Latar Belakang Strategi kebijakan perikanan tangkap indonesia dalam kerjasama perikanan regional pada West and Central Pacific Fisheries Commision (WCPFC)

mengacu kepada Lampiran B Kesepakatan Pendirian IOTC. Perbedaan pemberian nama juga terdapat pada kelompok spesies beruaya jauh selain tuna, bahkan kesalahan juga terdapat pada pengelompokan famili dan jumlah spesies dalam satu famili Serdy, 2003. Tabel 1 Perbandingan Penamaan Tuna Beruaya Jauh antara FAO dan UNLOS Inggris Perancis Spanyol UNCLOS FAO UNCLOS FAO UNCLOS FAO Albacore tuna Albacore Thon blane germon Germon Atun blanco Atun blanco Bluefin tuna Northern bluefin tuna Thon rouge Thon rouge Atun rojo Atun Bigeye tuna Bigeye tuna Thon obese a gros ceil Thon obese Patudo Patudo Skipjack tuna Skipjack tuna Bonite a ventre raye Listo Listodo Listodo Yellowfin tuna Yellowfin tuna Thon a negeore jaune Albacore Rabil Rabil Blackfin tuna Blackfin tuna Thon noir Thon a nageoires Atun de aleta negra Atun aleta negra Little tuna Kagawa E. affinis; Little tunny E. alletteratus Thoine Thoine orientale E. affinis; Thonine E. alletteratus Bonito del Pacifico Bacoreta oriental E. affinis; Bacoreta E. alletteratus Southern bluefin tuna Southern bluefin tuna Thon a nageoire bleue Thon rouge du sud Atun de aleta azul del sur Atun del sur Frigate mackerel Frigate tuna A.thazard; Bullet A.rochei Auxide Auxide A.thazard; Bonite A.rochei Melva Melva A.thazard; Melvera A.rochei Sumber : Serdy A 2003

2.3 Straddling Stocks Sediaan Beruaya Terbatas

Pada pasal 63 UNCLOS, straddling stock didefinisikan sebagai sediaan ikan yang sama atau sejenis yang terdapat dalam ZEE dua negara pantai atau lebih. Menurut Maguire, 2006, konsep sediaan beruaya terbatas dapat meliputi satu kesatuan dari sebagian besar sediaan ikan didalam perairan ZEE suatu negara hingga diluar perairan ZEE atau laut lepas. Tidak ada batasan jumlah biomass, suatu jenis ikan dikategorikan sebagai sediaan beruaya terbatas, sebagai contoh northern cod 95 persen biomass berada di perairan pantai Maguire, 2006.

2.4 High Seas Stocks Fish Sediaan Ikan Laut Lepas

Sediaan ikan laut lepas tidak didefinisikan secara khusus dalam UNCLOS 1982, namun secara umum konsep high seas stocks fish terdapat dalam UN Fish Stock Agreement 1995. FAO 1994 menggunakan istilah purely high seas stocks untuk jenis ikan yang tidak ditemukan dalam perairan ZEE, atau jenis ini hanya ditemukan di laut lepas Maguire, 2006.

2.5 Transboundary Stocks Sediaan di Perbatasan Antar Negara

Menurut Caddy 1997, sediaan di perbatasan antar negara merupakan sekolompok organisme yang dieksploitasi secara komersil, tersebar atau beruaya melintasi b atas maritim dua negara atau lebih, atau batas maritim dari sebuah negara dan laut lepas tertentu, dimana hanya dapat dikelola secara efektif melalui kerjasama antar negara.

2.6 Norma – Norma Pengelolaan Perikanan Global

Prinsip kebebasan di laut lepas freedom of the high seas, khususnya kebebasan menangkap ikan freedom of fishing sebagai salah satu pilar dalam Hukum Laut Internasional, tampaknya mulai melemah dan secara perlahan-lahan akan berakhir. Faktor pendorong semakin melemahnya prinsip kebebasan menangkap ikan di laut lepas adalah karena timbulnya kekhawatiran akan semakin menurunnya potensi sumberdaya ikan, antara lain karena semakin intensifnya teknologi penangkapan ikan yang dapat membahayakan kelestariannya. Apabila yang dikhawatirkan itu ternyata terbukti, maka pada gilirannya dapat diperkirakan akan mengancam keberlanjutan usaha penangkapan ikan. Berbagai upaya kompromi telah dilakukan melalui Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut. Salah satu alternatifnya adalah melalui pemberian hak eksklusif souvereign rights kepada negara-negara pantai untuk melakukan konservasi dan pengelolaan sumber-sumber perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif ZEE. Upaya tersebut akan menjadi kurang efektif apabila armada perikanan dari berbagai negara mengarahkan operasinya ke kawasan- kawasan laut yang berbatasan dengan ZEE. Kawasan ini berada di luar jangkauan yurisdiksi negara pantai, terutama apabila sasarannya adalah jenis-jenis ikan yang beruaya jauh dari ZEE ke laut lepas dan sebaliknya. Food and Agriculture Organization FAO, bersama-sama dengan The Division for Ocean Affairs and the Law of the Sea, Office of Legal Affairs of the United Nations telah mengembangkan norma-norma perikanan untuk dapat diberlakukan secara global. Norma-norma perikanan global ini direncanakan untuk diterapkan melalui pemberdayaan organisasi-organisasi perikanan regional, baik yang telah ada maupun yang akan dibentuk di kawasan-kawasan tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan norma-norma pengelolaan perikanan internasional pada dasarnya merupakan rancangan rinci dari ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam UNCLOS 1982, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan jenis-jenis ikan yang beruaya terbatas Pasal 63 dan jenis-jenis ikan yang beruaya jauh Pasal 64. Pengaturan internasional yang berkaitan dengan kegiatan perikanan terdiri dari: 1 United Nations on the Law of the Sea UNCLOS 1982 Konvensi Hukum Laut 1982 Pada hukum laut sebelumnya, Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Seas merupakan bagian yang terpisah dari Konvensi Jenewa 1958. Dalam UNCLOS 1982 kedua hal tersebut telah diatur secara komprehensif yaitu tepatnya terdapat dalam Pasal 116-120 Konvensi. Disamping itu, UNCLOS 1982 juga mengatur persoalan perikanan pada rejim- rejim maritim lainnya terutama pada rejim ZEE yang terdapat dalam Bab V Pasal 55-75 UNCLOS 1982. 2 Agreement for the Implementation of the Provision of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks United Nations Implementing AgreementUNIA 1995. Persetujuan ini merupakan hasil dari konferensi yang membahas masalah konservasi dan pengelolaan jenis-jenis ikan yang beruaya terbatas dan jenis-jenis ikan yang beruaya jauh. Persetujuan ini dicapai melalui enam kali persidangan yang berlangsung sejak April 1993 sampai Agustus 1995 bertempat di Markas Besar PBB di New York. Selain dihadiri oleh 137 perwakilan negara termasuk Indonesia, konferensi ini dihadiri pula oleh perwakilan organisasi-organisasi perikanan regional. Konferensi tersebut di atas merupakan tindak lanjut dari Resolusi Majelis Umum PBB No. 47192 tanggal 22 Desember 1992 yang menindaklanjuti mandat Agenda 21 sebagai salah satu hasil KTT Rio de Janeiro 1992 tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan. 3 Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas, 1993. Persetujuan ini berlaku untuk semua kapal perikanan dengan maksud untuk meningkatkan penaatan kapal-kapal perikanan terhadap ketentuan- ketentuan konservasi sumber-sumber perikanan di laut lepas. Pemberlakuan Persetujuan ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab Code of Conduct for Responsible Fisheries yang dicanangkan urgensinya pada Deklarasi Cancun, 1992 dan Deklarasi Rio de Janeiro, 1992, dan khususnya di dalam Agenda 21. 4 Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF. CCRF merupakan penjabaran secara terperinci untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam UNIA 1995. Sedangkan Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas 1993 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Tata Laksana ini. Walaupun demikian substansi pengaturannya hanya sebagian kecil saja yang berkaitan dengan permasalahan perikanan di laut lepas, karena sebagian besar pengaturannya berkaitan dengan masalah pengelolaan sumber-sumber perikanan di perairan nasional dan ZEE, baik budi daya maupun perikanan tangkap, yang harus dilakukan secara bertanggung jawab. Tata Laksana ini memuat prinsip-prinsip dan standar perilaku internasional dengan tujuan untuk menjamin agar upaya-upaya konservasi dan pengelolaan sumber-sumber perikanan dapat berhasil secara efektif, termasuk perlindungan habitat dan ekosistem serta keragaman jenis dan populasinya. Oleh karena itu, setiap negara, organisasi internasional, dan individu dihimbau untuk secara sukarela melaksanakan ketentuan-ketentuan yang dirancang untuk memiliki kekuatan berlaku secara universal, meliputi antara lain: prinsip-prinsip umum, pengelolaan sumber-sumber perikanan, dan operasi penangkapan ikan. 5 UN Conference on Environment and Development UNCED : Agenda 21 Agenda 21 merupakan merupakan respon dalam mempersiapkan secara global tantangan pembangunan pada abad ke – 21, dimana bertujuan untuk terus meningkatkan kualitas hidup manusia dan pembangunan yang berkelanjutan. Terdapat beberapa bagian yang terkait dengan pengelolaan perikanan berkelanjutan, yakni : a Bagian I .Dimensi Sosial dan Ekonomi Bab 2 dan Bab 8. Walaupun tidak berhubungan langsung dengan perikanan, namun terdapat beberapa isu yang berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan, termasuk salah satunya adalah perikanan. b Bagian II. Pengelolaan dan Konservasi Sumberdaya. Terdapat beberapa bab yang berhubungan dengan perikanan, yakni 1 Bab 9; Perlindungan atmosphere, berhubungan dengan buangan gas polusi dari aktivitas penangkapan ikan dan penggunaan mesin pendingin yang dapat menipsikan ozon; 2 Bab 15; Konservasi dan keanekaragaman hayati; 3 Bab 17; Perlindungan laut, termasuk laut tertutup, semi tertutup dan wilayah pesisir yang meliputi : pengelolaan terpadu dan berkalanjutan wilayah pesisir dan ZEE, perlindungan lingkungan laut, pemanfaatan berkelanjutan dan perlindungan sumberdaya hayati di laut lepas, pemanfaatan berkelanjutan dan konservasi sumberdaya hayati laut di wilayah hukum nasional, penguatan kerjasama dan koordinasi pada tingkat regional dan internasional, dan pembangunan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan.