Khusnul Khatimah
52
4. Anas bin Nadir
Bagaimana, Anda merinding mendengar cerita tentang indahnya kematian yang menimpa Umar bin Abdul Aziz? Betapa
mulianya, begitulah cara orang-orang yang merindukan kematian menemui ajal. Begitu indah. Apalagi ketika kematian yang datang
menjemputnya adalah kesyahidan. Seperti yang terjadi pada Anas bin Nadir. Ketika Perang Badar tergelar, ia tidak bisa mengikutinya
dan beliau sangat menyesal.
Ia pun berkata, “Ya Rasullah, jika Allah
memberi kesempatan lain, Allah
akan tahu yang akan aku lakukan.” Maka, ketika sebagian shahabat lari tunggang langgang di
Perang Uhud, beliau membuktikan perkataannya dengan berkata kepada shahabatnya, “Wahai Sa’ad, sesungguhnya aku telah
mencium bau surga di balik Uhud”.
Seketika itu, beliau langsung menerjang musuh, menyerang mereka dengan gagah berani. Senjata kaum kair pun menghujani
tubuhnya hingga terkoyak-koyak. Namun, ia tetap saja berjuang membunuh orang-orang kair. Di akhir perang, Rasulullah
memerintahkan beberapa shahabat untuk mencari beliau, dan didapatinya Anas dalam keadaan luka parah. Namun, apa yang
dikatakan oleh Anas?
“Sampaikan kepada orang-orang Anshar, Allah
tidak akan rela kalau sampai Rasulullah
terluka, dan sampaikan kepada Rasuluhlah
bahwa saya telah mencium bau surga.” Kemudian beliau menghembuskan nafas terakhir.
5. Khubaib bin ‘Ady
Khubaib bin ‘Ady adalah seorang shahabat Nabi
terperangkap dalam tawanan orang kair Quraisy, yang akhirnya
53
Dahsyatnya Sakaratul Maut
beliau ramai-ramai dieksekusi, sebelum pelaksanaan eksekusi, beliau meminjam pisau dari keluarga orang-orang kair untuk
membersihkan bulu kemaluannya. Ketika pisau di tangan beliau, ada anak yang merangkak menuju beliau, akhirnya anak tersebut
beliau pangku, ibu anak tersebut melihat anaknya di pangkuan Khubaib sementara pisau ada di tangannya, ketakutan luar biasa
kalau Khubaib melukainya, tapi Khubaib berkata, “Jangan takut, demi Allah aku tidak akan melakukan hal itu.” Wanita terebut
berkata, “Sungguh aku tidak pernah melihat tawanan sebaik Khubaib, aku melihatnya makan anggur dan buah-buahan yang
tidak ada di Makkah, sementara dia diborgol, sungguh Allah
memberinya rezeki. Ketika hukuman akan dilaksanakan, Khubaib minta supaya diizinkan shalat dua rakaat, dan orang kairpun
mengizinkan maka shalatlah beliau dan khusyuk dalam shalatnya. Ketika selesai shalat, beliau berkata, “Demi Allah kalaulah bukan
khawatir kalian mengatakan bahwa saya memperpanjang shalat karena takut mati, niscaya saya tambah shalatku.” Setelah itu beliau
dipancang di papan, seorang di antara kair Quraisy mengatakan, “Maukah engkau pulang selamat, biar Muhammad
sebagai gantimu.” Ia menjawab, “Demi Allah saya tidak mau pulang
meskipun Nabi Muhammad
hanya terkena duri.” Allahu Akbar, begitu cintanya shahabat Khubaib kepada
baginda Nabi. Dalam kondisi dipancang di papan, beliau mendendangankan sebuah syair:
Aku tak peduli kematian ketika aku terbunuh dalam kondisi muslim
Di atas sisi mana, karena di jalan Allah matiku.
Khusnul Khatimah
54 Demikian itu karena Dzat Allah, kalau Dia menghendaki
Memberkahi tubuh yang terkoyak-koyak ini.
6. Kematian Seorang Haizh Qur’an
Subhanallah ... benar-benar luar biasa Jika kematian itu bagi banyak orang merupakan suatu hal yang menakutkan, bagi
sedikit orang, ternyata kematian merupakan suatu yang teramat indah. Kisah yang terjadi pada Ahmad bin Nashr al-Marwazi juga
tak kalah menawan. Dia adalah seorang haizh atau penghafal Al-Qur‘an. Ketika kepala beliau dipenggal oleh penguasa yang
zalim, dan kepalanya digantung di pintu gerbang negeri itu, kaum muslimin mendengar bahwa ia masih membaca Al-Qur‘an dalam
kondisi kepala terpisah dari badannya.
Bayangkan Dalam keadaan kepala terpisah dengan badan, tetapi masih membaca Al-Quran? Berita ini diceritakan oleh al-
Imam Mizzi dalam kitab Tahdzib Kamal dan Khatib Baghdadi dalam kitab Tarikh Baghdad.
7. Si Tampan yang Merindukan Bidadari Surga