Situasi dan Kondisi Spiritual Orang Sakit

42 Kala itu, Weni benar-benar tidak mempercayai hasil diagnosa dokter. Ia merasa masih baik dan ingin meraih impiannya, namun hal itu berbalik ketika Weni harus mengidap penyakit ini. Tubuh Weni mulai melemah dari hari ke hari. Di balik penderitaan yang sedang ia jalani, Weni juga tak kunjung henti untuk berdoa. Tiada waktu baginya untuk tidak berdoa kepada Tuhan. Namun lama kelamaan Weni mulai berpikir bahwa Tuhan tidak mengabulkan doanya. Lambat laun Weni mulai menyeimbangkan pola hidupnya dengan mulai mengikuti kegiatan-kegiatan kerohanian. Melalui kegiatan kerohanian inilah Weni mulai menyadari bahwa terdapat sejumlah perkara yang menghambat kuasa Allah bekerja di dalam proses yang Weni alami. Weni masih menyimpan sejumlah luka batin yang belum terselesaikan dengan baik dan belum berdamai dengannya. Tanpa tergesa-gesa Weni mulai menyelesaikan satu demi satu luka batin yang masih hinggap di dalam dirinya, Weni berusaha berdamai dan legowo dengan peristiwa buruk yang pernah menimpanya. Bersamaan dengan hal tersebut, Weni pun benar-benar meletakkan proses penyembuhan di dalam kuasa Tuhan, karena ia menyadari sebagai manusia hal ini tidak mungkin terjadi. Weni tidak pasrah bongkokan. Di dalam sikap penyerahannya, Weni tetap berusaha dengan rutin melakukan terapi, melakukan kegiatan harian, dan tetap mengikuti kegiatan kerohanian. Alhasil, apa yang dilakukannya selama ini menuai hasil. Weni dinyatakan oleh dokter bahwa ia normal kembali dengan memperhatikan sejumlah pantangan yang harus disadari dan dilakukan. Berbeda pula dengan kisah yang dituturkan oleh Tuan Jo Seah yang dimuat dalam Dokter, Tolong... Saya Kena Kanker Ang Peng Tiam, 2006: 1-8 43 yang menderita penyakit kanker eksofagus stadium tiga. Tuan Jo Seah dirawat di Mount Elisabeth Hospital. Kanker eksofagus yang menimpa Jo Seah menyebabkan ia kesulitan bernafas, karena kanker yang tumbuh di bagian kerongkongannya sudah hampir memenuhi rongga pernafasan tuan Jo Seah. Penderitaan yang dialami Jo Seah tidaklah ringan, hal itu begitu berat, di mana seseorang kesulitan bernafas, tergantung pada alat dan tabung oksigen, dan hanya terbaring lemah di ranjang tidurnya. Tubuh kekar dengan balutan tatto garang membuatnya tidak berarti, karena kini ia tidak lebih dari seorang pasien yang memerlukan bantuan orang lain. Jo Seah benar-benar tidak berdaya, ia hanya berharap adanya mukjizat yang mampu merubah hidupnya kembali normal. Tiada henti-hentinya Jo Seah memanjatkan doa pada Tuhan untuk proses penyembuhan yang sedang dialami dan dengan penuh harap Jo Seah berdoa supaya kanker yang ada di dalam kerongkongannya segera dapat diangkat. Di dalam ketidakberdayaannya Jo Seah hanya bisa memercayakan pada usaha yang dilakukan oleh tim medis dan obat-obatan yang ia konsumsi. Ia juga senantiasa berdoa kapada Tuhan agar Tuhan memberikannya kesempatan kedua untuk membenahi perbuatan yang sudah dilakukan di masa lalu. Dua kali siklus kemoterapi yang ia jalani membuat Jo Seah dapat bernafas lega. Kanker yang selama ini menyumbat kerongkongannya dapat diangkat dan Jo Seah dinyatakan sembuh. Jo Seah menyadari bahwa kesembuhannya tidak hanya berasal dari kemampuan tim medis dan obat-obatan yang dikonsumsinya, melainkan Tuhan juga turut bekerja di dalamnya. Jo Seah tersenyum bangga tatkala dinyatakan sembuh, karena ia berpikir bahwa Tuhan 44 masih memberikannya kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupnya yang gelap. Dari sejumah kisah tentang pengalaman sakit tersebut di atas, Jammy Farish, Weni Kartika Sari, dan Tuan Jo Seah mengalami pergulatan yang tidak mudah. Dalam upaya menjalani kehidupan yang mulai berubah karena kondisi fisik dan psikis, Jammy Farish, Weni Kartika Sari, dan Tuan Jo Seah mengalami juga apa yang dinamakan sebagai kondisi granz-situation atau the ultimate situation. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abernethy dengan judul Psychoneuroimmunology, Spirituality, and Medicine sebagaimana dikutib oleh Dadang Hawari Dadang Hawari, 2009: 129 menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kekebalan tubuh dengan spiritualitas. Penelitian yang dilakukan oleh Abernethy ini memberikan paham bahwa tingkat spiritualitas seseorang dapat meningkatkan kekebalan tubuh seseorang yang sedang mengidap penyakit dan mempercepat proses penyembuhan yang dilakukan secara bersama dengan terapis medis. Membicarakan kondisi spiritual seseorang terlebih ketika sakit memang cukup kompleks. Banyak hal-hal yang sifatnya spiritual tidak dapat dipahami oleh nalar manusia tetapi terjadi. Sebuah penelitian dilakukan oleh Abrrnethy kepada orang tua yang rajin menjalankan ibadah dibandingkan dengan yang jarang bahkan tidak pernah menjalankan ibadah, kadar interleukin 6 suatu jenis protein sistem kekebalan tubuh dalam darah meningkat Dadang Hawari, 2009: 130. Hal ini menyatakan bahwa seseorang yang rutin mengikuti kegiatan peribadatan 45 ataupun kegiatan rohani mempengaruhi mekanisme fisiologi dan biologi tubuh yang berdampak pada kekebalan tubuh seseorang Dadang Hawari, 2009: 131. Melalui penelitian yang telah dilakukan Abernethy ini memberikan gambaran bahwa kondisi spiritual seseorang ketika sakit dapat mempengaruhi kinerja organ tubuh. Kondisi spiritual yang lain yang dialami oleh orang sakit adalah berpengharapan. Situasi dan kondisi yang demikian sering ditemui dalam situasi iman orang sakit terlebih yang menderita penyakit yang tergolong dalam terminal illness. Pengharapan dipahami sebagai suatu unsur dinamika dari iman dan kasih. Situasi yang demikian ini merupakan sikap seorang Kristen tatkala dihadapkan pada keselamatan yang st atusnya “sudah” dan “belum” Jacob, 1984: 115. Dikutib dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma dan Galatia, Rasul Pauus menuliskan bahwa jika kita telah mati bersama Kristus, kita percaya bahwa kita akan hidup juga dengan Dia Rm 6:8 dan orang yang benar karena iman akan hidup Gal 3:11. Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma dan Galatia ini hendak mengungkapkan bahwa situasi manusia yang berpengharapan merupakan situasi manusia yang karena kesatuannya dengan Kristus sudah diselamatkan, tetapi belum dalam dirinya sendiri. Maka demi memperoleh kesatuan dirinya dengan Kristus itulah pengharapan orang beriman disebut hal yang khas Kristiani Jacob, 1984: 115. Rasul Paulus beranggapan bahwa pengharapan yang ada di dalam diri setiap manusia tidak hanya terarah ke masa depan, di dalamnya juga sekaligus diakui dan dialami realita keselamatan yang datang saat ini, seperti ada tertulis di 46 dalam suratnya yang ditujukan kepada jemaat di Filipi Jacob, 1984: 116. “Aku mengejarnya, kalau-kalau aku juga dapat menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus” Fil 3:12. Yang menjadi dasar dari pengharapan itu adalah kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Hal ini diungkapkan juga oleh dokumen Konsili Vatikan Gaudium et Spes bahwa dengan kematian-Nya Kristus membebaskan manusia dari kematian. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan wafat Kristus merupakan bentuk solidaritas Allah dengan manusia sampai kedalam kematian-Nya. Tetapi dengan kebangkitan Kristus, kesatuan Allah dengan manusia dibawa sampai kepada kepenuhannya Jacob, 1984: 96. Dasar berikutnya adalah beriman berarti percaya, pasrah, dan menyerahkan hidup seluruhnya kepada Allah. Orang beriman mendasarkan pengharapan pada segala sesuatu yang telah dikerjakan oleh Allah bagi seluruh umat manusia dalam Yesus Kristus Sri Suparmi, 1988: 85. Kecenderungan orang yang sedang berada di dalam situasi dan kondisi sakit adalah berharap dan benar-benar menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Banyak hal yang tidak dapat dipahami oleh nalar manusia terlebih tatkala berada pada kondisi yang demikian ini. Fase-fase yang dialami oleh pasien secara spiritual juga memiliki kesamaan dengan dinamika mental atau psikis yang dialami. Yang membedakan apakah ini fase-fase mental seseorang ataupun fase iman adalah siapa yang menjadi sasaran protes seseorang atas kondisi yang dialami saat itu. Fase yang pertama adalah fase menolak. Pada fase ini pasien cenderung akan menolak 47 kondisi yang dialami. Ia mempertanyakan kepada Tuhan mengapa harus mengalami situasi demikian? Pasien merasa belum siap menghadap kemungkinan terburuk, yakni kematian. Fase berikutnya adalah marah. Fase ini lebih ekstrim dari fase sebelumnya. Pasien mulai benar-benar marah kepada Tuhan atas kondisi yang disematkan oleh Tuhan. Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa ini terjadi pada saya? Mengapa yang tua dan kepribadiannya tidak begitu baik malah diberi waktu hidup yang lama, sedangkan saya, saya sudah berusaha menaati segala hal, rajin pergi ke gereja, ikut kegiatan gereja dan lain sebagainya malah diberi keadaan seperti ini? Apa yang kurang dari diri saya? Apa salah saya? Fase berikutnya adalah fase tawar menawar. Dalam fase ini layaknya dengan fase mental orang sakit, di mana pasien mulai tawar menawar dengan Tuhan dan mengajukan sejumlah janji kepada Tuhan, seperti jika dihindarkan dari kematian, saya akan berbuat baik ini dan itu. Atau pasien mulai lebih rajin dalam berdoa, setiap saat mendaraskan doa rosario dengan ujub ini dan itu. Fase berikutnya adalah fase berkabung atau mohon diri. Dalam fase berkabung ini, pasien muai banyak diam dan acap kali menangis. Pasien mulai menyalahkan diri sendiri dan merasa tidak layak di hadapan Tuhan. Pasien merasa begitu banyak dosa menyelimuti masa lalunya dan belum mengikuti ajaran dengan baik. Dalam fase ini pada umumnya pasien memerlukan pendampingan dalam ketenangan. Dan fase terakhir adalah fase menerima. Dalam fase ini pasien mulai dapat menerima semua situasi dengan lapang dada. Pasien menyadari bahwa hidup dan mati merupakan rencana Tuhan, manusia hanya menjalani saja. 48 Pasien mulai menyerahkan sepenuhnya dan dengan rela memberikan hidupnya bagi Tuhan. Melalui fase-fase ini dapat dilihat dinamika spiritual orang sakit. Dan di dalam dua situasi spiritual yang dialami orang yang sedang sakit, manusia dapat menjadi pasif dan aktif. Manusia dikatakan menjadi pasif karena manusia tidak dapat menentukan nasibnya sendiri, sedangkan dikatakan aktif karena manusia senantiasa mengharapkan adanya tindakan dari Tuhan Allah sebagai sumber kehidupan. Melalui situasi yang semacam ini, manusia menyadari bahwa dirinya lemah dan tidak berdaya. Namun, di lain pihak, manusia juga menyadari bahwa di dalam kelemahannya, manusia tetap diterima oleh Tuhan Allah. Dengan demikian, timbul daya juang untuk tetap hidup di tengah keterbatasan dan pada batas daya kemampuannya sebagai manusia.

B. Situasi dan Kondisi Pasien Kanker Pasca Kemoterapi

1. Definisi Kanker

Secara epidemologis kanker termasuk dalam jenis tumor ganas. Tumor dibedakan menjadi dua jenis, yakni tumor jinak dan tumor ganas. Setiap tumor belum tentu kanker akan tetapi setiap kanker itu dapat dipastikan adalah tumor. Kanker disinyalir merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskuler Yuswanto Sinaradi, 2000: 15. Di dalam salah satu pembahasan yang ditulis oleh Luciana Kusbawati yang dikutib oleh Yuswanto dan Sinaradi di dalam sebuah buku berjudul Kanker 2000: 1, kanker didefinisikan sebagai sebuah nama umum dari sekumpulan penyakit yang 49 perjalanannya bervariasi, dengan ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, terus menerus, tidak terbatas, merusak jaringan setempat dan sekitarnya, serta dapat menyebar luas distant metastases. Dr. Iskandar Junaedi 2007: 1 mendefinisikan kanker sebagai suatu pertumbuhan abnormal sel-sel yang cenderung menginvasi jaringan di sekitarnya dan atau menyebar ke tempat- tempat jauh. Istilah kanker ini semakin depertegas oleh dr. Iskandar Junaidi dengan pernyataan bahwa keadaan kanker dapat terjadi apabila sel-sel normal berubah dengan pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga tidak dapat dikendalikan oleh tubuh dan tidak berbentuk Junaedi, 2007: 1. Dalam pandangan yang lain tentang kanker, Totok S. Wiryasaputra 2007: 12 menjabarkan bahwa kanker tidak hanya terdiri dari satu penyakit yang berkaitan dengan sel tubuh manusia. Sel sendiri dengan begitu jelas dijelaskan oleh Totok dengan unit yang sangat kecil dan saling berhubungan secara sistemik dan membuat sebuah kehidupan di dalam tubuh manusia. Kanker akan muncul apabila sel-sel yang ada di dalam tubuh manusia ini tumbuh secara tidak normal dan menyebar dengan cepat tanpa dapat dikendalikan. Kanker itu sendiri dapat terjadi di setiap bagian tubuh manusia. Kanker akan mudah untuk dilihat jika tedapat pada permukaan atau bagian luar pada tubuh manusia. Akan tetapi, jika kanker ini terjadi di bagian dalam tubuh, hal ini akan sulit diketahui dan acap kali tidak memiliki gejala apapun. Adapun gejala akan timbul, itu terjadi ketika sudah pada tingkat stadium lanjut sehingga sulit untuk diobati dan bahkan acap kali berujung pada kematian Panitia Kanker RSUP DR. Sarjito, 1999: 37. 50

2. Dari Sel Transformatif sampai pada Kanker

Seperti dalam paragraf awal terkait dengan kanker, dituliskan bahwa tumor jinak belum tentu kanker akan tetapi setiap kanker itu dapat dipastikan adalah tumor. Kanker memiliki ciri-ciri yang dapat diketahui dari gerak dan karakternya dalam menyerang organ atau jaringan dalam tubuh. Ciri-ciri kanker berbeda dengan tumor jinak. Berdasarkan penjelasan yang ada pada buku Onkologi yang disusun oleh Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito 1999: 4-16 diungkapkan bahwa sel kanker tidak sensitif terhadap sinyal anti pertumbuhan. Secara normal, dalam tubuh manusia terdapat sebuah sinyal anti pertumbuhan. Sinyal tersebut memberikan tanda pada sel yang sudah waktunya berhenti untuk tumbuh, akan tetapi sinyal tersebut tidak dipedulikan oleh sel kanker. Dengan demikian, sel kanker terus tumbuh tidak terkendali yang membuat kesehatan dan keseimbangan organ menjadi terancam. Inilah ciri-ciri kanker yang pertama. Ketidakpedulian sel kanker terhadap sinyal anti-pertumbuhan telah membuat sel kanker ini begitu berbahaya dan mengancam stabilitas tubuh. Dalam buku yang sama F.T. Bosman Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito, 1999: 5 juga mengungkapkan bahwa sel kanker juga mampu membuat hormon pertumbuhan sendiri. Ini yang membuat sel kanker begitu sulit dikendalikan dan tidak mempedulikan aturan dalam tubuh. Kemampuan sel kanker untuk membuat sinyal pertumbuhan sendiri merupakan ciri-ciri kanker yang kedua. Ciri kanker ini menunjukkan bagaimana otonomi sebuah sel dalam 51 berbuat seenaknya sendiri, tanpa mengindahkan sistem dan mekanisme dalam tubuh manusia. Ciri-ciri berikutnya adalah sel kanker tidak peduli pada apoptosis. Berdasarkan dalam istilah kedokteran, apoptosis merupakan mekanisme alami yang terjadi di dalam tubuh manusia agar sel mati pada waktunya. Tapi hal itu tidak dipatuhi oleh sel kanker. Sel kanker membangkang dan tidak mematuhi mekanisme apoptosis. Sel kanker terus membelah dan tetap tumbuh. Agar tetap tumbuh, sebuah sel membutuhkan asupan nutrisi. Pada sel normal, mekanisme itu berlangsung secara wajar melalui saluran yang ada. Tetapi tidak demikian halnya dengan sel kanker yang mampu mendapatkan nutrisi sendiri demi menjamin pertumbuhannya. Cara menyimpang yang dilakukan sel kanker ini telah merusak sistem dalam tubuh. Ketidakwajaran yang dilakukan sel kanker telah membuat tubuh dalam kondisi yang berbahaya karena banyak asupan nutrisi yang diambil alih oleh sel kanker secara brutal. Inilah ciri-ciri kanker yang keempat. Ciri-ciri kanker kelima adalah kemampuannya untuk terus tumbuh tanpa batas. Ini merupakan bentuk keganasan yang dimiliki sel kanker. Jika pada sel normal terdapat masa waktu tertentu sampai akhirnya sel kanker berhenti membelah, hal ini tidak berlaku bagi sel kanker. Sel kanker terus bernafsu untuk menyebar dan berkembang tanpa batasan. Karakter pemberontak yang dimiliki sel kanker karena terus menyebar tanpa mengikuti mekanisme tubuh inilah yang membuatnya sangat berbahaya. 52 Sel kanker memiliki daya tahan yang sangat tinggi. Sel normal sangat bergantung pada mekanisme dan sistem dalam tubuh, lain halnya dengan sel kanker. Mereka punya mekanisme sendiri dan tidak peduli dengan mekanisme tubuh yang ada. Daya tahan yang tinggi pada sel kanker merupakan ciri-ciri kanker yang keenam. Apabila dalam sel normal, pertumbuhan suatu sel mampu dikendalikan, pada sel kanker, pertumbuhannya menyebar tanpa kendali. Sel kanker terus menyerang dan tumbuh di organ atau jaringan sekitarnya. Ciri-ciri kanker yang ketujuh ini yang membuat kanker menyebar dengan sangat dahsyat. Ini merupakan ciri-ciri dari kanker itu sendiri. Jika di dalam sel yang telah keluar dari jalur dan terdapat sejumlah perubahan dalam gen-gen yang mengatur pertumbuhan, sehingga pertumbuhan ini sudah tidak tunduk lagi pada regulasi pertumbuhan fisiologik, dengan demikian secara prinsip sudah dihadapkan dengan satu sel kanker Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito, 1999: 31.

3. Stresor Psikososial menjadi Pemicu Munculnya Kanker dalam Tubuh

Manusia Modernisasi yang terjadi di dunia saat ini, berkembangnya ilmu pengetahuan, dan kemajuan teknologi secara langsung dan tidak langsung telah mempengaruhi gaya hidup life style manusia Dadang Hawari, 2009: 11. Dikatakan secara langsung karena manusia mulai mengindahkan budaya instan karena segala sesuatunya sudah terkomputerisasi dan dapat dipermudah dengan adanya bantuan dari teknologi dan mesin, sehingga manusia mulai meninggalkan 53 usaha sendiri Barker, 1999: 55. Sedangkan dikatakan tidak langsung karena proses perubahan tidak sertamerta diterima begitu saja oleh manusia, beberapa ada yang belum memanfaatkan bahkan belum memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai kemudahan-kemudahan yang bisa diperoleh. Proses yang cukup lambat ini mempengaruhi penyerapan informasi oleh manusia Barker, 1999: 55. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan dan diberikan membuat manusia perlahan mulai merubah gaya hidup lama Dadang Hawari, 2009: 12, seperti pola hidup sederhana dan produktif mulai berubah ke arah pola hidup mewah dan konsumtif, pola hidup masyarakat dari yang semula sosial-religius sekarang berubah menjadi pola hidup individual, materialistik, dan sekuler, struktur keluarga yang semula keluarga besar extended family sekarang berubah menjadi keluarga inti nuclear family bahkan sampai pada keluarga tunggal single parent, nilai-nilai religius dan tradisional masyarakat cenderung berubah menjadi masyarakat modern dengan corak sekuler, serba boleh, dan toleransi yang berlebihan permissive society Dadang Hawari, 2009: 13. Perubahan yang demikian ini akan mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia, termasuk juga dengan kesehatan manusia. Perubahan tersebut di atas dapat menjadi beban atau tekanan mental yang disebut sebagai stressor psikososial Dadang Hawari, 2009: 13. Stressor psikososial juga mempengaruhi aspek kesehatan seseorang, apabila seseorang tidak mampu mengatasi stressor psikososial tersebut yang bersangkutan akan mengalami penurunan kekebalan sehingga tingkat kesehatan fisik maupun mental dapat terganggu Dadang Hawari, 2009: 13.