Pendahuluan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Hak Sumberdaya Sistem Sea Ranching Studi Kasus Sea Ranching Di Kepulauan Seribu Dki Jakarta

Seperti halnya perairan dangkal lainnya, sekarang di wilayah perairan ini juga terdapat pemanfaatan yang beragam. Penangkapan ikan karang, budidaya karamba, wisata dan pengambilan batu karang walaupun secara formal bersifat illegal. Faktor krusial yang menghambat implementasi sea ranching di Indonesia adalah rejim akses terbuka dan common property. Sehingga, tujuan penulisan paper ini adalah membangun model secara konseptual sistem sea ranching yang menggambarkan sistem penangkapan, pembesaran dan ekosistem karang di P Semak Daun, Kabupaten Admnisitrasi Kepulauan Seribu KAKS. Hasil dari analisis ini, diharapkan dapat menjadi salah masukan untuk pengembangan sea ranching yang efektif dan efisien. 3.2 Metode 3.2.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Model konseptual dibangun didasarkan pada kerangka logis sebab-akibat, berdasar rujukan empiris pada ekosistem dan pola pengelolaan perairan yang berbeda. Analisis interaksi sistemik dibangun berdasarkan pada kerangka logis dari kemungkinan yang bisa dikembangkan pada lokasi sea-ranching. Kerangka umum tata kelola diadopsi dari kerangka umum pembangunan berkelanjutan FAO 1985, tata cara perikanan yang bertanggung jawab CCRF, tata kelola pengelolaan wilayah pesisir PEMSEA 2003 dan kerangka kerja pengkayaan stok yang bertanggung jawab Blankenship dan Leber 1995.

3.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada kondisi dan karakteristik lingkungan perairan P Semak Daun-KAKS, DKI Jakarta. Data yang digunakan didasarkan pada data sekunder yang telah dikumpulkan dari beberapa penelitian terdahulu pada lokasi yang sama atau mendekati wilayah sea farming seperti Mansyur 2013, Kurnia 2012, Rudiyanto 2011.

3.2.3 Kondisi Wilayah Perairan Dangkal P. Semak Daun

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu KAKS merupakan wilayah kepulauan, dengan keseluruhan pulau mencapai 110 buah yang terdiri 50 pulau dengan luas kurang dari 5 ha, 26 pulau luas antara 5 sampai 10 ha dan 24 pulau mempunyai luas lebih dari 10 ha. Gugusan kepulauan di Kelurahan P Panggang, menjadi bagian dari wilayah ini. Kelurahan P Panggang, dimana P Semak Daun berada mempunyai 13 pulau termasuk Pulau Semak Daun dengan luas keseluruhan sebesar 62.10 ha. Tetapi hanya 2 buah pulau yang berfungsi sebagai pemukiman yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Pulau Semak Daun peruntukannya adalah sebagai PHU Kelurahan Pulau Panggang 2009 dalam Rudiyanto 2011. Pulau Semak Daun, memiliki luas daratan 0.50 ha yang dikelilingi karang dalam seluas 315 ha. Didalam kawasan karang dalam gosong ini sedikitnya terdapat 5 buah goba dan diperkirakan mencapai luasan 33.3 ha. Goba tersebut umumnya terletak di sebelah timur Pulau Semak Daun. Antara satu goba dengan goba lainnya dihubungkan oleh selat kecil galer sehingga memungkinkan pelayaran antar goba Kurnia 2012. Bagian paling dominan dari karang P. Semak Daun adalah reef flat dan mud flat . Kedalaman kawasan ini antara 0.5 sampai 3.0 m pada saat pasang. Sementara, pada saat surut beberapa reef flat tidak berair. Substrat reef flat berupa pasir berkarang, baik karang hidup maupun karang mati bercampur dengan pecahan karang dan cangkang moluska yang sudah kosong. Bagian reef flat yang tidak berarus pada bagian dasarnya bersubstrat pasir yang mengandung lumpur sehingga disebut mud flat Kurnia, 2012, Mansyur, 2013. Kondisi eksisting ekosistem perairan dangkal Pulau Semak Daun dapat dilihat dalam gambar berikut. Gambar 3.1 Kondisi ekosistem di perairan dangkal Pulau Semak Daun Terumbu karang berada di wilayah tengah dan tubir wilayah perairan dangkal. Tubir ini sekaligus menjadi pembatas dengan wilayah perairan yang lebih dalam. Kondisi ini yang menjadikan spesies ikan yang berasosiasi dengan karang biasanya akan selalu berada dalam wilayah perairan dangkal ini. Sedangkan ikan pelagis akan beruaya dan berenang keluar dan masuk wilayah peraian dangkal ini. Secara tradisional, nelayan setempat juga memberikan batas-batas ekologis untuk membedakan satu bagian wilayah dalam perairan dangkal ini dengan wilayah lainnya. Berdasarkan survei dan pemetaan yang dipandu oleh nelayan setempat yang berpengalaman, maka dalam wilayah perairan dangkal Pulau Semak Daun terdapat zonasi perairan secara tradisi yang berpusat pada gundukan karang goba. Batas-batas ini biasanya ditandai oleh adanya kolom air yang lebih dalam galer atau kumpulan karang dengan karakteristik tertentu bentuk, warna atau formasi tertentu sehingga nelayan setempat mengenal empat zona yang terdiri dari Goba Semak Daun, Goba Kucing, Goba Karang Sempit dan Goba Karang Lebar seperti terlihat dalam gambar berikut. Gambar 3.2 Zonasi tradisional perairan Semak Daun oleh nelayan setempat 3.3 Pemanfaatan Perairan 3.3.1 Perikanan Pada tahun 2012, alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan di Kepulauan Seribu adalah pancing dan bubu. Alat tangkap lain yang digunakan oleh nelayan mencakup paying, jaring, muroami seperti terlihat dalam Gambar 3.3. Gambar 3.3 Alat penangkapan ikan di Kepulauan Seribu