Analisis Pelepasan, Pertumbuhan dan Panen

Berdasar Tabel 4.2, maka umur ikan pada saat penebaran dengan panjang 17 cm adalah setara umur 3.24 bulan di alam, dengan bobot ikan 61.90 gramekor. Panjang ikan yang mencapai L∞ sepanjang 97.48 cm akan terjadi pada umur ikan 33 tahun dengan bobot sebesar 15 kgekor. Ukuran ikan yang bisa dijual dimulai pada bobot 3.0 ons ke atas atau dimulai pada ikan ukuran 28.73 cm atau setara umur ikan 10.24 bulan bisa dipanen. Umur ikan pada 10.24 bulan setara dengan 7 bulan dari waktu penebaran penebaran dilakukan di awal bulan seperti terlihat dalam tabel berikut. Tabel 4.3 Umur, panjang dan berat ikan setelah waktu penebaran Umur Ikan bulan Umur ikan tahun Panjang Total pada umur ke-t Lt cm Berat Ikan gramekor Waktu setelah enebaran bulan 1.00 0.08 12.85 25.51 2.00 0.17 14.73 39.30 3.24 0.27 17.00 61.90 1 4.24 0.35 18.80 84.94 2 5.24 0.44 20.55 112.54 2 6.24 0.52 22.26 144.92 3 7.24 0.60 23.93 182.23 4 8.24 0.69 25.57 224.59 5 9.24 0.77 27.17 272.08 6 10.24 0.85 28.73 324.73 7 11.24 0.94 30.26 382.57 8 12.24 1.02 31.76 445.56 9 13.24 1.10 33.22 513.67 10 14.24 1.19 34.65 586.83 11 15.24 1.27 36.05 664.96 12 16.24 1.35 37.41 747.95 13 Sumber : Hasil analisis berdasarkan model dari Kurnia 2012. Laju kematian alami mortalitas alamiM ikan kerapu macan di lokasi studi sebesar 0.45 sampai 0.46 per tahun Kurnia 2012. Informasi ini sangat berguna untuk mengestimasi jumlah biomasa ikan yang berada pada perairan. Mortalitas alami ini bisa dikarenakan kematian oleh predasi, penyakit atau factor lainnya. Bila dilihat dari waktu dari penebaran sampai ukuran panen sesuai dengan permintaan pasar minimal 7 bulan, maka akan terlalu lama. Sehingga walaupun mungkin secara bio-teknis bisa dilakukan, tetapi sulit bagi nelayan untuk bisa bertahan tanpa penghasilan selama kurun waktu minimal 7 bulan. Secara ekonomis hal ini tidak menguntungkan. Sehingga perlu disimulasikan pola penebaran release dengan pola musim bulanan seperti pola musim tebar pada budidaya. Sehingga nelayan mempunyai potensi pendapatan terjadwal. Namun demikian, dengan karakteristik ikan kerapu yang cenderung predator sehingga berpotensi kanibal, maka penebaran tidak dilakukan pada satu perairan yang sama dengan ukuran ikan yang berbeda. Untuk menghindari terjadinya pemangsaan ikan oleh ikan yang lebih besar, maka dapat dilakukan penebaran pada ukuran yang berbeda pada wilayah perairan yang berbeda. Oleh karena itu, dengan adanya wilayah goba dengan batasan alamiah berupa perairan; maka setiap goba dapat dimanfaatkan menjadi satu tempat pelepasan ikan muda kerapu dengan satu ukuran. Sehingga potensi terjadinya kanibalisme akan semakin rendah, dan memungkinkan adanya kematian alamiah yang semakin rendah. Walaupun terdapat eman wilayah zona dalam perairan dangkal Semak Daun, tetapi satu wilayah merupakan wilayah pengambilan karang dan pasir untuk bahan bangunan non-komersial. Walaupun tidak dikuatkan oleh peraturan legal mengingat bahwa wilayah ini merupakan bagian dari Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, tetapi masyarakat telah mempunyai kesepakatan menetapkan daerah di bagian timur Goba Karang Lebar merupakan wilayah pengambilan karang dan pasir. Sehingga jumlah goba yang bisa dimanfaatkan untuk pelepasan ikan kerapu muda adalah 5 unit. Waktu yang diperlukan untuk sampai pertumbuhan ikan pada ukuran yang ditangkap kembali minimal adalah 7 bulan, dengan perkiraan bobot ikan per ekor 324.74 gramekor. Harga maksimal diperoleh pada saat ikan berukuran 500 gramekor, yang akan dicapai pada waktu umur ikan 13.24 bulan atau setelah pelepasan ikan 10 bulan. Untuk kepentingan analisis ini, maka digunakan waktu 10 bulan pertumbuhan ikan sampai dengan ukuran tertangkap pada satu wilayah goba. Sehingga jeda waktu pelepasan antar goba adalah 2 sampai 3 bulan. Bila menggunakan asumsi ini, maka nelayan akan dapat memanen ikan setiap 2 sampai 3 bulan sekali tetapi pada lokasi goba yang berbeda. Jumlah ikan muda yang dilepas, secara proporsional disesuaikan dengan proporsi luas perairan dalam satu goba. Total jumlah penebaran ikan per tahun 4 000 ekor dengan tingkat hasil tangkapan kembali harvest sebesar 1.058,661 kg sesuai dengan daya dukung wilayah perairan. Dalam simulasi ini maka diasumsikan : 1. Tingka produksipanen harvest proporsional dengan jumlah benih yang ditebar. 2. Produktivitas primer perairan masing-masing goba sama. 3. Tingkat kematian ikan juvenile alamiah M sama mengingat bahwa mempunyai perairanan mempunyai kondisi ekosistem yang saling terhubung. 4. Tingkat kematian akibat mortalitas tangkapan F diasumsikan sama karena menggunakan alat tangkap yang sama. 5. Kualitas benih yang ditebar sama. Berdasarkan kebutuhan juvenile untuk setiap pelepasan ikan secara proporsional, Karang Lebar membutuhkan benih yang paling besar. Kebutuhan benih juvenil setiap pelepasan dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 4.4 Luasan dan kebutuhan jumlah juvenil yang perlu dilepas No. Naman Goba Luasan ha Proporsi Luasan Jumlah Juvenil Dilepas ekor 1. Semak Daun 139.06 . 1 094 2. Karang Sempit 43.9 8.63 345 3. Goba Kuning 74.82 14.71 588 4. Karang Lebar 250.84 49.32 1 973 Total 508.62 100.00 4 000 Pola penebaran ikan muda juvenile kerapu disimulasikan seperti pada tabel berikut. Kotak yang berwarna lebih gelap menunjukan adanya penebaran ikan sesuai dengan kapasitas yang proporsional sesuai dengan perhitungan diatas. Pada bulan ke-10 setelah penebaran. sesuai dengan pola pelepasan yang dilakukan maka dilakukan penangkapan sekaligus dilakukan pelepasan kembali sejumlah yang sama pada goba yang sama. Demikian pola ini terus berlangsung selama analisis yaitu 5 tahun atau bulan ke-60. Tabel 4.5 Jadwal pelepasan juvenil ikan kerapu pada setiap goba di perairan dangkal Semak Daun pada sistem sea ranching No Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Semak Daun 2 Karang Sempit 3 Kucing 4 Karang Lebar Keterangan : Kotak yang berwarna gelap menunjukan adanya pelepasan juvenile Pola ini berimplikasi penting secara ekonomis. karena menunjukan adanya arus kas yang keluar cash out-flow maupun arus kas masuk cash in-flow dari sisi pengelola sea ranching. Tetapi pola ini juga secara ekonomis dapat menggambarkan pola arus kas yang masuk dan keluar dari wilayah sea ranching secara keseluruhan. karena adanya beberapa input dalam sea ranching yang harus didatangkan dari luar wilayah. khususnya Kelurahan Pulau Panggang. Seperti dalam konsepsi awal. bahwa kegiatan sea-ranching mensyaratkan adanya habitat ikan yang menjamin ketesediaan pakan alami untuk mendukung pertumbuhan ikan optimal. Karakteristik ikan kerapu adalah ikan yang berasosiasi dengan karang. sehingga adanya karang yang memadai untuk mendukung kehidupan kerapu di alam menjadi prasyarat ekosistem yang dibutuhkan. Pada sisi lain. bila kondisi ini terjadi menimbulkan potensi wisata berupa wisata pancing sport fishing dan wisata snorkling. Hal ini juga sesuai dengan kondisi wilayah Kelurahan P. Panggang sebagai salah satu destinasi wisata penting di Kepulauan Pulau Seribu. khususnya Kecamatan Kepulauan Seribu Utara.

4.4 Biaya Pengelolaan

Biaya pengelolaan yang dimaksudkan dalam analisis ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjamin bahwa system sea ranching berjalan dengan baik. Untuk menjamin bahwa sea-ranching berjalan dengan baik. maka dibutuhkan kegiatan pelepasan ikan juvenil. mengurangi akses nelayan pada sumberdaya serta menjamin bahwa wilayah yang bersifat demarcated bisa diterapkan dengan baik. Sehingga dalam biaya pengelolaan dapat dikelompokan menjadi komponen yaitu : a biaya langsung operasional, bbiaya transaksi, dan c biaya pemanfaatan sumberdaya dalam wilayah sea-ranching selain untuk kegiatan lepas- tumbuh-tangkap ikan. yaitu berupa kegiatan wisata.

4.4.1 Biaya langsung operasi sea-ranching

Konsep sea ranching menggabungkan antara perikanan tangkap terbatas dengan sebagian kegiatan budidaya perikanan. Kegiatan perikanan tangkap menjadi salah satu kegiatan utama. mengingat bahwa proses pelepasan juvenile adalah untuk ditangkap kembali. Sehingga sea ranching merupakan perikanan tangkap berbasis budidaya CBF = culture based fisheries. Biaya langsung dalam sea ranching meliputi biaya pelepasan juvenile dan biaya penangkapan. Dua komponen ini akan sangat terkait. karena frekuensi penangkapan akan sebanding dengan frekuensi pelepasan juvenile. Bila kemudian ikan yang tertangkap tidak sesuai dengan ukuran permintaan pasar konsumsi, maka kemudian dilakukan pembesaran pada karamba jaring apung. Pengembangan jaring apung bersifat residual. Biaya langsung pelepasan juvenile akan sangat dipengaruhi oleh jumlah juvenile yang dilepas. Proporsi pelepasan jumlah juvenile yang dilepas setiap goba dalam setahun dalam 5 tahun dapat dilihat dalam gambar berikut. Tabel 4.6 Jumlah juvenil yang dilepas pada setiap goba per tahun selama 5 tahun No. Nama Tahun 1 2 3 4 5 1 Goba Semak Daun 2 187 1 094 1 094 2 187 1 094 2 Goba Karang Sempit 690 345 345 690 345 3 Goba Kuning 588 1 177 588 588 1 177 4 Goba Karang Lebar 1 973 1 973 3 945 1 973 1 973 Total Pelepasan Juvenil 5 439 4 588 5 973 5 439 4 588 Mengingat bahwa jadwal pelepasan yang tidak sama. sehingga jumlah juvenile yang dilepas tidak sama setiap tahunnya. Tetapi jumlah yang dilepas setiap goba pada setiap pelepasan tetap sama. Dua goba dengan jumlah juvenil yang dilepas terbesar adalah Goba Semak Daun dan Goba Karang Lebar. Proporsi jumlah juvenil yang dilepas pada masing-masing goba dapat dilihat dalam Gambar 4.3. Gambar 4.3 Proporsi pelepasan juvenil ikan kerapu dalam setahun dari setiap Goba Berdasarkan pada praktek bisnis yang terjadi di lokasi setempat. petani karamba jarring apung membeli ikan kerapu dengan pola franco gudang petani. Sehingga biaya transportasi untuk mendapatkan ikan menjadi tanggungan pemasok dan bukan menjadi tanggungan petani. Sedangkan pembeli ikan kerapu melakukan panen di karamba. Sehingga petani karamba jaring apung yang memelihara kerapu juga tidak mengeluarkan biaya panen. Harga benih kerapu sebesar Rp1 300 per centimetre panjang ikan. Sehingga pada ukuran 17 cm, harga benih kerapu Rp22 100 ekor. Besarya biaya pembelian juvenile yang diperlukan untuk pelepasa ikan pada satu goba tertentu adalah jumlah juvenile dikalikan dengan harga ikan Rp22 100. Untuk melakukan pelepasan. diperlukan tenaga kerja 1 orang dalam waktu satu hari kerja. Biaya tenaga kerja lokal per hari per orang adalah Rp100 000. Sehingga biaya pelepasan juvenil dalam satu kali proses pelepasan adalah biaya total pembelian juvenile ditambah Rp100 000. Besarnya biaya pelepasan per tahun sesuai dengan pola pelepasan juvenil dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 4.7 Biaya pelepasan juvenil setiap tahun pada setiap Goba No Nama Goba Tahun Rupiah 1 2 3 4 5 1 Semak Daun 48 438 264 24 169 132 24 169 132 48 538 264 24 269 132 2 Karang Sempit 15 459 958 7 729 979 7 729 979 15 459 958 7 729 979 3 Kucing 13 103 987 26 207 975 13 103 987 13 103 987 26 207 975 4 Karang Lebar 43 696 901 43 696 901 87 393 803 43 696 901 43 696 901 Total 120 699 111 101 803 987 132 396 901 120 799 111 101 903 987