Khusnul Khatimah
144 pun memberi salam, lalu duduk. Kemudian datanglah orang-orang
Badui dari sana-sini. Mereka bertanya, ‘Ya Rasulullah
, apakah kami boleh berobat?’ Nabi
bersabda, ‘Berobatlah engkau karena Allah Ta’ala tidak menaruh suatu penyakit, melainkan menyediakan
obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit tua.’” HR. Ahmad dan ashhabus Sunan serta dipandang sahih oleh Tirmidzi
Demikian juga, dalam hadits lain, dari Jabir, Rasulullah
bersabda: “Setiap penyakit ada obatnya. Jika sakit telah diobati, ia akan
sembuh dengan izin Allah.” HR. Muslim Jadi, seberat apapun sakit kita, jangan berhenti untuk
berikhtiar. Karena berhenti berikhtiar, berarti kita telah putus asa, suatu hal yang sangat dilarang di dalam Islam, sebagaimana
irman Allah
: Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa dari
rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.” QS. al-Hijr: 56
E. Tidak Berobat dengan Obat-obatan yang Haram
Meskipun kita diwajibkan untuk berikhtiar penuh dalam masalah pengobatan, dan Rasulullah
menyebutkan bahwa setiap penyakit—kecuali penyakit tua—ada obatnya, bukan
berarti setiap obat bisa kita gunakan untuk mengobati penyakit kita. Kita tidak boleh berobat dengan sesuatu yang diharamkan
atas kita.
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat dari barang yang diharamkan ke atasmu.” HR. Baihaqi, juga disebutkan oleh
Bukhari Misalnya, berobat dengan khamar minuman yang
memabukkanberalkohol, hal tersebut jelas-jelas dilarang. hariq
145
Adab Mukmin Tatkala Menderita Sakit
bin Suwaid—dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi, dari Wa’il bin Hajar al-Hadrami—
menanyakan kepada Nabi
tentang khamar yang dijadikan sebagai obat. Lantas Nabi
bersabda: “Itu bukanlah obat, tetapi penyakit”
Saat ini, banyak produk obat yang ternyata dicampuri dengan alkohol, seperti yang terdapat dalam banyak merk obat batuk.
Untuk kehati-hatian, sebaiknya ketika kita membeli obat, kita lihat dengan cermat komposisi dari obat tersebut. Atau, mintalah
kepada dokter atau petugas apotik untuk memilihkan obat yang bebas alkohol alcohol free.
Demikian juga, berobat dengan hal-hal yang membahayakan diri sendiri—seperti racun—juga tidak diperbolehkan. Dari Abu
Hurairah, “Rasulullah
telah melarang memakai obat yang keji, yakni racun.” HR. Ahmad, Muslim, at-Tirmidzi, dan Ibnu
Majah.
F. Berusaha Memilih Dokter yang Muslim dan Berkelamin Sejenis
Meskipun kita diwajibkan untuk berikhtiar—yakni salah satunya berobat—sebisa mungkin carilah dokter yang beragama
Islam dan berkelamin sejenis dengan kita. Jika kita wanita, sebaiknya carilah dokter wanita. Akan tetapi, jika keadaannya
darurat, misalnya tidak ada dokter muslim, atau ada dokter muslim namun tidak terpercaya, kita boleh meminta pertolongan
terhadap dokter non muslim. Ibnu Mulih dalam buku al-Adabusy Syar’iyah menyebutkan, “Dan kata Syekh Taqiyyuddin, jika
seorang Yahudi atau Nasrani ahli dalam ilmu kedokteran dan dapat dipercaya maka ia boleh diangkat sebagai dokter, sebagaimana ia
boleh dititipi harta atau dihubungi dalam soal perdagangan.”
Khusnul Khatimah
146 Karena Allah
berirman, “Dan di antara Ahli Kitab ada yang jika engkau percayakan kepadamu harta yang banyak,
niscaya ia mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada pula di antara mereka yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar,
ia tidak akan mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau selalu menagihnya ...” QS. Ali Imran: 75
Jadi, syaratnya adalah, orang kair itu dapat dipercaya. Memegang teguh etika kedokteran. Tidak mengumbar rahasia-
rahasia kita, yang mungkin ia dapatkan saat merawat kita. Diriwayatkan, bahwa Rasulullah
pun pernah menyuruh berobat kepada Harits bin Kaldah, sedang saat itu ia masih seorang kair.
Demikian juga, dalam keadaan darurat, boleh saja dokter laki-laki mengobati pasien perempuan, atau sebaliknya. Rubayyi
binti Mu’awwidz bin Afra meriwayatkan: “Kami ikut berperang bersama Rasulullah
dan bertugas melayani dan memberi minum tentara dan mengantarkan jenazah
serta orang-orang luka ke Madinah.” Al-Haizh berkata dalam al-Fatah, “Diperbolehkan
mengobati orang-orang lain jenis, dalam keadaan darurat, dan hal-hal mengenai melihat, meraba dengan tangan, dan lain-lain,
dan hendaklah seperlunya saja.”
Al-Qadhi juga berkata, “Boleh dokter laki-laki melihat aurat pasien wanita pada waktu darurat, begitu pula sebaliknya, dokter
wanita melihat aurat pasien laki-laki pada waktu darurat itu.”
G. Memohon Kepada Allah Agar