  Indonesia.  Berdasarkan  hasil  penelusuran  Ditjen  PSDKP  tahun  2012
terhadap  lacak  tracking  VMS  dari  93  kapal  penangkapan  ikan  Indonesia  yang beroperasi  di  laut  lepas  hanya  64  kapal  68,8  persen  yang  berhasil  dilacak,
sedangkan  tidak  bisa  dilacak  29  kapal  yang  terdiri  dari  kapal  dibawah  60  GT sejumlah  13  kapal,  tidak  terdaftar  9  kapal  dan  alasan  GPS  error  4  kapal.
Beberapa  pelanggaran  pelaku  usaha  penangkapan  ikan  yang  mengakibatkan transmitter
tidak terdeksi di Fisheries Monitoring Center FMC Ditjen P2SDKP adalah  ;  1  tidak  memasang  transmitter  pada  kapal  yang  telah  ditentukan,  2
memasang  transmitter  tetapi  tidak  dapat  dipantau    pada  FMC,  3  tidak mengaktifkan  transmitter,  4  tidak  mendaftarkan  transmitter  yang  telah
terpasang  pada  kapal  perikanan,  5  tidak  melaporkan  perubahan  kepemilikan, keagenan, nama, spesifikasi dan perubahan id transmitter.
Sumber : Sumber Ditjen PSDKP KKP, 2013
Gambar  11  Posisi  Kapal  Penangkapan  Ikan  Indonesia  Berdasarkan  Data  VMS tahun 2012
5.2.2 Penegakan Hukum
Penegakan hukum pada WCPFC terdapat lima ketentuan CMM. Pertama, CMM  2009-01  tentang  Pendaatan  Kapal  dan  Izin  Penangkapan  Ikan  Record  of
Fishing  Vessels  And  Authorization  to    Fish yang  bertujuan  menetapkan  izin
penangkapan  ikan  di  area  Konvensi  dan  mewajibkan  negara  anggota  untuk memiliki  kemanpuan  untuk  mengedalikan  secara  efektif  termasuk  penegakan
hukum dan peraturan jika terjadi pelanggaran. Kedua  CMM  2009-09  tentang  Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi
untuk Kapal-Kapal Tanpa Kebangsaan Conservation and Management Measure for Vessels Without Nationality
yang merupakan implementasi pasal 10 konvensi, di  mana  kapal  yang  tidak  memiliki  kebangsaan  adalah  kapal  yang  tidak
mengibarkan  bendera  suatu  negara  atau  mengibarkan  dua  atau  lebih  bendera negara sesuai dengan padal 92 UNCLOS 1982.  Penegakan hukum dalam konteks
ini  terkait  dengan  kebangsaan  kapal  yang  diatur  dalam  PP  No.  51  Tahun  2002. Aturan  tersebut  dituangkan  dalam  bagian  kedua  Bab  V  tentang  pendaftaran  dan
kebangsaan kapal Indonesia. Menurut Pasal 41 ayat 1, kapal yang telah didaftar di Indonesia dapat diberikan surat tanda kebangsaan kapal Indonesia sebagai bukti
kebangsaan.  Surat  tanda  kebangsaan  tersebut  di  berikan  dalam  bentuk  Pasal  41 ayat 2:
a.  Surat laut untuk kapal -kapal yang berlayar di perairan laut dengan tonase kotor 175 GT. 175 atau lebih.
b.  Pas  tahunan  untuk  kapal  -kapal  yang  berlayar  di  perairan  laut  dengan tonase kotor 7 GT. 7 dan sampai dengan tonase kotor kurang dari 175
GT.175. c.  Pas kecil untuk kapal -kapal yang berlayar di perairan laut dengan tonase
kotor kurang dari 7  GT. 7. d.  Pas perairan daratan untuk kapal-kapal yang berlayar di perairan daratan.
Surat  tanda  kebangsaan  kapal  diberikan  sebagai  dasar  bagi  kapal  untuk dapat mengibarkan bendera Indonesia sebagai bendera kebangsaan Pasal 42 ayat
1, yang harus selalu berada di atas kapal bila sedang berlayar Pasal 42 ayat 2. Selain  itu,  UU  No.  21  Tahun  2009  menambahkan  kewajiban  pemberantasan
penangkapan  ikan  secara  melanggar  hukum  di  Wilayah  Pengelolaan  Perikanan Republik  Indonesia  oleh  kapal  perikanan  asing  dan  membuka  kesempatan  bagi
kapal Indonesia untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di Laut Lepas. Sebelum  tahun  2008,  Indonesia  pernah  menerapkan  sistem  perjanjian
bilateral  dengan  tiga  negara  yakni  China,  Thailand  dan  Philipina  untuk memanfaatkan  sumberdaya  ikan  di  ZEE  Indonesia.  Perjanjian  bilateral  dengan
ketiga  negara  tersebut  sudah  berakhir  dan  tidak  diperpanjang  lagi.  Namun  kerja sama  dengan  Thailand  dilanjutkan  dalam  bentuk  usaha  patungan,  sewa  atau
impor kapal oleh PMA atau perusahaan swasta nasional yang menggunakan eks kapal lisensi eks. kapal ikan berbendera Thailand sesuai dengan ketentuan yang
tertuang  dalam  Permen  KP  No.  172006  tentang  Usaha  Penangkapan  Ikan. Permen KP No 172006 telah direvisi beberapa kali, terakhir menjadi Permen KP
No. Per.30Men2012. Sistem  skim  lisensi  yang  pernah  dilaksanakan  memang  menguntungkan
bagi  peningkatan  devisa  dari  pungutan  perikanan  terhadap  kapal  asing.  Namun juga banyak merugikan karena menyebabkan armada nasional tidak berkembang,
dominasi  tenaga  kerja  asing  dan  pengurasan  sumber  daya  ikan  terutama  di perairan tempat beroperasinya kapal ikan asing. Diharapkan dengan sistem usaha
patungan  armada  nasional  dapat  berkembang  karena  kapal  ikan  asing  akan berubah  kepemilikan  atau  alih  bendera  sehingga  memperbesar  jumlah  armada
perikanan  nasional.  Disamping  itu,  armada  perikanan  nasional  diharapkan bertambah dari kapal ikan yang akan dibangun di Indonesia.
Sejak tahun 2008 pemerintah untuk tidak melanjutkan sistem skim lisensi kapal  asing  ditujukan  untuk  meningkatkan  kemampuan  armada  perikanan
nasional. Melalui sistem usaha patungan, diharapkan ada penyertaan modal dari pengusaha perikanan domestik dan kewajiban membangun unit pengolahan ikan
sehingga  meningkatkan  usaha  pengolahan  dan  pemasaran  ikan  di  dalam  negeri. Namun dalam perkembangan usaha patungan banyak terjadi penyimpangan.
Sampai  dengan  tahun  2012,  Ditjen  Perikanan  Tangkap  telah  mencabut 1.166  buah  izin.  Pencabutan  izin  dilakukan  antara  lain  karena  hal-hal  sebagai
berikut  :  1  Pemilik  izin  tidak  merealisasikan  alokasi  SIUP  yang  dimilikinya dalam  jangka  waktu  2  dua  tahun;  2  Kapal  dilaporkan  dan  telah  terbukti
melakukan  IUU  Fishing  masuk  dalam IUU  List    RFMO’s;  3  Tidak
melaksanakan  ketentuan  yang  tercantum  dalam  SIUP  dan  SIPISIKPI;  dan  4 Permohonan pelaku usaha karena kapal terbukti telah tidak ada tenggelam atau
rusakhancur atau tidak beroperasi lagi.
5.2.3 Kapal Penangkapan Ikan
Beberapa  ketentuan  WCPFC    yang  terkait  dengan  kapal  penangkapan ikan, yaitu Call Sign dan Identification Number WIN, Pendataan dan pemberian
izin kapal penangkapan ikan serta Laporan Tangkapan. 1 Call Sign dan Identification Number WIN
Call  Sign dan  Identification  Number  WIN  ditetapkan  melalui  CMM
2004-03  tentang  Spesifikasi  Untuk  Penandaan  dan  Identifikasi  Kapal Penangkapan Ikan Specifications For The Marking And Identification Of Fishing
Vessels .    CMM  2004-03  ini  bertujuan  untuk  menentukan  identifikasi  kapal
penangkapan  ikan  yang  beroperasi  di  area  Konvensi.  Kewajiban  negara  anggota untuk  mendesak  operatorpengusaha  penangkapan  ikan  untuk  mengadopsi
International  Telecommunication  Union    Radio    Call    Signs    IRCS dan  kapal
harus memiliki nomor identitas WCPFC WCPFC Identification NumberWIN. Menurut  Pasal  48  ayat  1  PP  No.  51  Tahun  2002,  kapal  Indonesia  yang
dilengkapi  dengan  perangkat  komunikasi  radio  kapal  harus  mempunyai  tanda panggilan  call  sign  sebagai  salah  satu  identitas  kapal.  Aturan  call  sign  juga
dituangkan  dalam  Lampiran  III  Permen  KP  No.  Per.30Men2012,  sedangkan WIN di tuangkan dalam Lampiran II Permen KP No. Per.12Men2012.
Berdasarkan  430  kapal  penangkapan  ikan  Indonesia  yang  terdaftar  pada Komisi  WCPFC  sampai  dengan  tahun  2012  terdapat  399  kapal  atau  93  persen
yang  telah  memiliki  IRCSWIN,  sedangkan  31  kapal  atau  tujuh  persen  belum memiliki IRCSWIN sehingga sesuai dengan ketentuan WCPC 31 kapal tersebut
dikategorikan illegal. 2 Pendataan dan Pemberian Izin Kapal Penangkapan Ikan.
Pendataan  dan  pemberian  izin  kapal  penangkapan  ikan  ditetapkan  pada CMM  2009-01  tentang  Pendataan  Kapal  dan  Izin  Penangkapan  Ikan  Record  of
Fishing  Vessels  And  Authorization  to    Fish yang  bertujuan  menetapkan  izin
penangkapan  ikan  di  area  Konvensi  dan  mewajibkan  negara  anggota  untuk memiliki  kemampuan  untuk  mengendalikan  secara  efektif  termasuk  penegakan
hukum  dan  peraturan  jika  terjadi  pelanggaran.  Pendataan  kapal  sesuai  pasal  24 Konvensi  WCPFC  mensyaratkan  bahwa  penangkapan  ikan  di  wilayah  Konvensi
hanya  dilakukan  oleh  kapal-kapal  negara  anggota  sedangkan  penangkapan  ikan diwilayah  jurisdiksi  negara  negara  lain  harus  memiliki  izin  negara  bersangkutan
sesuai dengan peraturan negara tersebut. Jumlah izin harus sesuai dengan potensi penangkapan diwilayah Konvensi dan tidak memiliki catatan IUU Fishing.
Sampai  dengan  tahun  2012  terdapat  430  kapal  bendera  Indonesia  yang telah  didaftarkan  pada  Komisi  WCPFC  yang  terdiri  dari  kapal  gillnet,  pole  and
line ,  kapal  pendukung,  longline,  dan  purse  seine.  Dari  jumlah  tersebut,  kapal
bendera  Indonesia  yang memiliki izin di atas  30 GT izin pusat sampai dengan 2012  berjumlah  363  kapal  atau  84  persen  dari  jumlah  kapal  yang  terdaftar  pada
WCPFC. Komposisi kapal perjenis alat tangkap pada Gambar 12.
Sumber : Diolah dari Data Base WCPFC dan  Data Perizinan Ditjen Perikanan Tangkap
Gambar 12 Kapal  Bendera  Indonesia  yang  didaftarkan  pada  Komisi
WCPFC
Pengaturan pemenuhan dan standar umum operasional kapal diatur dalam PP  No.  51  Tahun  2002.  Sementara  aturan  pengadaan  kapal  ikan  di  atur  dalam
Permen  KP  No.  Per.12Men2012.  Menurut  Pasal  50,  setiap    orang    yang    akan mengadakan  kapal  penangkap  ikan  atau  kapal  pengangkut  ikan  untuk
dipergunakan di laut lepas, harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari  Direktur  Jenderal  Perikanan  Tangkap.  Adapun  lampiran  untuk  pengadaan
kapal baru, yaitu: a.  Fotokopi SIUP, yang mencantumkan wilayah penangkapan dan pengangkutan
ikan di Laut Lepas; b.  Fotokopi  gambar  rencana  umum  kapal  general  arrangement,  termasuk
spesifikasi alat penangkapan ikan; c.  Fotokopi  gambar  rencana  umum  kapal,  termasuk  spesifikasi  untuk  kapal
pengangkut ikan; d.  Nama perusahaan, lokasi dan negara tempat pembangunan kapal; dan
e.  Surat keterangan dari galangan kapal tempat kapal akan dibangun.
69 128
76 82
8 1
23 62
182 160
2 20
40 60
80 100
120 140
160 180
200
Gillnet Pole and line Support Vessel
Purse seine Longline
Purse sein Kapal tidak
spesifik Handline
Izin Indonesia Terdaftar WCPFC
Sementara lampiran untuk pengadaan kapal bukan baru, yaitu: a.  Fotokopi SIUP yang mencantumkan wilayah penangkapan di Laut Lepas;
b.  Grosse akta; c.  Fotokopi gambar rencana umum kapal, termasuk spesifikasi alat penangkapan
ikan; d.  Fotokopi gambar rencana umum, untuk kapal pengangkut ikan;
e.  Bendera kapal sebelumnya; f.  Fotokopi tanda kebangsaan kapal; dan
g.  surat pernyataan bahwa kapal tidak tercantum dalam  IUU Vessel List RFMO Pengadaan  kapal  penangkap  ikan  danatau  kapal    pengangkut  ikan  dapat
dilakukan dari dalam negeri danatau luar negeri Pasal 50  ayat 3.  Lebih lanjut, pengadaan    kapal  penangkap  ikan  danatau  kapal  pengangkut  ikan  yang  berasal
dari  dalam  negeri,  dapat  dilakukan  untuk  kapal  berukuran  di  atas  30  GT. Sementara  pengadaan  kapal  penangkap  ikan  yang  berasal  dari  luar  negeri  hanya
dapat  dilakukan  untuk  kapal  berukuran  di  atas  100  GT.  Sedangkan  pengadaan kapal pengangkut ikan yang berasal dari luar negeri hanya dapat dilakukan untuk
kapal berukuran di atas 500  GT - 1.500 GT. Aturan pengadaan kapal ikan dapat dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan
BupatiWalikota.  Kewenangan  Menteri  diberikan  kepada  Direktur  Jenderal Perikanan  Tangkap  untuk  kapal  penangkap  ikan  dan  kapal  pengangkut  ikan
ukuran  diatas  30  GT,  Gubernur  memberikan  kewenangan  persetujuan  dengan ukuran  diatas  10  GT  -  30  GT,  dan  BupatiWalikota  memberikan  kewenangan
persetujuan  dengan  ukuran  sampai  dengan  10  GT  Pasal  30.  Pengadaan    kapal penangkap  ikan  danatau  kapal  pengangkut  ikan  dapat  dilakukan  dari  dalam
negeri  danatau  luar  negeri  dengan    cara    membeli,    membangun,  atau memodifikasi Pasal 31 ayat 1.
3  Laporan Tangkapan Laporan  tangkapan  salah  satunya  melalui  logbook  penangkapan  ikan,
dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan, diperlukan data
dan  informasi  perikanan  yang  akurat  terkait  dengan  kegiatan  penangkapan  ikan dalam  logbook  penangkapan  ikan.  Aturan  logbook  penangkapan  ikan  ditetapkan
dalam  Permen  KP  No.  Per.18Men2010.  Logbook  yang  ada  saat  ini  melengkapi sistem  pendataan  statistik  perikanan  tangkap  dan  kebutuhan  pengkajian  stock.
Informasi yang tercatat dalam logbook  berupa : a.  Jumlah    kapal  penangkap  ikan  yang  beroperasi  active  vessel  berdasarkan  ;
jenis  alat  penangkap  ikan,  ukuran  kapal,  pelabuhan  pendaratan,  pelabuhan keberangkatan  Pelabuhan  yang  mengeluarkan  SPB  Port  Clearance  dan
wilayah pengelolaan perikanan WPP b.  Jumlah  hasil  tangkapan  yang  terdiri  dari  ;  jenis  alat  penangkapan  ikan,  jenis
ikan dan hasil tangkapan sampingan. c.  Produktivitas  kapal  penangkapan  ikan  berdasarkan  jenis  alat  penangkapan
ikanGTWPPtahun. Pengisiaan  logbook  mulai  di  laksanakan  sejak  Januari  2011  pada  22
pelabuhan perikanan unit pelaksana teknis UPT Pusat, satu pelabuhan perikanan swasta  Barelang  dan  satu  pelabuhan  umum  Benoa.  Jenis  informasi  yang
dikumpulkan  antara  lain  adalah  jenis  alat  penangkapan  ikan,  ukuran  kapal, pelabuhan  pendaratan,  pelabuhan  keberangkatan,  jenis  ikan,  dan  hasil  tangkapan
sampingan. Berdasarkan  rekapitulasi  data  logbook  tahun  2011  tingkat  kesadaran
pelaku  usaha  penangkapan  ikan  yang  menangkap  ikan  di  wilayah  kewenangan RFMO  masih  rendah,  yakni  IOTC  332  kapal  atau  44,87  persen  dari  740  kapal
yang  terdaftar  pada  IOTC,  CCSBT  76  kapal  atau  33,48  persen    dari  227  kapal yang  terdaftar  pada  CCSBT,  dan  WCPFC  41  kapal  atau  31,30  persen  dari  131
kapal  yang  terdaftar  pada  WCPFC.  Data  logbook  pada  UPT  pusat  tahun  2012 adalah disajikan pada Tabel 16.
Pelaksanaan  logbook  penangkapan  ikan  di  Indonesia  dihadapkan  pada beberapa  permasalahan  dan  kendala,  yaitu:  a  kurangnya  sosialisasi  pengisian
logbook oleh  para  nakhoda.  b  pengisian  logbook  banyak  diisi  oleh  pengurus
perusahaan  di  darat,  sehingga  manipulasi  data  sangat  besar,  dan  c  Format logbook
penangkapan  ikan  dirasakan  nakhoda  kurang  sederhana  sehingga membingungkan nakhoda dalam mengisi buku logbook.
Tabel 16.  Data Logbook pada Pelabuhan Perikanan UPT Pusat Tahun 2012
No. Pelabuhan Perikanan
Jumlah Yang Malaksanakan Logbook
Wilayah Kewenangan
RFMO Kapal
Trip
1 Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan
1.262 40.867
- 2
Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus 13
15 IOTC
3 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman 1.481
1.519 -
4 Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap
304 363
IOTCCCSBT 5
Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung 1.394
2.168 IOTC
6 Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari
413 754
WCPFC 7
Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga -
- IOTC
8 Pelabuhan Perikanan Nusantara Tanjung
Pandan 24
24 WCPFC
9 Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungai Liat
707 1.118
WCPFC 10
Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu -
- WCPFC
11 Pelabuhan Perikanan Nusantara
PalabuhanRatu 862
1.786 IOTCCCSBT
12 Pelabuhan Perikanan Nusantara Kejawanan
135 135
WCPFC 13
Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan 52
52 WCPFC
14 Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong
- -
WCPFC 15
Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi 332
477 WCPFC
16 Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pengambengan 301
803 IOTCCCSBT
17 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat
307 518
WCPFC 18
Pelabuhan Perikanan Nusantara Ambon 201
226 WCPFC
19 Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual
129 142
WCPFC 20
Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate 234
489 WCPFC
21 Pelabuhan Perikanan Pantai Teluk Batang
- -
WCPFC 22
Pelabuhan Perikanan Pantai Kwandang 62
62 WCPFC
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap Tahun 2012
5.2.4 Alat Penangkap Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan
Ketentuan pengaturan  alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan  ditetapkan  melalui  dua  CMM  yakni  CMM  2008-04  tentang  Tindakan
Pengelolaan  dan  Konservasi  terhadap  Jaring  Insang  Hanyut  Skala  Besar  pada Laut Lepas Area Konvensi Conservation and  Management  Measure to Prohibit
the  Use of Large-Scale Driftnets on the High Seas in the Convention Area , dan
CMM 2009-02 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penutupan Rumpon
dan  Retensi  Penangkapan  Conservation  and    Management    Measure  on  the Aplication of High Seas FAD Closures And Catch Retention
.
1   CMM 2008-04 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi terhadap Jaring Insang  Hanyut  Skala  Besar  pada    Laut  Lepas  Area  Konvensi  Conservation
and  Management  Measure to Prohibit the  Use of  Large-Scale Driftnets on the High Seas in the Convention Area
CMM 2008-04 mengadopsi Resolusi United Nations Nomor 46215  yang menyerukan  perlunya  moratorium  global  untuk  jaring  insang  hanyut  skala  besar
karena berdampak buruk terhadap keberlanjutan ekosistem. Ketentuan ini berlaku bagi negara anggota WCPFC di wilayah Konvensi terkecuali jika negara bendera
menangkap ikan di wilayah yurisdikasi dimana jaring insang hanyut diizinkan. Jaring insang hanyut diatur melalui Pasal 13 dan Pasal 28 Permen KP No.
Per.02Men2011  yang  merupakan  alat  penangkapan  ikan  bersifat  pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran :
a.  mesh size  1,5 inch, P tali ris  500 m, menggunakan kapal motor berukuran 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III di WPP-
NRI  571,  WPP-NRI  572,  WPP-NRI  573,  WPP-NRI  711,  WPP-NRI  712, WPP-NRI 713, WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716, WPP-NRI 717
dan WPP-NRI 718. b.  mesh  size    1,5  inch,  P  tali  ris    1.000  m,  menggunakan  kapal  motor
berukuran    5  sd  10  GT,  dan  dioperasikan  pada  jalur  penangkapan  ikan  IB, II,  dan  III  di  WPP-NRI  571,  WPP-NRI  572,  WPP-NRI  573,  WPP-NRI  711,
WPPNRI 712, WPP-NRI 713, WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716, WPPNRI 717 dan WPP-NRI 718.
c.  mesh  size    1,5  inch,  P  tali  ris    2.500  m,  menggunakan  kapal  motor berukuran  10 sd  30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III
di  WPP-NRI  571,  WPP-NRI  572,  WPP-NRI  573,  WPP-NRI  711,  WPP-NRI 712,  WPP-NRI  713,  WPP-NRI  714,  WPP-NRI  715,  WPP-NRI  716,  WPP-
NRI 717 dan WPP-NRI 718. d.  mesh size  4 inch, P tali ris  2.500 m, menggunakan kapal motor berukuran
30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III di WPP-NRI 571,
WPPNRI 572, WPP-NRI 573, WPP-NRI 711, WPP-NRI 712, WPP-NRI 713, WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716, WPP-NRI 717 dan WPP-NRI
718. Berdasarkan  data  perizinan  Ditjen  Perikanan  Tangkap  sampai  dengan
tahun 2012 terdapat satu kapal jaring insang hanyut yang diberi izin penangkapan ikan  di  ZEE  Indonesia  Samudera  Pasifik  yakni  KM  Ericaristine  dengan  ukuran
517  GT.  Namun    berdasarkan    Record  of  Fishing  Vessel  RVF  WCPFC    kapal tersebut telah dihapus pada daftar kapal WCPFC per tanggal 12 November 2009.
2  CMM  2009-02  tentang  Tindakan  Pengelolaan  dan  Konservasi  Penutupan Rumpon dan Retensi Penangkapan Conservation and  Management  Measure
on the Aplication of High Seas Fad Closures And Catch Retention CMM  2009-02  melengkapi  dan  menjadi  bagian  dari    CMM  2008-01
tentang bigeye dan yellowfin di area WCPFC  yang bertujuan untuk  memastikan implemetasi  konsisten  dari  penutupan  rumpon  diarea  perairan  antara    20
LS derajat  dan  20
LU  pada  periode  1  Agustus  sampai  dengan  30  September. Pengertian rumpon pada  CMM 2008-01 adalah  benda atau kelompok benda  dari
berbagai  ukuran,  yang  telah  atau  belum  di  gunakandi  pasang,  baik  hidup  atau tidak  hidup,  termasuk  tetapi  tidak  terbatas  pada  buoys,  mengapung,  jaring,
anyaman,  plastik,  bambu,  kayu  dan  hiu  paus  mengambang  didalam  atau  dekat permukaan air yang berasosiasinya.
Selama  periode  penutupan  rumpon,  semua  kapal  purse  seine  tanpa observer
di  atas  kapal  wajib  menghentikan  kegiatan  penangkapan  ikan. Sedangkan  kapal  penangkapan  ikan  yang  dapat  melakukan  operasi  penangkapan
ikan yang hanya terdapat observer diatas kapal dari Regional Observer Program untuk memonitor kapal tersebut tidak memasang atau menangkap ikan di rumpon.
Permintaan  observer  dari    Regional  Observer  Program  harus  memberitahukan kepada  koordinator  program  observer  selambatnya  21  hari  sebelumnya.  Namun
jika  tidak  tersedia  observer    dari  Regional  Observer  Program  maka  negara bendera dapat menempatkan observer nasionalnya pada kapal tersebut.
Selama waktu penutupan rumpon, kapal purse seine hanya diperbolehkan untuk melakukan operiasonal penangkapan berada satu mil dari rumpon. Operator