Memohon Kepada Allah  Agar Larangan Menggunakan Jimat dan Jampi-Jampi

Khusnul Khatimah 146 Karena Allah  berirman, “Dan di antara Ahli Kitab ada yang jika engkau percayakan kepadamu harta yang banyak, niscaya ia mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada pula di antara mereka yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar, ia tidak akan mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau selalu menagihnya ...” QS. Ali Imran: 75 Jadi, syaratnya adalah, orang kair itu dapat dipercaya. Memegang teguh etika kedokteran. Tidak mengumbar rahasia- rahasia kita, yang mungkin ia dapatkan saat merawat kita. Diriwayatkan, bahwa Rasulullah  pun pernah menyuruh berobat kepada Harits bin Kaldah, sedang saat itu ia masih seorang kair. Demikian juga, dalam keadaan darurat, boleh saja dokter laki-laki mengobati pasien perempuan, atau sebaliknya. Rubayyi binti Mu’awwidz bin Afra meriwayatkan: “Kami ikut berperang bersama Rasulullah  dan bertugas melayani dan memberi minum tentara dan mengantarkan jenazah serta orang-orang luka ke Madinah.” Al-Haizh berkata dalam al-Fatah, “Diperbolehkan mengobati orang-orang lain jenis, dalam keadaan darurat, dan hal-hal mengenai melihat, meraba dengan tangan, dan lain-lain, dan hendaklah seperlunya saja.” Al-Qadhi juga berkata, “Boleh dokter laki-laki melihat aurat pasien wanita pada waktu darurat, begitu pula sebaliknya, dokter wanita melihat aurat pasien laki-laki pada waktu darurat itu.”

G. Memohon Kepada Allah  Agar

Menyembuhkan Sakitnya Sekuat apapun ikhtiar kita, namun tak akan ada artinya jika tidak dibarengi dengan doa. Diriwayatkan dari Aisyah: 147 Adab Mukmin Tatkala Menderita Sakit “Nabi  biasa memohon perlindungan untuk sebagian keluarganya. Kemudian beliau menyapu tangan kanan, lalu berkata, ‘Allahumma rabban-naasi adzhibil ba’sa-isyii wa antasy- syaaii laa syifaa-a illa syifaa-uka syifaa-an laa yughaadiru saqaman Ya Allah, Rabb manusia, lenyapkanlah penderitaan dan sembuhkanlah, karena Engkaulah yang dapat menyembuhkan. Tak ada penyembuhan kecuali penyembuhan-Mu, yakni penyembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lagi.” HR. Bukhari dan Muslim Utsman bin Abul-Ash pernah mengadukan rasa sakit yang dideritanya kepada Rasulullah  , maka Rasulullah  bersabda: “Taruhlah tanganmu di atas bagian tubuh yang terasa sakit itu dan ucapkanlah ‘bismillahi’ lalu sebutkanlah sebanyak tujuh kali, ‘A’uu dzubi’izzatil-laahi wa qudratihi wa shulthaanihi min syarri maa ajidu aku berlindung dengan kemuliaan dan kebesaran Allah dari bencana penyakit yang kurasakan dan kucemaskan ini.’ Kata Utsman selanjutnya, ‘Kulakukan seperti itu beberapa kali maka Allah pun melenyapkan penyakit itu dan aku senantiasa disuruh melakukan dan membaca doa itu kepada keluargaku dan juga kepada orang-orang lain.’” HR. Muslim

H. Larangan Menggunakan Jimat dan Jampi-Jampi

Jimat dan jampi-jampi untuk mengobati seseorang adalah terlarang. Misalnya, orang Arab biasa menggantungkan tamimah secarik kain yang digantungkan pada bagian anggota tubuh anak-anak dengan tujuan mengusir setan. Hal itu jelas dilarang di dalam Islam. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan, “Bahwa suatu kali ia masuk ke rumahnya, lalu melihat pada leher istrinya ada sesuatu yang diikatkan. Lantas beliau menarik dan memutuskan tali itu, kemudian katanya, ‘Sekarang keluarga Khusnul Khatimah 148 Abdullah tidak boleh lagi mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak diberi-Nya wewenang’ Lalu katanya pula, ‘Aku dengar Rasulullah  bersabda, ‘Sesungguhnya mantra, jimat, dan taulah itu adalah suatu kemusyrikan.’ Mereka bertanya, ‘Wahai Abdullah, kami tahu jimat dan mantra, tetapi apa yang dimaksud dengan taulah itu?’ Ujarnya, ‘Ia adalah sesuatu yang dibuat oleh wanita- wanita untuk menarik kasih sayang suami-suami mereka terhadap diri mereka.’” HR. Hakim dan Ibnu Hibban, serta dinyatakan shahih oleh keduanya Sedangkan pengobatan dengan mantra-mantra, atau doa- doa, jika mengandung zikir kepada Allah  , dan bahasanya bisa dimengerti, serta tidak mengandung kemusyrikan maka diperbolehkan. Auf bin Malik berkata: “Pada masa jahiliah kami melakukan pengobatan dengan mantra. Lalu kami tanyakan, ‘Ya Rasulullah  , bagaimana pendapatmu dalam hal ini?’ Nabi  bersabda, ‘Coba bawa kepadaku mantra itu. Tidak mengapa mantra jika tidak mengandung kemusyrikan.’” HR. Muslim dan Abu Daud

I. Sebaiknya Mengasingkan Diri Jika Penyakitnya Menular

Beberapa penyakit, seperti cacar air atau jenis penyakit kulit lainnya, begitu gampang menular. Dianjurkan agar kita mengasingkan diri, misalnya mengurung diri di kamar, jika tengah mengidap penyakit semacam itu. Nabi  pernah bersabda: “Tidak boleh dicampur antara orang yang sakit dengan orang yang sehat.” Demikian juga, ketika ada suatu wabah berjangkit di suatu daerah maka kita dianjurkan untuk tidak datang ke daerah 149 Adab Mukmin Tatkala Menderita Sakit tersebut. Sedangkan jika wabah berjangkit di daerah kita maka kita dilarang untuk meninggalkan tempat kita itu. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas bahwa Umar bin Khattab pergi ke Syam. Ketika sampai di tempat, ia ditemui oleh para panglima, yakni Abu Ubaidah dan shahabat-shahabatnya. Mereka melaporkan kepada khalifah bahwa wabah sedang berjangkit di Syiria. Cerita Ibnu Abbas selanjutnya: “Lantas Umar mengatakan, ‘Panggillah orang-orang Muhajirin angkatan pertama’ Lalu dipanggillah mereka. Umar pun bermusyawarah dengan mereka setelah menyampaikan bahwa wabah sedang berjangkit di Syiria. Mereka berselisih pendapat. Ada yang berkata, ‘Kita berkunjung ke negeri ini adalah karena suatu kepentingan. Maka kami tidak setuju, kita akan kembali begitu saja’ Dan yang lain mengemukakan pula, ‘Di samping engkau, ada pemimpin-pemimpin lain dan para shahabat dari Rasulullah  Maka kami tidak setuju jika mereka engkau hadapkan kepada wabah ini.’ ‘Menyingkirlah kalian ini,’ kata Umar pula. Lalu disuruhnya memanggil orang-orang Anshar. Aku panggilkan mereka seraya mereka semua sepakat dan tidak ada yang menyanggah, serta mengemukakan kepada Khalifah Umar, ‘Menurut kami, lebih baik engkau kembali dan tidak menggiring mereka menempuh wabah ini.’ Umar pun menyerukan kepada orang-orang itu. Esok pagi aku akan berangkat dengan kendaraan, maka ikutlah kalian bersama-sama’ Abu Ubaidah bin Jarrah menyanggah, ‘Apakah kita hendak lari dari takdir Allah  ?’ Umar menjawab, ‘Seandainya bukan engkau yang menanyakan itu wahai Abu Ubaidah. Memang, kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah Bagaimana pendapat engkau seandainya engkau memiliki unta di sebuah lembah, salah satu Khusnul Khatimah 150 lerengnya subur dan yang satu lagi tandus? Bukankah engkau akan memilih lereng yang subur sebagai tempat menggembalakannya, maka hal itu adalah karena takdir Allah  . Sebaliknya, bila engkau memilih lereng yang tandus, itu juga adalah takdir Allah  ?’ Kebetulan Abdurrahman bin Auf yang tadi pergi menyelesaikan urusannya dan kemudian tiba di tempat itu berkata, ‘Mengenai soal ini, aku punya keterangan. Aku dengar Rasulullah  bersabda, ‘Jika engkau mendengar ia wabah penyakit berjangkit di suatu daerah, janganlah engkau datang ke sana, dan jika berjangkitnya di tempat engkau berada maka janganlah engkau keluar untuk melarikan diri darinya’ Ujar Ibnu Abbas, ‘Umar pun bersyukur memuji Allah, kemudian kembali pulang.’” Demikianlah, jika ada wabah penyakit, kita dianjurkan untuk tidak mendatangainya, dan jika kita berada di daerah berjangkitnya wabah tersebut, kita juga dilarang untuk keluar, karena dikhawatirkan pada diri kita terdapat bibit penyakit yang bisa menulari orang-orang yang berada di daerah yang akan kita datangi.

J. Berdzikir, Mengingat Maut dan Banyak Beramal Sebagai Persiapan Menghadapinya