Model Sea ranching Penyusunan Model .1 Perkembangan Konsep Sea ranching
Secara empiris sea-ranching dalam konsep put-grow-take tanpa pakan masih sangat sedikit diterapkan di Indonesia sampai sekarang. Demikian pula
studi yang komprehensif, sehingga pengembangan model dalam kasus di Indonesia penting di lakukan. Studi awal tentang sea ranching telah dilakukan
oleh Yulianto 2015 tentang kemungkinan implementasi sea ranching di Taman Nasional Karimunjawa-Jawa Tengah. Namun demikian studi ini tidak
menganalisis model kelembagaan dan analisis implementasi pengelolaan sea ranching
di lokasi penelitian. PKSPL-IPB mengembangkan konsep sea farming Rudiyanto 2011 di
KAKS. Akan tetapi pelasapan ikan yang kemudian ditangkap kembali dalam pola lepas-tumbuh-tangkap belum diterapkan. Rejim open akses dan common property
dalam pengelolaan sumberdaya perairan menjadi salah satu kendala dominan. Oleh karenanya, model konseptual yang dikembangkan dalam analisis ini adalah
sea ranching yang memanfaatkan perairan dangkal pesisir tertentu, yang
memenuhi persyaratan untuk meningkatkan kapasitas perikanan tangkap dengan pola put-grow-take. Studi sebelumnya, disamping bio-ekologis, permasalahan
terkait dengan sistem hak menjadi isu elementer mengingat bahwa sistem ini membutuhkan wilayah perairan yang demarcated Gaines 2013; Alban dan
Boncoeur 2008; Arnason 2008. Model konseptual didasarkan pada interaksi subsistemik antara komponen
dalam ekosistem sea ranching. Secara umum, model sea-ranching menggabungkan unsur penangkapan dan budidaya, dalam ekosistem perairan
dangkal. Integrasi budidaya dan penangkapan Garcia dan Granger 2005; mencakup pembibitan, pembesaran dan penangkapan kembali pada ukuran
tangkapan. Aktivitas dalam sea ranching secara prinsip terbagi dalam tiga kelompok
yaitu pelepasan juvenile put, menumbuhkan ikan grow dan memanenmenangkap kembali take. Tiga aktivitas tersebut akan mengikat dari
dua dua dimensi dalam sea ranching yaitu dimensi sumberdaya alam dan dimensi sosial. Setiap aktivitas mempunyai pertimbangan dan implikasi yang berbeda pada
dua dimensi tersebut yang saling terkait. Dimensi sumberdaya alam dan dimensi sosial masing-masing saling terkait sehingga perubahan salah satunya akan
berpengaruh pada dimensi yang lain secara resiprokal. Keterkaitan ini terjadi pada setiap aktivitas dalam tahapan sea ranching yaitu lepas-tumbuh-tangkap, seperti
terlihat dalam Gambar 3.6. Berdasarkan pada Gambar 3.6, aktivitas dalam sea ranching menjadi
pengikat bagi interaksi sistem sumberdaya dan sistem sosial. Hanya dalam tahapan awal, interaksi ini akan sangat ditentukan dari sistem sumberdaya yaitu
kondisi ekosistem. Berdasarkan pada keterkaitan dimensi tersebut, sea ranching sangat dipengaruhi dan harus memperhatikan faktor yang membentuk dimensi
sosial, faktor yang mempengaruhi kondisi ekosistem perairan dan faktor hasil interaksi antara dimensi sosial dan dimensi ekologis berupa respon pengelolaan.
Gambar 3.7 Dimensi alam dan dimensi sosial dalam sea ranching Keberhasilan sea ranching akan ditentukan oleh kondisi tidak terganggunya
proses pelepasan-tumbuh–tangkap secara alamiah dan jaminan bahwa hanya individu atau kelompok yang melakukan pelepasan dan melakukan penjagaan
ikan selama pertumbuhan yang berhak memanenmenangkap kembali. Prasyarat tersebut merupakan turunan dari sistem alamiah dan sistem sosial yang
melingkupi wilayah sea ranching. Sehingga secara umum, hal ini akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekosistem dan interaksi dalam ekosistem, sistem yang
mendukung tidak adanya gangguan dan dan jaminan hak pemanfaatan oleh individu atau kelompok yang melakukan pelepasan dan respon pengelolaan.
Sehingga elemen dalam model sea ranching meliputi : 1 pelepasan juvenile, 2 eksosistem wilayah yang sehat dan demarkatif, 3 Sistem hak sumberdaya, dan
4 kelembagaan yang efektif sebagai respons pengelolaan. Persyaratan efektivitas sea ranching
bisa diturunkan dari prasyarat untuk mencapai ekosistem yang sehat dan demarkatif, sistem hak yang efisien dan kelembagaan yang efektif. Secara
konseptual model sea ranching dapat dilihat dalam Gambar 3.8 berikut. Berdasarkan pada Gambar 3.8 maka sea ranching pada perairan tropika
dengan rejim pengelolaan akses terbuka dapat dirumuskan sebagai proses pelepasan juvenil pada perairan sehat dan demarkatif dengan pola lepas-tumbuh-
tangkap yang dijamin oleh sistem hak sumberdaya yang efektif dan mensyaratkan kelembagaan pengelola yang efisien dan legitimatif. Walaupun dalam model
semua elemen itu saling berinteraksi, tetapi komponen ekosistem wilayah yang sehat dan demarkatif merupakan bagian yang paling penting dalam sistem model
sea ranching . Secara teoritis, karakteristik ini dapat diatasi oleh respon
pengelolaan dalam bentuk aplikasi teknologi tertentu, tetapi perlu penelitian dan usaha yang lebih besar untuk menentukan kelayakan ekonomis aplikasinya dalam
sistem ini.
Gambar 3.8 Model konseptual sea ranching 51
Kondisi ekosistem yang sehat dan demarkatif merupakan fungsi dari sistem hak sumberdaya yang ada dan kelembagaan yang dikembangkan sebagai sistem
respon pengelolaan bagi proses lepas-tumbuh-tangkap. Sekarang ini wilayah sea ranching
merupakan daerah penangkapan bagi nelayan lokal. Hasil survei pada masyarakat lokal menunjukan bahwa sebesar 57 responden melakukan
penangkapan di wilayah perairan dangkal Pulau Semak Daun seperti terlihat dari Gambar 3.9 berikut.
Gambar 3.9 Lokasi Daerah Penangkapan Nelayan Lokal Survei ini dilakukan pada nelayan di Kelurahan P Panggang yang secara
administratif wilayah perairan ini merupakan bagian wilayahnya. Berdasarkan asal wilayah, sebanyak 86 responden merupakan nelayan di P Panggang dan
12 dari P Pramuka seperti terlihat dalam Gambar 3.10 berikut.
Gambar 3.10 Proporsi Asal Responden Sehingga peran wilayah ini sebagai daerah penangkapan nelayan lokal
menjadi penting. Penetapan wilayah ini menjadi wilayah demarkatif akan berimplikasi secara signifikan bagi nelayan lokal.
Sistem hak sumberdaya ini juga sebagian akan berpengaruh pada kelembagaan pengelolaan sea ranching baik dalam perspektif aturan rules of the
game maupun aktorlembaga player of the game. Semakin efektif sistem hak
sumberdaya dan efektif kelembagaan, akan mendorong kondisi ekosistem yang sehat dan demarkatif yang meningkatkan keberhasilan sea ranching.
Sea ranching merupakan aktivitas yang dikembangkan untuk meningkatkan
kesejahteraan nelayan lokal, terkait dengan penurunan produktivitas perairan tangkap pesisir yang berakibat pada kondisi lebih tangkap. Khusus ikan kerapu
disamping analisis yang telah dilakukan oleh Kurnia 2012 yang menunjukan telah terjadinya kondisi lebih tangkap, hasil survei pada nelayan lokal juga sejalan
dengan temua tersebut dimana juga memberikan pendapat yang sama. Sebanyak 80 responden menyatakan bahwa telah terjadi penurunan hasil tangkapan
kerapu secara signifikan dibandingkan sebelumnya Gambar 3.11. Penurunan ini terjadi baik dalam hal jumlah hasil tangkapan maupun ukuran ikan yang
ditangkap. Peningkatan kesejahteraan akan sangat dipengaruhi oleh pertimbangan bio-
teknologis dan sosial-ekonomis, termasuk pada pola sea ranching. Perspektif ini menjadi salah satu pertimbangan kuat pengembangan sea ranching. Sehingga
kesesuaian ekologis menjadi syarat keharusan necessary condition, tetapi hal ini tidak cukup sehingga sea ranching juga meningkatkan kesejahteraan nelayan
sufficiency condition .
Secara sekuensial, sea ranching dimulai dari pelepasan ikan muda juvenile pada wilayah yang telah ditentukan dan memenuhi syarat. Pelepasan ikan muda
juvenile untuk peningkatan stok stocking merupakan hasil budidaya hatchery
agar ukuran seragam, yang didasarkan pada perhitungan kebutuhan jumlah tangkapan berdasar daya dukung lingkungan dan asumsi daya hidup juvenil.
Konsep penting dalam model sea ranching ini adalah proses pertumbuhan ikan muda didasarkan ketersediaan pakan alami no feeding. Oleh karenanya, seperti
halnya pengkayaan perikanan lainnya, perhitungan besaran daya dukung ini menjadi salah satu dasar perhitungan yang sangat krusial, dan perlunya masukan
ilmiah Lorenzen 2014. Gambar 3.11 Persepsi nelayan pada hasil penangkapan ikan kerapu di lokasi
penelitian
Simulasi kebutuhan stok mencakup jumlah dan waktu pelepasan stok. Jumlah dan waktu pelepasan stok akan dipengaruhi oleh jumlahbesaran panen
harvest baik melalui penangkapan terkendali regulated fishing maupun
penangkapan rekreasional. Untuk dapat dilakukan analisis dengan baik, maka jumlah individu yang dilepas harus seragam dan berasal dari lingkungan yang
sama. Garlock et al. 2013 mendapatkan bahwa individu juvenile Florida largemouth
bass Micropterus floridanus; mempunyai pertumbuhan, aktivitas, metobolisme dan daya hidup yang berbeda antara ikan yang ditangkap alami, dari
hatchery yang dimanipulasi dan hatchery standar.
Sea ranching merupakan aktivitas pelepasan stok dengan rasional ekonomi
kuat, yang ditujukan peningkatan efisiensi ekonomis penangkapan dan kesejahteraan nelayan. Walaupun dasar perhitungan stocking didasarkan oleh
jumlah kemampuan ekosistem perairan mendukung biomasa ikan, tetapi faktor besaran manfaat ekonomi yang akan diperoleh menjadi pertimbangan untuk
implementasi stocking tersebut. Besaran ini dipengaruhi oleh harapan nilai benefit per individu nelayan yang terlibat. Oleh karenanya, jumlah nelayan yang terlibat
dipengaruhi oleh jumlah stok yang ditebar sesuai daya dukung perairan dan pendapatan per individu nelayan.
Konflik menjadi salah satu bahaya penting dalam pengembangan sea ranching
. Potensi konflik ini bisa konflik antar nelayan dalam satu kelompok sea ranching
maupun antara nelayan dalam kelompok sea ranching dengan individu yang sebelumnya memanfaatkan wilayah sea ranching. Jumlah nelayan yang
terlibat menjadi isu krusial, karena biasanya dalam sea ranching jumlah nelayan yang terlibat menjadi lebih rendah Gaines 2013. Seperti terlihat dalam Gambar
3.9 dan Gambar 3.10, keterlibatan nelayan yang sekarang melakukan penangkapan di wilayah ini dalam pengelolaan sistem sea ranching menjadi salah
satu faktor untuk mengurangi potensi konflik ini. Sehingga secara umum, analisis daya dukung ini mencakup dua hal pokok
yaitu daya dukung ekologis dan daya dukung sosial-ekonomis. Daya dukung ekologis menunjukan jumlah maksimal biomasa ikan yang bisa ditampung dalam
unit ekosistem area sea ranching Inglis et al. 2005; Bengston 2014. Daya dukung non-ekologis, mencakup daya dukung sosial dan daya dukung ekonomis.
Daya dukung sosial merupakan konsep yang sulit untuk diukur. Daya dukung sosial mencerminkan jumlah orang maksimal yang bisa terlibat dalam sistem sea
ranching yang tidak menimbulkan konflik yang menjadi hambatan bagi
implementasinya Tarrant dan English 1996, Ross et al. 2013. Sedangkan daya dukung ekonomis adalah jumlah nilai ekonomis maksimal yang bisa dihasilkan
Ross et al. 2013 dari aktivitas sea ranching. Simulasi jumlah dan waktu pelepasan juvenile dalam sea ranching harus
didasarkan pada pertumbuhan dan tingkat daya hidup ikan yang sama, agar diperoleh akurasi total panen harvest. Namun demikian dalam kenyataannya
dimungkinkan terjadi kondisi tertangkapnya ikan yang berukuran lebih kecil undersize
, yaitu ikan tertangkap belum mencapai ukuran komersial. Sehingga perlu proses pembesaran rearing dalam karamba jaring apung floating cage.
Untuk memacu pertumbuhan ini, kemungkinan dilakukan pemberian pakan feeding
. Hal ini harus dilakukan sangat hati-hati, karena secara prinsip proses sea ranching
dilakukan dalam ekosistem tertutup. Karenanya jumlah pakan harus dibatasi, sebab pemberian pakan akan berpotensi menambah jumlah N yang bisa
mendorong proses penyuburan eutrofikasi. Proses ini akan dipicu oleh perubahan rasio NP Yeo et al. 2004.
Proses penyuburan akan mendorong ekosistem menjadi subur dan menurunkan daya dukung ekologis karena perebutan oksigen antar organisme
dalam ekosistem wilayah sea ranching. Proses pembilasan flushing akibat arus yang mendorng pergantian masa air dalam ekosistem, dapat mengurangi potensi
eutrofikasi ini karena pada dasarnya ekosistem ini tidak benar-benar tertutup. Namun demikian, pergerakan arus pada wilayah goba sangat lambat arus
laminar sehingga potensi pembilasan juga rendah Mansyur 2013. Jumlah karamba dan pemberian pakan harus pada tingkat dibawah kondisi eutrofikasi.
Pemberian pakan juga berpotensi untuk meningkat pencemaran partikel, berupa material tersuspensi total suspenden solidTSS atau material terendapkan
seattleable solidSS Yeo et al. 2004 dan berpotensi menempel pada terumbu
karang Mansyur 2013. Penempelan partikel ini akan dapat mematikan atau menghambat berkembangnya polip karang, dan berpotensi mendorong dominasi
alga besar makro alga yang melakukan suksesi pada lokus tumbuhnya polip karang. Pada sisi lain, pencemaran partikel juga menurunkan turbiditas.
Penurunan turbiditas akan menurunkan penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan bagi proses fotosintesis karang. Sehingga kesehatan karang menjadi
terganggu. Hal ini akan berbahaya bagi spesies ikan yang berasosiasi dengan karang. Bila kelompok ikan ini berkurang, maka ikan kerapu sebagai top predator
akan kekuarangan makanan yang pada akhirnya akan mengganggu proses pertumbuhan secara alaminya.
Komponen utama dalam proses sea ranching kerapu macan ini adalah pelapasan juvenile yang selanjutnya akan tumbuh tanpa pakan, dan proses
pembesaran menjadi pendukung. Sehingga, kesehatan eksosistem karang dalam perairan menjadi prasyarat penting. Kesehatan karang menjadi faktor yang
membatasi jumlah karamba jaring apung pada proses pembesaran. Dalam konteks sea ranching
, daya dukung ekosistem digunakan menjadi dasar penentuan baik dari sisi pelepasan juvenile dan proses pertumbuhannya, maupun bagi proses
pembesaran bagi ikan yang tertangkap dibawah ukuran permntaan pasar undersize
. Disamping proses pembesaran, karena terjaganya ekosistem karang juga
berpotensi menjadi tujuan wisata pada site tertentu baik berupa snorkeling atau pancing penangkapan rekreasional. Sebagai contoh, sea ranching cod di
Norwegia telah menjadi tujuan rekreasi pancing walaupun masih perlu pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap atau harus dilepas lagi Moksness
2014. Setiap aktivitas pengelolaan baik untuk penangkapan kembali maupun
wisata, berpotensi mendapat penerimaan dan juga membutuhkan biaya. Agar tidak terjadi persaingan antar pelaku dalam komponen sea ranching, maka semua
pelaku menjadi satu unit kesatuan organisasi. Artinya bahwa seluruh pelaku merupakan satu unit agen, bukan menjadi sub unit yang otonom. Unit-unit
pemanfaatan tersebut menjadi bagian dari pengelola sea ranching. Seperti diuraikan sebelumnya, kondisi tersebut akan dapat dipenuhi apabila
sistem hak sumberdaya dan kelembagaan pengelolaan berjalan secara efektif. Sistem hak ini akan terkait dengan dua faktor utama yaitu : a kemampuan untuk
mencegah orang lain yang tidak berhak menikmati manfaat dari sea ranching
sistem ekslusi, dan b kekuatan sistem demarkasi. Sistem hak ini menyebabkan pengelolaan wilayah tidak lagi bisa dilakukan dalam sistem akses terbuka tetapi
sebaliknya terutup atau terbatas. Sehingga pengelolaan wilayah perlu didasarkan pada sistem pengelolaan perikanan basis hak RBFM : Right Based Fisheries
Management . Sistem ekslusi dan sistem hak ini juga akan mempengaruhi
legitimasi dan efektivitas kelembagaan pengelolaan sea ranching. Pembahasan terkait dengan dua komponen ini akan dilakukan pada bab yang lain dalam
disertasi ini.