Kematian yang Dirindukan Menyelenggarakan Jenazah— 169

31 Hakikat Kematian berpisah dengan kemegahan dunia. Takut berpisah dengan kemuliaan, serta orang-orang yang dicintai.

B. Kematian yang Dirindukan

Akan tetapi, meskipun kematian itu bagi sebagian besar manusia merupakan sebuah tragedi, ternyata ada sekelompok manusia yang justru mengharapkan kedatangannya. Pertama, orang yang sudah sangat putus asa dengan kehidupan yang dialami, sehingga ia pun mencoba menyingkat umurnya dengan bunuh diri. Orang-orang semacam ini, tentu saja dilaknat oleh Allah  . Bahkan karena kebodohannya ia disiksa selama di alam Barzah dengan sesuatu yang ia gunakan untuk bunuh diri. Kalau dia bunuh diri dengan minum racun atau gantung diri, maka itu yang ia lakukan selama di Barzah. Hanya sebagian kecil manusia saja yang sangat senang menghadapi kematian ini karena menganggap bahwa kematian merupakan jalan kembali kepada Allah  . Kematian adalah sarana bertemunya ruh para kekasih dengan kekasihnya. Inilah yang barangkali dirasakan oleh orang-orang yang sengaja mencari kesyahidan. Maka dari itu, ibu-ibu di Palestina, yang anaknya menjadi korban dalam peperangan melawan Yahudi, merasa berbahagia ketika mendengar kematian anak-anaknya. Mereka yakin, anak-anak mereka mati di jalan Allah  , dan tengah berjumpa dengan kekasihnya. Apalagi, pada hakikatnya, ketika seseorang itu syahid, sebenarnya dia tidak mati, sebagaimana irman Allah  : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, bahwa mereka itu mati; bahkan sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” QS. al-Baqarah: 154 Khusnul Khatimah 32 Terkait dengan ayat ini, Rasulullah  bersabda: “Sesungguhnya arwah para syuhada itu berada dalam tembolok burung hijau yang berkeliaran di surga kemana dia suka. Kemudian dia hinggap pada lampu-lampu yang bergelantungan di bawah ‘Arsy. Lalu Rabbmu melihat mereka sekilas. Allah bertanya, ‘Apa yang kalian inginkan?’ Mereka berkata, ‘Ya Rabb kami, apalagi yang kami inginkan, sedangkan Engkau telah memberi kami sesuatu yang tidak Engkau berikan kepada seorang pun dari makhluk- Mu.’ Kemudian Allah kembali kepada mereka, mengajukan pertanyaan yang sama. Tatkala mereka melihat bahwa tiada jalan kecuali meminta, maka mereka berkata, ‘Kami ingin agar Engkau mengembalikan kami ke dunia, lalu kami akan berperang di jalan- Mu hingga kami mati untuk kedua kalinya karena-Mu.’ Mereka meminta hal itu, karena pahala mati syahid itu demikian besar. Maka Allah yang Mahaagung berirman, ‘Sesungguhnya aku telah menetapkan bahwa mereka tidak akan dikembalikan lagi ke bumi.’” HR. Muslim No. 4993 Kita bisa membayangkan, betapa indahnya kehidupan setelah kesyahidan atau kematian ketika berperang di jalan Allah  . Pantas, jika para perindu surga, senantiasa mengharapkan agar mereka mendapatkan kesyahidan. Juga ada orang-orang yang meninggalnya tidak di medan perang, namun ia menjalani proses kematian itu dengan sepenuh kebahagiaan. Walaupun proses sakaratul maut begitu beratnya, tetapi apa yang diharapkan setelah kematian, menjadikan kematian itu terasa nikmat. Rasulullah  menjelang akhir hayatnya ditawari Allah  untuk tetap kekal di dunia, atau bertemu dengan kekasih-kekasihnya yang telah lebih dahulu kembali kepada Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi, beliau memilih bertemu dengan para kekasihnya dengan mengatakan, “Bahkan aku memilih teman yang Mahatinggi” HR. Abdur-Razzaq dan Bukhari. 33 Hakikat Kematian Bilal ketika menghadapi kematian, ia meminta kepada anaknya supaya tidak menangisinya, dengan mengatakan, “Putriku, jangan menangisi aku. Besok aku akan bertemu para kekasih, Muhammad  dan shahabatnya.” Sesungguhnya kematian itu akan dialami semua manusia. Untuk menjemput kematian yang sebenarnya, manusia diingatkan dengan kematian kecil yaitu tidur, dan mati hakiki dikatakan sebagai tidur abadi atau tidur besar. “Dan Dialah yang mewafatkan kamu pada malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari. Kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umurmu yang telah ditetapkan. Kemudian kepada-Nya tempat kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” “Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” “Kemudian mereka hamba Allah dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum pada hari itu kepunyaan-Nya, dan Dialah pembuat perhitungan yang paling cepat.” QS. al-An’am: 60-62 Jadi, kematian itu semestinya bukan sesuatu hal yang menakutkan. Asal bekal kita untuk menghadapi kehidupan akhirat senantiasa kita persiapkan, kematian justru menjadi suatu hal yang ditunggu-tunggu. Akan tetapi, saat ini, banyak manusia yang terkena penyakit cinta dunia dan takut mati. Kenikmatan dunia yang begitu menarik, membuat orang berlomba-lomba untuk meraih kenikmatan itu sebanyak-banyaknya. Kekayaan, jabatan, wanita-wanita jelita, membuat orang merasa sayang Khusnul Khatimah 34 untuk meninggalkannya. Ketika kita sedang merancang masa depan bersama rekan-rekan bisnis kita, lantas membayangkan keuntungan yang berlipat-lipat, manusia sering lupa bahwa suatu saat akan mati. Padahal, semua yang bernyawa itu pasti akan mati, sebagaimana irman-Nya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” QS. Ali Imran: 185 Tak terkecuali orang-orang yang merasa besar, seperti Fir’aun. Raja Mesir yang saking merasa kuatnya, ia sesumbar, mengatakan, ‘Akulah rabbmu yang tinggi.’ Fir’aun ditenggelamkan di Laut Merah, dan jasadnya sengaja diselamatkan untuk memberi peringatan kepada manusia, bahwa Fir’aun yang mengaku tuhan itu, ternyata juga bisa mati. Terkait dengan peristiwa yang menimpa Fir’aun ini, Allah  berirman: “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda- tanda kekuasaan Kami.” QS. Yunus: 92 Seorang profesor ahli bedah yang berasal dari Jerman mencoba membuktikan kebenaran ayat tersebut. Ia merasa sangat penasaran dengan ayat tersebut. Siapa yang disebut ‘badanmu’ di dalam ayat tersebut. Akhirnya, ia menemukan jawaban bahwa badan tersebut adalah milik Fir’aun yang ditenggelamkan di Laut Merah, sesuai dengan irman Allah  : “Dan ingatlah ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan Fir’aun dan pengikut- pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.” QS. al-Baqarah: 50 35 Hakikat Kematian Tetapi dia belum percaya, maka ia pun berangkat menuju tempat disimpannya mummi Fir’aun. Ternyata, di sana ia mendapati ada tiga jasad Fir’aun, atau yang biasa disebut sebagai Ramses. Ada Ramses I, Ramses II dan Ramses III. Lantas sang profesor membedah tubuh ketiga mummi tersebut. Dan dia mendapatkan pada tubuh Ramses II, otot-otot yang menunjukkan tanda-tanda mati tenggelam, serta terdapat satu jenis spesies ganggang yang hanya ada di Laut Merah. Peristiwa itu begitu membekas di jiwa sang profesor, hingga akhirnya dia memutuskan untuk masuk Islam.

C. Mengingat Mati