Tujuan Program Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi

121 tanpa ketidakadilan, tanpa kurasi roda, dan sebagainya Yubong, 1995: 77. Pertanyaan ini tidak menyertakan alasan dan jawaban definitif kepada manusia. Namun, kenyataan yang sering terjadi adalah manusia dibawa semakin jauh dalam kesulitan dan kegagalan ini. Melihat kondisi yang semacam ini, secara tidak langsung manusia dibentuk untuk dapat menerima adanya penderitaan sebagai kenyataan yang inheren Yubong, 1995: 77. Pada hakikatnya, penderitaan nampak begitu kejam, sehingga sulit untuk diterima oleh manusia, terlebih jika penderitaan yang menimpa terlihat kurang adil dan tidak dapat dipahami oleh kemampuan berkipir manusia. Dihadapkan dengan kenyataan yang seperti ini, kerap kali yang muncul sebagai bentuk reaksi atau respon dari manusia adalah menolaknya, bahkan sampai tercipta adanya pemberontakan jiwa. Pemberontakan dan atau penolakan ini akan dapat menyebabkan terjadinta frustasi dalam diri manusia karena pemberontakan yang dibentuk sebagai reaksi atas adanya penderitaan tersebut tidak berujung dan tidak terjawab, yang nantinya akan mengakibatkan kelelahan pada manusia itu sendiri. Dalam konteks orang beriman Kristiani, penderitaan kiranya ditanggapi dengan sikap menyadari dan menerima kenyataan yang tidak mengenakkan tersebut sebagai bagian dari kenyataan hidup manusia. Sebagai orang beriman Kristiani, sikap yang demikian ini merupakan buah dari sikap yang Yesus ajarkan tatkala Ia marus menerima kenyataan bahwa Ia akan diserahkan kepada pengadilan dan dihukum mati atas kesalahan manusia. Di dalam Injil Yohanes, Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya bahwa terdapat dukacita yang nantinya akan membuahkan sukacita. Ia mengatakan kepada murid-murid-Nya 122 bahwa, “Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi dan tinggal sesaat pula dan kamu akan melihat Aku lagi” Yoh 16:16. Menerima ucapan Yesus yang demikian, para murid mulai mempertanyakan maksud dari ungkapan Yesus ini. Lantas Yesus memberikan penjelasannya dengan perumpamaan, Aku berkata kepadamu; Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. Yoh 16:20-21 Melalui Injil Yohanes, Yesus mengajarkan kepada segenap umat beriman untuk menemukan jawaban dari pergumulan hidup tentang penderitaan dalam terang iman. Yesus menghimbau untuk melihat penderitaan yang dialami sebagai jalan menuju kepada kemuliaan, kepada yang transenden, kepada Allah. Memahami penderitaan sebagai suatu berkat bukanlah hal yang mudah karena membutuhkan kemampuan berlapang dada yang besar dan menerima kenyataan yang pahit dengan penuh syukur. Tetapi sikap inilah yang Tuhan ajarkan kepada segenap umat beriman Kristiani. Manusia dalam hal ini umat beriman Kristiani harus berani melawan segala bentuk kegelisahan dan penderitaan, serta dapat menerimanya dengan sikap penuh percaya bahwa akhirnya akan ada kebahagiaan yang sudah disiapkan, berharap, juga pasrah kepada kehendak Allah, karena bukan kehendakku yang terjadi melainkan kehendak-Mu yang terjadi Luk 22:42. Sikap yang demikian ini juga ditemukan dalam diri ibu Yesus, yakni