Interaksi Antar Aktor dan Hasil
dalam penebaran ini diikuti oleh tindakan pengawasan agar juvenil yang dilepas tidak kemudian ditangkap kembali. Berdasarkan pengalaman nelayan setempat,
pelepasan benih juvenile ikan kerapu yang pernah di perairan dangkal P Semak Daun oleh beberapa pihak sebagian besar menjawab dilakukan oleh PKSPL-
IPB, tidak diikuti oleh usaha pengawasan. Sehingga nelayan masih bisa menangkap ikan di perairan yang sebelumnya dilakukan pelepasan ikan kerapu.
Sehingga ikan yang telah dilepas ditangkap kembali oleh nelayan. Pengambilan karang merupakan satu kebutuhan bagi masyarakat setempat
untuk kebutuhan pembangunan pemukiman, tetapi dengan batas-batas wilayah yang pasti dan pengawasan yang kuat. Persoalannya adalah bahwa aturan main
rules-in-use lokasi pengambilan karang ini sangat lentur, mengingat belum
adanya regulasi formal yang mengatur. Berdasarkan diskusi dan wawancara dengan masyarakat, lokasi pengambilan karang dan pasir didasarkan pada
kesepakatan warga atau penduduk; tetapi konfirmasi dari pemerintah setempat belum adanya ketetapan akan zonasi ini secara formal. Padahal relasi antara
pengambil karang dengan pengelola sea ranching berpotensi saling menegasikan. Berdasarkan pada kesepakatan warga, pengambilan karang dan pasir hanya
diijinkan dapat dilakukan untuk kepentingan sendiri bukan untuk diperdagangkan. Namun demikian, hasil diskusi dengan masyarakat didapatkan adanya informasi
harga pasir dan karang untuk satuan volume tertentu. Bahkan informasi ini juga memberikan adanya perbedaan harga antara karang mati dan karang hidup.
Kebutuhan akan karang dan pasir terjadi baik pada P Pramuka maupun P Panggang. Kebutuhan pasir dan karang di P Panggang terutama bagi kebutuan
material reklamasi untuk pembangunan rumah tinggal. Sedangkan kebutuhan di P Pramuka tidak memerlukan reklamasi.
Pengelolaan sea ranching juga membutuhkan adanya pemasok juvenile. Hubungan antar pemasok juvenile dan pengelola sea ranching mempunyai relasi
positip karena masing-masing aktor mempunyai saling ketergantungan. Ketidakadaan pasokan juvenile dari aktivitas pembenihan, akan sangat
menghambat proses pelepasan dan akan mempengaruhi siklus lepas-tumbuh- panen. Pengalaman pembudidaya marikultur sekarang ini, juvenile harus
didatangkan dari luar wilayah P. Seribu yaitu dari Lampung dan Bali. Peran PKSPL-IPB sekarang ini cukup besar dalam memberikan informasi dan
pengadaaan benih juvenile ikan kerapu bagi pengembangan budidaya kerapu di lokasi perairan ini.
Pengembangan sea ranching juga mendorong aktivitas wisata baik wisata snorkling maupun pancing. Aktor yang terlibat dalam relasi ini adalah pengelola
sea ranching dan pemandu wisata, pengelola sea ranching dan penyedia jasa
perahu dan pemandu wisata dengan penyedia jasa perahu. Relasi antara pengelola sea ranching dengan pemandu wisata bersifat
konstruktif atau saling menguatkan, karena mempunyai saling ketergantungan yang tinggi. Demikian pula relasi antara pengelola dengan penyedia jasa perahu.
Untuk pengembangan wisata baik snorkling dan pancing, membutuhkan perahu untuk mendukung kegiatan wisata ini. Sehingga relasinya menjadi saling
menguatkan. Hal ini berimplikasi penting bagi relasi antara aktor pemandu wisata dan penyedia jasa perahu. Kedua aktor tersebut bersifat saling menguatkan,
karena kegiatan wisata yang menjadi aktivitas pemandu wisata sulit berjalan tanpa adanya perahu yang disewakan oleh penyedia jasa perahu. Demikian pula,
penyedia jasa penyewaan perahu tidak akan berjalan bila kegiatan wisata yang tidak didukung oleh pemandu wisata. Hal ini terkait dengan keamanan wisatawan
dan pengendalian dampak kegiatan wisata pada lingkungan perairan pada wilayah sea ranching
. Secara prinsip rules-in-use yang digunakan adalah bahwa kegiatan wisata tidak boleh mengurangi proses lepas-tumbuh-panen dalam sea ranching
mengingat bahwa wisata merupakan kegiatan sekunder turunan dari kegiatan sea ranching
. Hal ini perlu ditekankan, bahwa pelepasan wilayah perairan ini sebagai demarcated area adalah untuk mengembangkan sea ranching. Pengelola
sea ranching merupakan pemegang hak right holder atas wilayah demarkasi ini.
Sehingga rules-in-use harus mendapat otorisasi dari pengelola sea ranching. Hal ini akan efektif bila pengelolaan wisata ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari
pengelolaan wilayah sea ranching secara keseluruhan. Dampak interaksi masing- masing aktor terhadap aktor lainnya pada kelembagaan pengelolaan sea ranching
dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 5.6 Interaksi setiap aktor dan dampaknya pada kelembagaan sea-ranching
No. Aktor
Dampak Interaksi Pada Sea ranching
1. Nelayan
- 2.
Pengambil pasir dan karang -
3. Pemandu Wisata
+ 4.
Penyedia Jasa Perahu dan peralatan snorkling
+ 5.
Pengelola Sea ranching +
6. Penyedia Juvenil
+ 7.
Pemda KAKS dan TNKS +
Keterangan : + = berpotensi menguatkan
- = berpotensi melemahkan
Interaksi yang sangat krusial adalah antara nelayan dan pengambil karang yang berpotensi destruktif pada pengelolaan sea ranching. Mengingat bahwa
karakteristik yang mempengaruhi relasi nelayan dan pengambil karang dengan aktor lainnya masih lemah, maka perlu usaha peningkatan ini. Hal ini dapat
dilakukan dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman maupun penegakan peraturan yang memadai. Sehingga pada akhirnya diharapkan bahwa dampak dari
relasi semua actorlembaga dalam sea ranching berpengaruh positip pada pengelolaan sea ranching.
5.3.5 Dampak Pengelolaan 5.3.5.1 Dampak Pada Sumberdaya Alam
Keberhasilan pengelolaan sea ranching, diharapkan berdampak pada tiga komponen besar yaitu : 1 Dampak pada kelestarian sumberdaya, 2 Dampak
pada kondisi sosial masyarakat, dan 3 Dampak pada sumberdaya finansial. Sebagian dampak tersebut telah dianalisis dari penelitian sebelumnya, dan tidak
menjadi kajian dari penelitian ini tetapi menjadi input untuk analisis kelembagaan ini.
Menurut Kurnia 2012 hasil analisis menunjukan bahwa pada penebaran pola sistem sea ranching tipe panen harvest type yang sesuai dengan daya
dukungnya, diharapkan proses lepas-tumbuh-tangkap akan sesuai dengan daya dukung nutrien yang ada pada ekosistem ini. Penebaran juvenile ikan kerapu
macan di lokasi tersebut akan menyeimbangkan struktur tropik dari ekosistem yang ada. Namun proses ini juga mensyaratkan adanya dukungan kelestarian
sumberdaya khususnya Pengembangan wisata pancing dan snorkeling yang direncanakan pada
pengelolaan sea ranching dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan, akan mengurangi dampak wisata pada ekosistem terumbu karang yang ada pada
wilayah sea ranching. Rencana pengelolaan wisata snorkeling didasarkan pada analisis daya dukung wilayah yang telah dianalisis oleh Purnomo 2014. Pola
sea ranching yang didasarkan pada put-grow-take dalam sistem ini, menempatkan
bahwa karamba jaring apung bukan menjadi aktivitas utama. Tetapi hanya menjadi aktivitas tambahan untuk menampung ikan yang perlu untuk pembesaran
sementara sampai dengan ukuran yang dijual 0.5 kgekor.