Pendekatan Pastoral untuk Orang Sakit

96 sekitar tempat tinggal Totok S. Wiryasaputra, 2007: 60. Dampak dari perubahan yang dialami mulai dari perubahan fisik, psikis, dan sosial ini akan mempengaruhi dinamika hidup seseorang yang menderita kanker tersebut. Pada peringatan Hari Orang Sakit Sedunia yang diperingati pada tanggal 11 Februari 2015 yang lalu, Paus Fransiskus yang dikutib oleh tim Liturgi Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran pada buku teks misa 2015: 15, mengajak seluruh umat Kristiani untuk memiliki kebijaksanaan hati dalam melayani saudara-saudara dan saudari-saudari yang sedang sakit atau menderita. Mengutib perkataan Ayub : “Saya adalah mata dari orang buta, dan kaki dari orang lumpuh”, Paus Fransiskus ingin menunjukkan kepada segenap umat Kristiani bahwa pelayanan yang dibaktikan orang benar ini, sambil menyandang suatu wewenang dan kedudukan penting di antara para tetua kota, kepada mereka yang berkekurangan. Keluhuran moral ini terungkapkan dalam bantuan yang dia berikan kepada kaum miskin yang mencari bantuan dan dalam pedulinya akan para yatim dan janda Ayb 29:12-13. Dalam kaitannya dengan pendampingan pastoral bagi penderita kanker, Paus Fransiskus mengharapkan kepada segenap umat Kristiani untuk dekat dengan orang sakit yang membutuhkan perhatian berkelanjutan dan membantu dalam hal mencuci, mengenakan pakaian, dan memberi makan. Pelayanan ini, jika dilakukan tanpa lapang dada, dapat melelahkan dan menbosankan karena prses tidak hanya berhenti pada satu atau dua hari atau pada fase-fase tertentu melainkan lebih dari itu, yakni ketika sudah siap mendampingi pun juga siap menuntaskan pendampingan dalam artian mendampingi hingga akhir.Dengan 97 demikian kiranya hati juga dilibatkan sehingga sukacita memenuhi setiap usaha pelayanan yang dilakukan. Secara relatif dapat dikatakan mudah untuk membantu seseorang selama beberapa hati, tetapi kiranya sulit untuk memperhatikan seseorang pribadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, khususnya dalam beberapa kasus ketika dia tidak lagi mampu mengungkapkan rasa terima kasih. Akan tetapi, Paus Fransiskus menggunakan perikop Injil Matius dan Lukas sebagai peneguhannya, “datang tidak untuk dilayani tetapi untuk melayani, dan menyerahkan hidup- Nya demi kebaikan banyak orang” Mat 20:28, karena Yesus sendiri berkata: “Aku ada di antara kamu sebagai seorang yang melayani” Luk 22:27. Sebagai perwujudan dari ungkapan “menjadi mata bagi yang buta dan kaki bagi yang lumpuh” untuk diterapkan dalam pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi, ada sejumlah metode pendampingan yang dapat diterapkan bagi pasien kanker pasca kemoterapi, di antaranya adalah pendampingan pastoral klinis dan meditasi. 1 Pendampingan Pastoral Klinis Clinical Pastoral Education Sepanjang sejarah, orang jaman sekarang telah berpaling ke agama untuk memahami kelahiran, kematian, dan pelbagai pengalaman manusia yang mencakup kondisi sakit. Para pemuka agama dan dokumen-dokumen yang ada berusaha untuk memberikan makna dan rasa untuk hal tersebut menjadi perhatian penting, dan sering memberikan kontribusi dengan cara di luar batas ilmu pengetahuan dan obat-obatan. 98 Berdasarkan argumen pada paragraf tersebut di atas, muncullah sebuah pendekatan berbasis pastoral klinis. Berdasarkan definisi menurut Association for Supervised Pastoral Education in Australia sebagaimana dikutib oleh Ana Suprihatin 1999: 47, pendampingan pastoral klinis Clinical Pastoral Education merupakan sebuah program pendidikan dan formasi untuk pelayanan pastoral. Metodologi yang digunakan dalam program adalah penggunaan model refleksi tindakan pembelajaran. Komponennya berupa aksi yang memerlukan penyediaan sebenarnya pelayanan pastoral dalam pengaturan pelayanan. Perawatan ini mengakui dan hadir untuk kondisi manusia, khususnya dimensi religius dan spiritual kehidupan. Komponen refleksi memerlukan eksplorasi pengalaman pelayanan, dinamika saat ini, dan dimensi teologis dan spiritual. Proses refleksi tindakan ini merupakan bagian integral dari peserta, pemahaman dan pembentukan identitas pastoral dan kompetensi. Pendampingan ini bersifat klinis, artinya pendampingan ini langsung melibatkan diri dalam kehidupan orang-orang yang dilayani. Dengan demikian di dalam pendekatan ini, seseorang dapat belajar mengenai pastoral pertama-tama dari living human documents dan bukan dari buku-buku ataupun dari teori-teori yang sudah ada. Beberapa tokoh yang merupakan perintis model ini adalah William S. Keller, Anton Boisen, dan Richard C. Cabot Suprihatin, 1999: 47. Dalam dinamika pendampingan orang sakit dengan menggunakan pendekatan berbasis pastoral klinis, terdapat dua situasi nyata yang dialami oleh pasien, di antaranya adalah situasi lahiriah dan situasi batiniah. 99 Mengunjungi dan melayani orang sakit yang dirawat di rumah biasanya akan lebih banyak keuntungannya daripada mengunjungi dan melayani orang sakit di rumah sakit, karena pelayan pastoral bertemu dan dapat mengadakan kontak dengan anggota-anggota lain dari keluarga orang yang sakit itu Abineno.2003: 1. Akan tetapi, mengunjungi dan melayani orang sakit yang dirawat di rumah juga memiliki kesulitan tersendiri, karena kehadiran seorang pelayan pastoral bisa disalahtafsirkan dan disalahgunakan oleh keluarga Abineno, 2003: 2. Kunjungan dan pelayanan yang dilakukan di rumah sakit juga memiliki kesulitannya tersendiri, bukan karena adanya peraturan dari rumah sakit, tetapi karena situasi di rumah sakit itu sendiri yang memiliki temponya tersendiri, sehingga pelayan pastoral tidak boleh mengganggu ritme tersebut. Sedang yang dimaksud dengan situasi batiniah adalah situasi orang yang sedang sakit. Orang yang sedang sakit adalah orang yang merasa dirinya dibuat menjadi pasif, sehingga memiliki harapan untuk sembuh, dan orang sakit ini memiliki kelemahan fisik yang menyebabkan orang ini senantiasa memerlukan pertolongan dari orang lain dan juga memiliki ketidakstabilan psikis Abineno, 1999: 4. Orang yang sedang sakit ini bisa saja diibaratkan bahwa orang tersebut sedang mengalami kedukaan, meskipun kedukaan yang dirasakan tidak seperti orang yang mengalami kedukaan saat ditinggal oleh orang yang dikasihinya, karena kedukaan itu seringkali diartikan sebagai penderitaan, dan kata kedukaan ini dapat dikaitkan deengan sesuatu yang kita atau seseorang alami sebagai suatu kerugian Abineno, 1999: 1.