Mengafani Jenazah Menyelenggarakan Jenazah— 169

Khusnul Khatimah 174

3. Jika Tidak Terdapat Air

Jika tidak ada air maka hendaklah mayat ditayamumkan, ini didasarkan irman Allah Ta’ala: “... Sedangkan kamu tidak mendapatkan air maka bertayamumlah ...” QS. an-Nisaa’: 43 Ketika mayat dikhawatirkan bertambah hancur ketika dimandikan maka sebaiknya ditayamumkan. Hal yang sama juga berlaku ketika seorang wanita meninggal di tengah lelaki-lelaki asing atau sebaliknya, seorang laki-laki meninggal di tengah wanita-wanita asing. Hal ini berdasarkan pada sabda Nabi  : “Jika seorang wanita meninggal dunia di lingkungan laki-laki hingga tidak ada wanita lain, atau laki-laki di lingkungan wanita- wanita di mana tidak ada laki-laki lain, maka hendaklah mayat- mayat itu ditayammumkan lalu dimakamkan. Kedua mereka itu sama halnya dengan orang yang tidak mendapatkan air.” HR. Baihaqi dan Abu Dawud

B. Mengafani Jenazah

Hukum mengafani jenazah, walaupun hanya dengan sehelai kain, adalah wajib. Mush’ab bin Umair misalnya, ketika syahid di perang Uhud, hanya dikafani dengan selembar kain yang tidak bisa menutup seluruh tubuhnya, karena memang tidak cukup, dan tak ada kain lain. Khabbab menceritakan perihal kain tersebut, “Jika kepalanya ditutup akan terbuka kakinya dan jika kakinya ditutup maka terbuka kepalanya. Maka Nabi  menyuruh kami agar menutupi kepalanya dan menaruh rumput Idzkir pada kedua kakinya.” HR. Bukhari Namun jika memang bisa didapatkan, disunahkan untuk memilih kain kafan dengan persyaratan sebagai berikut: 175 Menyelenggarakan Jenazah 1. Hendaklah kain tersebut bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh. Ini sesuai dengan hadits dari Abu Qatadah, “Jika salah seorang di antara kamu menyelenggarakan saudaranya, hendaklah ia memilih kain kafan yang baik.” HR. Tirmidzi dengan sanad hasan 2. Sebaiknya berwarna putih. Nabi bersabda, “Pakaianlah di antara pakaian-pakaianmu yang putih warnanya, karena itu merupakan pakaianmu yang terbaik dan kafanilah dengan itu jenazah-jenazahmu” HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi yang menyatakan shahih 3. Diasapi dengan kemenyan dalam tradisi Arab ada dupa kemenyan yang baunya wangi—ed. dan wangi-wangian. Sedangkan mengasapinya sebanyak tiga kali berdasarkan hadits, “Jika kamu mengasapi mayat, maka asapilah tiga kali.” HR. Ahmad Jabir 4. Laki-laki kafannya sebanyak 3 lapis, sedang perempuan 5 lapis. Kain kafan yang dikenakan pada si mayat, sebaiknya memang kain yang bagus, namun dimakruhkan jika harganya terlalu mahal, karena dinilai sebagai sebuah pemborosan. Ali  berpesan, “Janganlah kamu berlaku boros menyediakan kain kafanku nanti, karena Rasulullah  berpesan, ‘Janganlah engkau berlebih-lebihan dalam memilih kain kafan, karena ia juga tidak akan bertahan lama.’” HR. Abu Dawud Bahkan Abu Bakar berpesan kepada Aisyah jika ia meninggal kelak, “Cucilah pakaianku ini dan tambahlah dua helai lagi, lalu ambillah untuk mengafani diriku nanti” Aisyah berkata, “Ini sudah usang” Maka Abu Bakar berkata lagi, “Orang yang masih hidup, lebih layak untuk memperoleh yang baru daripada orang yang mati. Itu hanyalah tubuh mayat.” Khusnul Khatimah 176 Kain kafan dari sutera tidak boleh dikenakan pada lelaki, tetapi boleh bagi wanita, akan tetapi kebanyakan ulama memakruhkan jika sutera tersebut digunakan untuk mengafani jenazah wanita, karena termasuk perilaku mubazir, menyia-nyiakan harta dan berlebih-lebihan yang dilarang agama. Kain kafan tersebut, hendaknya diambil dari harta si mayat. Adapun jika ia tak memiliki harta maka menjadi kewajiban orang yang menanggung nakahnya. Jika tidak ada yang menanggung nakahnya maka menjadi tanggungan baitul maal negara, jika tak ada pula maka menjadi tanggungan seluruh kaum muslimin.

C. Menshalatkan Jenazah