Perempuan Boleh Berkabung Disunahkan Menyediakan Makanan bagi Keluarga yang Meninggal Takziyah

165 Sikap Seorang Mukmin Ketika Saudaranya Sesama Muslim Meninggal oleh Rabb kami. Sungguh wahai Ibrahim, dengan kepergianmu ini kami merasa pilu sekali” Dan beliau juga menangis karena meninggalnya Umaimah, yaitu cucunya dari putri beliau, Zainab. Maka Sa’id bin Ubadah pun menanyakannya, “Wahai Rasulullah  , apakah engkau menangis? Bukankah engkau melarang Zainab untuk menangis?” Nabi  berkata, “Itu merupakan tanda belas kasih yang ditaruh Allah dalam hati hamba-hamba-Nya, itu hanyalah yang menaruh belas kasih di antara mereka.” Jadi, ketika ada air menetes dari mata kita sebab kematian, itu adalah bentuk dari jiwa welas asih di dalam jiwa kita. Tak mengapa kita lakukan, asal tidak diserta ratapan apalagi raungan dan jeritan histris.

D. Perempuan Boleh Berkabung

Berkabung ihdad maksudnya adalah masa berduka cita yang diikuti dengan meninggalkan segala bentuk bersolek seperti memakai perhiasan, pakaian sutera, wangi-wangian, celak mata dan sebagainya. Ketika yang meninggal adalah suami maka masa berkabung itu dimaksudkan untuk menunjukkan kesetiaan kepada almarhum suaminya. Masa berkabung adalah selama masa iddahnya, yaitu empat bulan sepuluh hari. Sedangkan jika yang meninggal ada sanak saudara, selain suami maka masa berkabung hanya diperbolehkan maksimal 3 hari. Ini didasarkan pada hadits Nabi dari Ummu Athiyyah, yang diriwayatkan oleh jamaah kecuali Tirmidzi: “Tidak boleh seorang wanita berkabung karena kematian lebih dari 3 hari kecuali kematian suaminya sendiri maka hendaklah ia berkabung selama 4 bulan 10 hari. Dan janganlah ia mengenakan pakaian berwarna, kecuali baju ketika haid, tidak boleh bercelak, dan memakai harum-haruman. Tidak boleh memakai inai dan menyisir rambut, kecuali jika ia baru saja bersuci dari haid, maka Khusnul Khatimah 166 bolehlah ia mengambil sepotong kayu wangi.”

E. Disunahkan Menyediakan Makanan bagi Keluarga yang Meninggal

Ketika ada seorang anggota keluarga yang meninggal, biasanya keluarga yang lain sibuk melakukan berbagai hal, seperti menyiapkan pemandian, kafan, pemakaman dan sebagainya. Di saat seperti itu, kerabatnya disunahkan untuk menyediakan makanan buat mereka. Dari Abdullah bin Ja’far, Rasulullah  bersabda: “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena mereka sedang ditimpa musibah yang menyibukkan mereka.” HR. Abu Dawud, Ibnu Maajah dan Tirmidzi yang menyatakan hasan shahih Sebaliknya, para ulama memandang makruh jika keluarga mayat justru menyediakan makanan bagi orang-orang yang bertakziah, karena justru akan menambah kemalangan keluarga almarhum.

F. Takziyah

Seperti yang sudah kita bahas di bahasan tentang ‘Mengingat Mati’, takziah berasal dari kata azza artinya ‘sabar’. Dengan demikian, secara istilah, takziyah berarti menyabarkan dan menghibur orang yang terkena musibah. Walaupun terhadap kair dzimmi kair yang tidak memerangi kita, kita disunahkan untuk bertakziyah ketika mereka ditimpa musibah. Nabi bersabda: “Tidak ada seorang mukmin pun yang datang bertakziyah kepada saudaranya yang ditimpa musibah, kecuali akan diberi pakaian kebesaran oleh Allah pada hari kiamat.” HR. Ibnu Majah dan Baihaqi dengan sanad hasan 167 Sikap Seorang Mukmin Ketika Saudaranya Sesama Muslim Meninggal Pada saat takziyah, kita dianjurkan untuk menghibur keluarga yang tertimpa musibah dengan kata-kata yang dapat meringankan kesedihan hatinya. Kata-kata yang diucapkan oleh Rasulullah  ketika bertakziyah, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Usamah bin Zaid adalah sebagai berikut. “Innalillaahi maa akhada walahumaa a’thaa wa kulli ‘indahu bi-ajalin musamman faltashbir wal tahtasib. Milik Allah apa yang diambil-Nya dan milik-Nya pula apa yang diberikan-Nya, dan segala sesuatu pada-Nya memiliki jangka waktu tertentu. Dari itu, hendaklah engkau bersabar dan menabahkan hati.” Menurut para ulama salaf, hendaknya takziyah itu dilakukan tanpa duduk-duduk dan berkumpul terlebih dahulu, melainkan begitu datang, langsung menemui keluarga dan menghiburnya, lalu pergi untuk menunaikan keperluannya masing-masing. Imam Syai’i berkata, “Aku tidak suka duduk berkumpul itu, walau tidak disertai tangis karena akan membangkitkan rasa duka dan membebankan biaya, di samping ada keterangan-keterangan yang melarangnya.” Menurut Imam Nawawi, “Menurut Syai’i dan para shahabatnya, makruh duduk sewaktu takziyah. Maksud duduk di sini adalah apabila keluarga mayat berkumpul di sebuah rumah agar dapat dikunjungi oleh orang-orang yang hendak takziyah.” Pada masa kini, apa yang disebutkan oleh Imam Nawawi tadi adalah semacam ‘ritual’ mendirikan tenda, menyewa ratusan kursi, membeli makanan dan minuman dan sebagainya, ketika terjadi kematian salah satu anggota keluarganya. Karena hal tersebut justru akan menghambur-hamburkan uang dan membebani keluarga si mayat. Khusnul Khatimah 168 “Siapa yang dibunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia adalah syahid, siapa yang dibunuh karena darahnya, ia adalah syahid, siapa yang dibunuh karena agamanya, dia adalah syahid, dan siapa yang dibunuh demi membela keluarganya ia adalah syahid.” HR. Ahmad dan juga Tirmidzi yang menyatakan keshahihannya 169 Menyelenggarakan jenazah, meliputi memandikan jenazah, mengafani, menshalati dan memakamkan, hukumnya fardhu kifayah. Artinya, jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukalaf.

A. Memandikan Jenazah