Ruang Lingkup Pastoral Hakikat Pastoral

77 pelayanan pastoral yakni semakin memanusiakan manusia melalui Kabar Gembira yang menyatakan bahwa di dalam pribadi Yesus Kristus, Allah telah menjadi Bapa kita RH, art. 8-14. Pelaksanaan pelayanan pastoral yang merupakan perwujudan dari cura animarum dan merupakan sebuah tugas yang diemban oleh Gereja, pelayanan pastoral ini dibedakan menjadi empat jenis, yang pertama adalah pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan Firman, pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling, pelayanan pastoral sebagai bentuk perwujudan dari persekutuan, dan jenis terakhir adalah pelayanan pastoral sebagai perwujudan dari diakonia.

a. Pelayanan Pastoral sebagai Bentuk Pemberitaan Firman

Tokoh yang dikenal dalam jenis ini adalah teolog terkemuka yang merupakan sahabat dari Karl Barth yakni Eduard Thurneysen. Eduard Thurneysen sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno 1993: 20 menggagas bahwa konsepsi pelayanan pastoral pada intinya merupakan bentuk pemberitaan Firman yang berisi tentang hal pengampunan dosa yang disampaikan dalam bentuk percakapan antarindividu. Pelaksana pelayanan pastoral ini bukan hanya dari kaum hierarkis semata, melainkan lebih kepada keterlibatan kaum awam. Hal ini mengingat bahwa jumlah pastor yang tidak berimbang dengan jumlah jemaat dan kegiatan yang sudah tersusun. Gagasan yang diusung oleh Edward Thurneysen lebih bersifat anti-klarikal karena selaras dengan pandangan kaum reformator mengenai gagasan pemeliharaan jiwa Abineno, 1993: 21. 78 Konsepsi pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan firman ini menjadikan pandangan dari Christopher Blumhardt sebagai tolok ukur, di mana dikatakan bahwa pelayanan pastoral merupakan suatu bentuk perjuangan, eksorsisme, pembebasan dan harapan Abineno, 1993: 21. Dikatakan sebagai sebuah perjuangan, ini didasarkan pada kisah manusia jatuh di dalam dosa yang termuat di dalam Kitab Kejadian 3: 1-24. Gagasan ini mengatakan bahwa pelayanan pastoral merupakan suatu usaha untuk memusnahkan segala bentuk kuasa keterikatan manusia terhadap dosa. Di tempat yang lain dikatakan bahwa pelayanan pastoral sebagai eksorsisme. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Purwodarminto, 2005: 289, eksorsisme merupakan suatu paham mengenai pengusiran setan melalui suatu upacara. Christoph Blumhardt sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno 1993: 21, beranggapan bahwa persoalan yang dihadapi manusia pada dasarnya merupakan keterikatan dan perhambaan manusia pada hal-hal sekuler dan kuasa-kuasa Roh yang lain, seperti pemujaan pada dewa-dewa dan benda berhala. Maka dari itu, pelayanan pastoral ditujukan untuk mengembalikan manusia pada hakikat Ilahi yang berpegang pada Kuasa Ilahi semata. Dan tujuan akhir dari pelayanan pastoral adalah pelayanan pastoral diharapkan membawa manusia kepada pembebasan dan harapan. Konsep yang ditawarkan oleh Edward Thurneysen dan Christoph Blumhardt dirasa tidak cukup oleh tokoh bernama Asmussen. Menurut Asmussen, sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno 1993: 23 pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan Firman bukanlah pemberitaan firman layaknya yang berlangsung pada saat ibadat atau Perayaan Ekaristi, melainkan percakapan yang 79 terjadi antara dua orang; antara pastor dengan jemaatnya. Konsep ini diibaratkan dengan sebuah jala yang ditebar ke lautan oleh nelayan untuk menjaring ikan. Banyak atau sedikitnya ikan yang terjaring dipengaruhi oleh besarnya mata-mata jaring tersebut. Semakin besar mata jaring, maka semakin besar mata jaring, semakin besar juga peluang ikan untuk meloloskan diri dari jaring tersebut. Demikian halnya pelayanan pastoral, di samping pemberitaan firman, kiranya perlu juga memikirkan bagaimana firman yang sudah diberitakan tadi dapat diterima dan dapat menjaring semakin banyak orang untuk terlibat dalam pelayanan memelihara jemaat. Konsep pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan Firman juga dirasa kurang jika hanya mengandaikan pemberitaan firman dan percakapan antara pastor dengan jemaatnya. Sebuah konsep pelayanan pastoral dikemukakan oleh Muller. Menurut Muller sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno Abineno, 1993: 25, pelayanan pastoral merupakan suatu bentuk bantuan hidup dan bantuan percaya yang berdasarkan atas keikutsertaan seseorang untuk menjadi murid Yesus. Bantuan yang diberikan ini lebih diperuntukkan bagi kebutuhan pribadi, untuk melayani jemaat sebagai perwujudan anggota Tubuh Kristus, dan untuk tugas serta tanggungjawab di tengah masyarakat. Hal ini merupakan bentuk konkritisasi apa yang sudah ditulis di dalam Kitab Suci yang kemudian diwartakan. Dari semuanya itu, oleh Dr. J.L. Ch. Abineno Abineno, 1993: 26 dirumuskan ke dalam rumusan yang lebih konkrit, bahwa pelayanan pastoral yang merupakan bentuk dari pemeliharaan jiwa melalui pemberitaan firman merupakan 80 suatu bentu apostolate atau bentuk perutusan dari kemurahan hati Allah yang tidak terbatas yang diberikan kepada manusia yang hilang dan tersesat. Pelayanan pastoral ini diberikan kepada orang-orang yang sedang mengalami penderitaan, yang sedang dirundung kebimbangan, yang bersalah, dan yang sedang menghadapi kuasa maut dalam ketakutan dan pergumulan hidup mereka oleh anggota Tubuh Kristus.

b. Pelayanan Pastoral sebagai Bentuk Konseling

Bentuk kedua dari jenis pelayanan pastoral ini diawali di Amerika Serikat oleh tokoh bernama Boisen Abineno, 1993: 29. Gagasan yang diusulkan dan dirumuskannya banyak dipengaruhi oleh pergumulan hidupnya melawan penyakit yang sedang dideritanya. Pikiran-pikirannya mengenai pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling ini didasarkan pada konsep bahwa bentuk- bentuk tertentu dari permasalahan mental erat kaitannya dengan pengalaman religius seseorang Abineno, 1993: 29. Gagasan ini menyatakan bahwa kebanyakan gangguan psikis ataupun fisik seseorang acapkali diakibatkan oleh permasalahan seseorang dengan lingkungan sosial dan permasalahan personalyang belum terselesaikan unfinish bussiness. Gangguan dalam diri seseorang ini erat kaitannya dengan tidak terpenuhinya piramida kebutuhan manusia yang digagas oleh Abraham Maslow. Kebutuhan-kebutuhan tersebut mencakup, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan adanya penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri Hall Lindzey, 1993: 71. Tidak