Titian Perjalanan Hidup Manusia Menuju Rabbnya

Khusnul Khatimah 22 Nabi Isa  diciptakan tanpa melalui mani laki laki dan ovum wanita. Bagi manusia kebanyakan, hal itu merupakan keanehan. Tetapi, di situlah letak kebesaran Allah  , yang hanya diimani oleh orang-orang yang bertakwa. Allah  ingin menunjukkan bahwa nutfah itu hanya sebuah sarana saja. Dia bisa menciptakan sesuatu hanya dengan ‘kun fayakun’ maka jadilah yang diinginkan.

B. Titian Perjalanan Hidup Manusia Menuju Rabbnya

Manusia, ketika masih berada di alam arwah, ia telah dikenalkan dengan Rabbnya. Demikian juga ketika ruh tersebut ditiupkan dan bertemu dengan jasadnya di rahim ibunya. Ia ada dalam keadaan itrah, sampai ia lahir ia tetap dalam kondisi itrah, yakni kondisi mengenal dan beriman kepada Allah  . “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas itrah 1 Allah yang telah menciptakan manusia menurut itrah itu. Tidak ada perubahan pada itrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada- Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang mempersekutukan Allah.” QS. ar-Rum: 30-31 Hal ini perlu kita catat: bahwa semua bayi yang terlahir dari perut sang ibu, baik sang ibu seorang muslim, yahudi, nasrani atau atheis pun, ia dalam keadaan mengenal dan beriman kepada Allah  . Ia dalam keadaan itrah, yakni memiliki naluri beragama, yaitu agama tauhid. Hanya saja, pendidikan orangtuanyalah yang kemudian akan menjadikan keimanan si bayi itu tetap bertahan, atau justru hilang. 1 Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia idak beragama tauhid, maka hal itu idak wajar. 23 Keajaiban Penciptaan Manusia Rasulullah  bersabda: “Semua anak yang dilahirkan, dilahirkan dalam kondisi itrah, dan kedua orangtuanya yang menjadikan dia yahudi atau nasrani.” HR. Bukhari No. 1358, Muslim No. 6926, Abu Dawud No. 4716, dari shahabat Abu Hurairah. Manusia diciptakan dalam keadaan itrah, dibekali panca indera, hati, dan akal untuk mengenal Allah  melalui ayat-ayat yang Dia turunkan kepada para nabi dan rasul. Juga lewat ayat-ayat yang Dia hamparkan di alam semesta, bahkan pada diri manusia itu sendiri. Maka, ada sebagian dari manusia yang mendapatkan lingkungan yang baik, mau dan mampu menjaga itrahnya secara baik, sehingga ia berhasil mengenal Allah  , meyakini bahwa ia akan kembali kepada Rabbnya. Mereka inilah orang-orang yang mendengar panggilan Allah  . “Wahai manusia Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Rabbmu, maka kamu akan menemui-Nya.” QS. al- Insyiqaq: 6 Ia menjadikan Allah  tempat kembali-Nya: “Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Rabbnya.” QS. an-Naba’: 39 Ia akan mengikuti ajaran Islam dan syariah sebagai shirath titian jalan menuju Rabbnya. Maka jika ia beristiqamah di atas jalan Islam, sesungguhnya ia telah meniti jalan yang lurus menuju surga Allah  yang terbentang di atas neraka Jahanam. Inilah sebaik-baiknya tempat kembali. Khusnul Khatimah 24 Dan sebagian manusia ada yang menutupi itrahnya dengan melakukan perbuatan kufur dan maksiat kepada Allah  . Ia telah melenceng dari jalan Allah  , maka tersesatlah ia dari jalan menuju Rabbnya. Dan di akhirat akan tersungkur di neraka Allah  . Sebagaimana irman-Nya: “Dan siapa yang ditunjuki Allah, Dialah yang mendapat petunjuk dan siapa yang Dia sesatkan. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia, dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat diseret atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam. Tiap-tiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya.” “Itulah balasan bagi mereka, karena sesungguhnya mereka kair kepada ayat-ayat Kami dan karena mereka berkata, ‘Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?’” QS. al-Isra’: 97-98 Begitulah proses penciptaan manusia. Ia diciptakan dari setetes mani, menjadi segumpal darah, segumpal daging, lantas menjadi bayi yang sempurna dan terlahir dari perut ibunya dalam keadaan itrah. Jika ia menjaga itrahnya, maka ia telah meniti jalan yang lurus. Tempat kembalinya adalah surga. Jika ia menutupi itrahnya dengan kekufuran dan kemaksiatan, maka ia telah menempuh jalan yang sesat. Ketika ia dimatikan, maka tempat kembalinya adalah neraka Jahanam. Maka, sudah menjadi kewajiban bagi manusia untuk mengenal Sang Penciptanya. Dan sudah menjadi kepastian, tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu, bahwa suatu saat Allah  akan memanggil para manusia untuk kembali kepadanya, 25 Keajaiban Penciptaan Manusia dan dimintai pertanggungjawaban atas segala apa yang telah ia lakukan semasa ia hidup di alam dunia. Manusia setelah lahir akan melalui proses kehidupan dan kematian, kemudian perjalanan yang panjang sampai bertemu dengan Allah  . Dalam buku sederhana ini, kita akan mencoba menelurusi perjalanan tersebut satu per satu, dan kita mulai dari kematian. Khusnul Khatimah 26 “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, bahwa mereka itu mati; bahkan sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” QS. al-Baqarah: 154 27 Memang sudah menjadi suatu hal yang jamak, ketika orang mendengar kata kematian, pasti bawaannya selalu merinding dan takut. Ya, karena kematian—bagi yang memercayainya— adalah akhir dari perjalanan hidup kita di dunia. Setelah kita mati maka peluang kita melakukan amalan-amalan salih telah berakhir. Jika hidup kita bergelimang dosa maka kematian memang akan menjadi suatu hal yang mengerikan. Akan tetapi, tatkala sebagian orang merasa begitu takut dan merinding ketika mendengar kata MATI justru ada sebagian orang yang merasa tenang ketika mendengarnya dan bahkan merindukannya. Namun, apakah hakikat kematian itu sebenarnya? Mari kita bahas dengan lebih mendetail. Hakikat Kematian Bab 2 Khusnul Khatimah 28

A. Makna Kematian 1. Menurut Al-Qur’an