Khusnul Khatimah
174
3. Jika Tidak Terdapat Air
Jika tidak ada air maka hendaklah mayat ditayamumkan, ini didasarkan irman Allah Ta’ala:
“...  Sedangkan  kamu  tidak  mendapatkan  air  maka bertayamumlah ...” QS. an-Nisaa’: 43
Ketika  mayat  dikhawatirkan  bertambah  hancur  ketika dimandikan maka sebaiknya ditayamumkan. Hal yang sama juga
berlaku  ketika  seorang  wanita  meninggal  di  tengah  lelaki-lelaki asing  atau  sebaliknya,  seorang  laki-laki  meninggal  di  tengah
wanita-wanita asing. Hal ini berdasarkan pada sabda Nabi
: “Jika seorang wanita meninggal dunia di lingkungan laki-laki
hingga tidak ada wanita lain, atau laki-laki di lingkungan wanita- wanita di mana tidak ada laki-laki lain, maka hendaklah mayat-
mayat itu ditayammumkan lalu dimakamkan. Kedua mereka itu sama  halnya  dengan  orang  yang  tidak  mendapatkan  air.”  HR.
Baihaqi dan Abu Dawud
B.  Mengafani Jenazah
Hukum mengafani jenazah, walaupun hanya dengan sehelai kain, adalah wajib. Mush’ab bin Umair misalnya, ketika syahid di
perang  Uhud,  hanya  dikafani  dengan  selembar  kain  yang  tidak bisa menutup seluruh tubuhnya, karena memang tidak cukup, dan
tak  ada  kain  lain.  Khabbab  menceritakan  perihal  kain  tersebut, “Jika  kepalanya  ditutup  akan  terbuka  kakinya  dan  jika  kakinya
ditutup maka terbuka kepalanya. Maka Nabi
menyuruh kami agar menutupi kepalanya dan menaruh rumput Idzkir pada kedua
kakinya.” HR. Bukhari Namun  jika  memang  bisa  didapatkan,  disunahkan  untuk
memilih kain kafan dengan persyaratan sebagai berikut:
175
Menyelenggarakan Jenazah
1.  Hendaklah kain tersebut bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh.  Ini  sesuai  dengan  hadits  dari  Abu  Qatadah,  “Jika
salah seorang di antara kamu menyelenggarakan saudaranya, hendaklah ia memilih kain kafan yang baik.” HR. Tirmidzi
dengan sanad hasan
2.  Sebaiknya  berwarna  putih.  Nabi  bersabda,  “Pakaianlah  di antara pakaian-pakaianmu yang putih warnanya, karena itu
merupakan  pakaianmu  yang  terbaik  dan  kafanilah  dengan itu  jenazah-jenazahmu”  HR.  Ahmad,  Abu  Dawud  dan
Tirmidzi yang menyatakan shahih
3.  Diasapi  dengan  kemenyan  dalam  tradisi  Arab  ada  dupa kemenyan  yang  baunya  wangi—ed.  dan  wangi-wangian.
Sedangkan  mengasapinya  sebanyak  tiga  kali  berdasarkan hadits, “Jika kamu mengasapi mayat, maka asapilah tiga kali.”
HR. Ahmad  Jabir
4.  Laki-laki  kafannya  sebanyak  3  lapis,  sedang  perempuan  5 lapis.
Kain  kafan  yang  dikenakan  pada  si  mayat,  sebaiknya memang  kain  yang  bagus,  namun  dimakruhkan  jika  harganya
terlalu  mahal,  karena  dinilai  sebagai  sebuah  pemborosan.  Ali
berpesan,  “Janganlah  kamu  berlaku  boros  menyediakan  kain kafanku nanti, karena Rasulullah
berpesan, ‘Janganlah engkau berlebih-lebihan dalam memilih kain kafan, karena ia juga tidak
akan bertahan lama.’” HR. Abu Dawud Bahkan Abu Bakar berpesan kepada Aisyah jika ia meninggal
kelak, “Cucilah pakaianku ini dan tambahlah dua helai lagi, lalu ambillah  untuk  mengafani  diriku  nanti”  Aisyah  berkata,  “Ini
sudah usang” Maka Abu Bakar berkata lagi, “Orang yang masih hidup, lebih layak untuk memperoleh yang baru daripada orang
yang mati. Itu hanyalah tubuh mayat.”
Khusnul Khatimah
176 Kain kafan dari sutera tidak boleh dikenakan pada lelaki, tetapi
boleh bagi wanita, akan tetapi kebanyakan ulama memakruhkan jika sutera tersebut digunakan untuk mengafani jenazah wanita,
karena  termasuk  perilaku  mubazir,  menyia-nyiakan  harta  dan berlebih-lebihan yang dilarang agama.
Kain kafan tersebut, hendaknya diambil dari harta si mayat. Adapun jika ia tak memiliki harta maka menjadi kewajiban orang
yang  menanggung  nakahnya.  Jika  tidak  ada  yang  menanggung nakahnya  maka  menjadi  tanggungan  baitul  maal  negara,  jika
tak ada pula maka menjadi tanggungan seluruh kaum muslimin.
C.  Menshalatkan Jenazah