Menshalatkan Jenazah Menyelenggarakan Jenazah— 169

Khusnul Khatimah 176 Kain kafan dari sutera tidak boleh dikenakan pada lelaki, tetapi boleh bagi wanita, akan tetapi kebanyakan ulama memakruhkan jika sutera tersebut digunakan untuk mengafani jenazah wanita, karena termasuk perilaku mubazir, menyia-nyiakan harta dan berlebih-lebihan yang dilarang agama. Kain kafan tersebut, hendaknya diambil dari harta si mayat. Adapun jika ia tak memiliki harta maka menjadi kewajiban orang yang menanggung nakahnya. Jika tidak ada yang menanggung nakahnya maka menjadi tanggungan baitul maal negara, jika tak ada pula maka menjadi tanggungan seluruh kaum muslimin.

C. Menshalatkan Jenazah

Hukum menshalati jenazah adalah fardhu kifayah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi  bersabda, “Barangsiapa mengiringi jenazah dan turut menshalatkannya, ia akan memperoleh pahala sebesar satu qirath. Dan barangsiapa mengiringinya hingga selesai penyelenggaraannya, ia akan memperoleh dua qirath, yang terkecil—atau katanya salah satu—di antaranya bertanya sama seperti Gunung Uhud.” HR. Jama’ah Sebagaimana shalat-shalat lainnya, sebelum shalat jenazah disyaratkan untuk dalam keadaan suci dari hadats besar maupun kecil, menghadap kiblat dan menutup aurat. Hanya saja, pada shalat jenazah, bisa dilakukan kapan pun bila ada jenazah. Imam Syai’i dan Imam Hanai menyebutkan, bahkan pada saat-saat dilarang mengerjakan shalat pun—yakni pada waktu matahari terbit dan tenggelam—boleh mengerjakan shalat jenazah. Sedangkan menurut Imam Ahmad, Ibnu Mubarak, dan Ishak, hal tersebut makruh, kecuali jika dikhawatirkan mayat akan membusuk. 177 Menyelenggarakan Jenazah Rukun shalat jenazah terdiri atas: 1. Berniat di dalam hati. 2. Berdiri bagi yang mampu, bersedekap dengan tangan kiri di atas tangan kanan. 3. Empat kali takbir. 4. Mengangkat kedua tangan saat takbir. 5. Membaca al-Fatihah setelah takbir pertama. 6. Membaca shalawat setelah takbir kedua. Lafadz shalawatnya adalah seperti yang diajarkan oleh Nabi  “Allahumma shalli ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali muhammadin kamaa shallaita ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahiim wa baarik ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali muhammadin kamaa baarakta ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahiim innaka hamiidum-majiid Ya Allah, limpahkanlah karunia ke atas Nabi Muhammad  serta keluarga Muhammad  , sebagaimana telah Engkau limpahkan ke atas Nabi Ibrahim serta keluarga Ibrahim. Dan berilah berkah kepada Muhammad  serta keluarga Muhammad  sebagaimana telah Engkau berikan kepada Ibrahim serta keluarga Ibrahim. Sungguh Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.” 7. Berdoa setelah takbir ketiga. Doa ini hendaknya dilakukan dengan tulus ikhlas, sebagaimana sabda Nabi, “Jika kamu menshalatkan jenazah, maka berdoalah untuknya dengan tulus ikhlas.” HR. Abu Dawud, Baihaqi dan Ibnu Hibban yang menyatakan shahih. Salah satu lafadz doa Rasulullah  yang diriwayatkan oleh Muslim dari Auf bin Malik adalah sebagai berikut: Khusnul Khatimah 178 “Allahummaghirlahu warhamhu wa’-fu’anhu wa-’aaihi wa-akrim nuzulahu wawassi’ mudkhalahu waghsilhu bimaa- in watsaljin wabaradin wanaqqihi minal khathaayaa kamaa yunaqats-tsaubul abyadhu minad-danasi wa abdilhu daaran khairan min daarihi wa ahlan khairan min ahlihi wa zaujan khairan min zaujihi waqihi itnatal-qabri wa ‘adzabannaar. Ya Allah, ampunilah ia, rahmatilah ia, maakanlah ia, muliakan ia, lapangkan tempatnya, dan bersihkanlah ia dengan air, air salju dan air embun. Sucikanlah ia dari dosa sebagaimana halnya kain putih bila disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat kediaman yang lebih baik, begitu juga dengan keluarga serta istrinya dengan yang lebih berbakti, serta lindungilah ia dari bencana kubur dan siksa neraka.” 8. Berdoa lagi setelah takbir keempat, meskipun kita telah berdoa setelah takbir ketiga. Ada beberapa versi doa, menurut Imam Syai’i, doanya adalah, “Allahumma la tahrimina ajrahu wala tatinna ba’dahu Ya Allah, janganlah kami terhalang untuk memperoleh pahalanya, dan hindarkanlah itnah dari kami sepeninggalnya.” Sedangkan menurut Abu Hurairah, doanya adalah, “Allahumma rabbana atina id-dun-ya hasanah wail akhirati hasanah waqina ‘azaban-nar Ya Allah Rabb kami, berilah kami di dunia ini kebaikan dan juga di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.” 9. Memberi salam. Dalam pelaksanaannya, jika shalat dilakukan berjamaah, imam berdiri sejajar dengan kepala jenazah lelaki dan sejajar dengan pinggang perempuan. Jika kebetulan ada beberapa mayat maka dibariskan satu-satu di antara imam dan kiblat—agar semuanya berada di depan imam. Jika mayatnya ada lelaki dan perempuan, boleh yang lelaki dulu 179 Menyelenggarakan Jenazah yang dishalatkan, atau dishalatkan bersama-sama. Mayat lelaki ditaruh di dekat imam, seterusnya ke arah kiblat adalah wanita-wanita. Sedangkan jika mayatnya sejenis maka yang didekatkan dengan imam adalah yang paling utama. Disunahkan untuk mengumpulkan pengikut shalat jenazah hingga banyak jumlahnya. Dari Aisyah, Nabi bersabda: “Tidak satu mayat pun yang dishalatkan oleh jamaah muslimin yang banyaknya mencapai seratus orang dan semua mendoakannya dengan tulus ikhlas, kecuali akan dikabulkan doa mereka terhadapnya.” HR. Ahmad, Muslim dan Tirmidzi Jika jumlah yang terkumpul tidak banyak maka disunahkan untuk membentuk 3 shaf dan berbaris lurus. Jika ada jamaah yang masbuk tertinggal maka tidak perlu mengqadha takbir yang luput, namun ikut saja hingga salam bersama imam. Namun, ada juga ulama yang berpendapat, disunahkan mengqadha takbir yang luput, namun jika tak mengqada pun tak apa-apa. Semua jenazah muslim, baik dewasa maupun anak-anak, wajib dishalati. Sedangkan bayi yang keguguran tidak perlu dimandikan dan dishalatkan, hanya dibalut dengan secarik kain lalu ditanam. Akan tetapi, jika bayi telah berusia 4 bulan atau menunjukkan tanda-tanda hidup, hendaknya dimandikan dan dishalatkan. Adapun jika yang meninggal adalah orang kair maka kita tidak perlu menshalatinya. Ini didasarkan pada irman Allah Ta’ala: “Dan janganlah engkau Muhammad  melaksanakan shalat untuk seseorang yang mati di antara mereka orang-orang munaik, selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri mendoakan di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya ....” QS. at-Taubah: 84 Khusnul Khatimah 180 Jika jenazah dishalatkan di masjid maka tak mengapa, asal tidak dikhawatirkan akan mengotori masjid. Sedangkan menshalatkan di pekuburan, jumhur ulama bersepakat bahwa hukumnya makruh, berdasarkan sabda Rasulullah  : “Bumi itu semuanya menjadi masjid kecuali pekuburan dan tempat pemandian.”

D. Mengantarkan Jenazah