Disunahkan Memberitahukan kepada Kaum Kerabatnya Boleh Menangisi, Tetapi Tidak Disertai Ratapan dan Pekikan atau Raungan

163 Sikap Seorang Mukmin Ketika Saudaranya Sesama Muslim Meninggal “... Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada surga ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran. Dan diserukan kepada mereka, ‘Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.’” QS. al-A’raf: 43 Ya, surgalah yang akan diberikan Allah  kepada orang yang diberi petunjuk. Orang-orang yang tetap bersabar, meskipun musibah menimpa mereka sebagaimana sabda Nabi  dari Abu Hurairah: “Allah Ta’ala berirman, ‘Tidak ada ganjaran yang akan Kuberikan kepada seorang hamba yang Kucabut nyawa kekasihnya di alam dunia, lalu diterimanya dengan hati sabar, kecuali surga.’” HR. Bukhari

B. Disunahkan Memberitahukan kepada Kaum Kerabatnya

Memberitahukan kepada kaum kerabat dan orang-orang salih saat terdengar berita kematian seorang muslim, menurut ulama, hukumnya sunah. Ini disandarkan pada hadits Nabi dari Anas berikut ini: “Nabi  memberitahukan berpulangnya Zaid, Ja’far, dan Ibnu Ruwahah sebelum diketahui oleh umum.” HR. Ahmad dan Bukhari Maksud dari pemberitahuan tersebut adalah agar orang- orang tersebut mendapatkan peluang pahala dari takziah, menshalati orang yang meninggal, atau mengantar sampai ke kuburan. Khusnul Khatimah 164

C. Boleh Menangisi, Tetapi Tidak Disertai Ratapan dan Pekikan atau Raungan

Di sebuah berita yang ditayangkan di televisi, kita pernah melihat ada seorang perempuan menangis meraung-raung ketika ayahnya meninggal karena kecelakaan. Dari Abu Malik al-Ansyari, Nabi saw bersabda: “Ada empat macam adat jahiliah yang masih terdapat di kalangan umatku dan masih belum mereka tinggalkan: membangga-banggakan kasta, menjelekkan asal-usul seseorang, menggantungkan harapan turunnya hujan dengan bintang, dan meraung-raung meratapi mayat.” Sabda beliau selanjutnya, “Perempuan yang meratapi mayat, jika ia belum taubat sebelum meninggal dunia maka ia akan disuruh berdiri pada hari kiamat dengan mengenakan kemeja dari bahan yang mudah menyala dan perisai dari paku.” HR. Ahmad dan Muslim Sementara, Ummu Athiyyah juga meriwayatkan, “Rasulullah  mengambil ikrar dan janji dari kami bahwa kami tidak akan meraung menangisi mayat.” HR. Bukhari dan Muslim Ikrar tersebut diambil, karena para perempuan dari kalangan muslim masih saja menerapkan adat jahiliah, yaitu menangis meraung-raung ketika kerabatnya meninggal. Akan tetapi, sekadar menangisi jenazah dengan tidak berlebih-lebihan, tidak mengapa dilakukan. Dalam sebuah hadits shahih, disebutkan bahwa Rasulullah  bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menjatuhkan siksa dengan sebab mengalirnya air mata atau hati yang duka, tetapi dijatuhkankan- Nya hukuman atau diberi-Nya keampunan disebabkan ini sambil menunjuk ke lidah.” Dan beliau menangis karena meninggalnya putra beliau, Ibrahim. Sabdanya, “Air mata mengalir dan hati pun duka dan tidak ada yang kami ucapkan kecuali apa yang diridhai 165 Sikap Seorang Mukmin Ketika Saudaranya Sesama Muslim Meninggal oleh Rabb kami. Sungguh wahai Ibrahim, dengan kepergianmu ini kami merasa pilu sekali” Dan beliau juga menangis karena meninggalnya Umaimah, yaitu cucunya dari putri beliau, Zainab. Maka Sa’id bin Ubadah pun menanyakannya, “Wahai Rasulullah  , apakah engkau menangis? Bukankah engkau melarang Zainab untuk menangis?” Nabi  berkata, “Itu merupakan tanda belas kasih yang ditaruh Allah dalam hati hamba-hamba-Nya, itu hanyalah yang menaruh belas kasih di antara mereka.” Jadi, ketika ada air menetes dari mata kita sebab kematian, itu adalah bentuk dari jiwa welas asih di dalam jiwa kita. Tak mengapa kita lakukan, asal tidak diserta ratapan apalagi raungan dan jeritan histris.

D. Perempuan Boleh Berkabung