Tujuan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Hak Sumberdaya Sistem Sea Ranching Studi Kasus Sea Ranching Di Kepulauan Seribu Dki Jakarta
Interaksi operasional antar elemen dinyatakan dalam garis lurus dan menentukan hasil outcome dalam jangka pendek, ketika variabel situasinya
tetap. Dalam kondisi dinamis, dinamika ini dinyatakan dalam garis putus-putus, dimana variabel situasinya dimodifikasi sebagai respon dari hasil proses
implementasi. Berdasarkan pendekatan ini, maka variabel yang mempengaruhi hasil dari
proses implementasi peningkatan stok ini mencakup variabel yang sangat luas, baik secara langsung maupun melalui mekanisme keterlibatan pemangku
kepentingan. Variabel atribut biologi populasi, atribut teknis penangkapan, atribut teknis dan biologis produksi akuakultur dan pelepasan stok, atribut lingkungan
dan habitat akan berpengaruh pada hasil outcome. Sedangkan atribut pemangku kepentingan, atribut pasar, dan atribut tata pengelolaan mendorong para
pemangku kepentingan untuk bekerjasama yang akhirnya berpengaruh pada pola interaksi. Pada akhirya pola interaksi ini bersamaan dengan pengaruh langsung
bio-fisik akan menentukan hasil dari proses pengembangan stok ini. Demikian pola ini bergerak secara dinamis.
Sea ranching adalah pola peningkatan stok dari hasil budidaya yang
ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan Alban dan Boncoeur 2008; Lorenzen et al. 2010, bukan untuk meningkat rukruitmen alamiah atau bahkan
meningkatkan stok yang menurun deplesi Anand dan Saundarapadian 2010. Oleh karena itu terdapat keterkaitan yang erat antara budidaya dan penangkapan.
Pengelolaan populasi pada sea ranching dilakukan dengan menyeimbangkan antara pelepasan stok stocking dengan penangkapan harvesting agar dapat
diperoleh struktur populasi yang diinginkan Lorenzen et al. 2010. Sea-ranching
harus dilakukan dengan melihat daya dukung lingkungan. Sehingga ekosistem perairan menjadi salah satu pembatas penting untuk
pengembangan sea-ranching. Pada wilayah Kepulauan Seribu, dimana sea ranching
dikembangkan dalam ekosistem karang, maka daya dukung ekosistem ini menjadi faktor pembatas penting baik bagi proses rearing, pelepasan juvenile
put maupun pembesaran grow. Pada akhirnya akan menentukan bagaimana pola pemanenan take.
Kapasitas budidaya dan penangkapan tersebut harus merujuk pada kemampuan daya dukung, yang secara ekologis sangat dominan dipengaruhi oleh
ekosistem karang. Dampak budidaya terhadap ekosistem dihubungkan oleh proses peningkatan kesuburan perairan eutrofikasi yang berpengaruh pada habitat
juvenile yang dilepaskan. Pelepasan stok dilakukan sesuai dengan kebutuhan tangkapan yang direncanakan dalam satu periode tertentu, yang sebelumnya telah
dibesarkan pada ukuran dan usia tertentu dalam sistem pembenihan hatchery. Penangkapan dalam sistem sea ranching harus merupakan proses yang
terencana sehingga tidak bisa dilakukan secara terbuka open access. Penangkapan ini secara dominan akan dilakukan untuk proses penangkapan
komersial. Namun demikian penangkapan juga dapat dilakukan untuk kegiatan non-comercial fishing
, seperti kegiatan perikanan rekreasional recreational fishing
untuk meningkatkan perekonomian. Proses penangkapan yang akan dilakukan bersifat input terbatas limited
entry dan terencana regulated fishing. Untuk itu, perlu secara jelas ditentukan
berapa jumlah penangkapan per satuan waktu tertentu dan berapa jumlah effort yang diperbolehkan, yang berimplikasi pada berapa jumlah individu yang dapat
terlibat dalam penangkapan. Agar proses ini dapat berjalan dengan baik, maka disamping memerlukan perhitungan berapa jumlah ikan yang dapat ditebar dan
berapa yang akan ditangkap daya dukung ekologis, juga memerlukan analisis berapa jumlah individu yang dapat terlibat dan siapa saja daya dukung sosial
ekonomis. Hal ini dilakukan, karena pola penangkapan yang diatur dengan input terbatas, merupakan hal baru di wilayah tersebut. Sehingga perlu dibangun sistem
pemilahan siapa yang berhak dan tidak berhak dalam proses penangkapan melalui sistem ekslusi. Sistem eksklusi exclusion system, akan menentutkan siapa yang
berhak terlibat dalam kegiatan perikanan tangkap dalam sistem sea ranching dan mengarahkan kelembagaan yang diperlukan dalam pengelolaan sea ranching ini.
Dalam konteks sistem sea-ranching, Alban dan Boncoeur 2008 menyatakan aspek spasial menjadi salah satu hal kritikal. Bukan hanya pada sisi
penangkapan terbatas dan penentuan areal tertentu yang bersifat demarcated, tetapi juga dalam wilayah yang sudah ditentukan perlu pengaturan kebutuhan
ruang. Pada kegiatan marikultur terbatas berupa karamba pembesaran rearing bagi ikan yang tertangkap tapi belum sampai pada ukuran konsumsi, perlu
pengaturan jumlah karamba, yang berimplikasi pada luasan yang. Sehingga perlu analisis berapa jumlah unit pembesaran yang dapat dikembangkan dengan
mempertimbangkan daya dukung ekosistem karang serta kebutuhan kegiatan penangkapan. Sehingga dalam sistem budidaya terbatas, disamping perlu analisis
daya dukung lingkungan dengan faktor pembatas adalah ekosistem terumbu karang, juga perlu analisis bagaimana secara ekonomis masih dapat dilaksanakan
tetapi secara sosial juga masih dapat diterima. Karena dari dua daya dukung tersebut akan menentukan bagaimana sistem pemilahan siapa yang berhak atau
tidak berhak untuk melakukan budidaya terbatas dalam wilayah sea-ranching. Secara prinsip, hak terhadap sumberdaya menyangkut dua hal pokok, yaitu
akses access dan hak kepemilikan property Ribot dan Peluso 2003. Bila hak terkait dengan adanya kemampuan ability untuk memperoleh benefit dari
sumberdaya, sementara kepemilikan property terkait dengan adanya hak yang dilegitimasi baik formal maupun informal terhadap benefit atas sumberdaya. Dua
hak tersebut mempunyai karakteristik dan implikasi yang berbeda terhadap perilaku pemanfaatan sumberdaya.
Common 1968 dalam Schlagger dan Ostrom 1992 dengan melihat bahwa hak right sebagai implikasi dari aturan rules, menyatakan hak
kepemilikan sebagai kewenangan authority untuk melakukan tindakan tertentu terkait dengan kepemilikan specific domain. Menurut Schlagger dan Ostrom
1992, hak individual dalam level operasional terkait dengan sumberdaya milik bersama common pool resource mencakup hak untuk memasuki wilayah
access dan mengambil sumberdaya withdrawal. Tetapi individu yang telah mempunyai hak akses dan mengambil tersebut juga bisa terlibat dalam proses
pengambilan keputusan pengelolaan lebih lanjut dalam pengambilan keputusan kolektif collective choice untuk menentukan keputusan operasional. Hak ini
mencakup hak pengelolaan management, hak pemilahan yang berhak exclusion dan hak pemindah tanganan hak kolektif alienation.
Charles 2001 menyatakan bahwa hak kepemilikan property right dapat ditinjau dari dua sisi yaitu rejim dan tipe kepemilikan. Berdasarkan rejim hak
kepemilikan, maka dapat dibedakan menjadi akses terbuka, negara, masyarakat dan swasta individu dan perusahaan. Sedangkan berdasarkan tipenya, hak