Untuk meningkatkan produktivitas hortikultura Indonesia perlu dilakukan berbagai hal seperti pemanfaatan dan optimalisasi pemanfaatan
berbagai sumber daya alam, pemilihan teknologi tepat guna, perbaikan mutu dengan menggunakan bibit unggul dan lain-lain. Defisit neraca perdagangan yang
terjadi akibat meningkatnya impor akan produk hortikultura juga seharusnya dapat ditekan dengan meningkatkan produksi dan produktivitas agar dapat memicu
kegiatan ekspor yang mendatangkan devisa dan mengurangi impor agar tidak terjadi defisit neraca perdagangan yang dapat mengurangi cadangan devisa.
4.4 Perkembangan Ekspor Hortikultura Indonesia di Dunia
Produk hortikultura telah menjadi salah satu komoditas perdagangan internasional. Potensi tersebut tentu menjadi peluang ekspor produk hortikultura
Indonesia. Dalam perkembangannya, ekspor hortikultura Indonesia pun menemui berbagai kendala. Kendala-kendala tersebut seperti standarisasi mutu yang ketat,
penanganan produk pasca panen Indonesia yang kurang baik, kurang bisa menjaga kualitas produk, masalah transportasi dan pengawetan. Pengadaan akan bibit
unggul hortikultura pun masih kurang. Sehingga para petani tidak menanam dengan bibit unggul dan tidak menanam dengan sistem penanaman yang baik,
padahal standar produk hortikultura dunia sangat diperhatikan. Bahkan mulai April 2003, sejumlah negara Uni Eropa akan menerapkan sistem konsinyasi
selama satu bulan untuk mengantisipasi produk buah-buahan segar tidak laku. Selama kurun waktu tersebut transaksi bisa saja dibatalkan dan resiko serta
kerugian yang ditanggung oleh eksportir serta produsen hortikultura Indonesia pun semakin tinggi.
Menurut Dumairy 1996, masalah lain dalam ekspor Indonesia ialah komposisi negara tujuan ekspor. Pasar yang menjadi tujuan ekspor kita
terkonsentrasi di beberapa negara tertentu. Akibatnya ketergantungan pada negara-negara dimaksud sangat besar. Setiap gejolak atau perkembangan yang
terjadi di segelintir negara itu dengan sendirinya akan sangat berpengaruh terhadap kinerja ekspor. Mengingat ekspor merupakan transaksi antarnegara,
maka gangguan terhadap ekspor tidak terbatas karena gejolak-gejolak ekonomi
yang berlangsung di negara tujuan ekspor. Akan tetapi juga akibat gejolak-gejolak nonekonomi yang terjadi di negara tersebut.
Ekspor Indonesia diekspor melalui berbagai cara, salah satunya yaitu melewati pelabuhan. Barang-barang ekspor Indonesia dimuat dan diberangkatkan
di berbagai pelabuhan yang tersebar di Indonesia, baik itu pelabuhan kecil maupun pelabuhan besar. Menurut Dumairy 1996, Ekspor yang berangkat dari
pelabuhan kecil biasanya menuju ke negara tetangga dekat, pada umumnya memuat barang-barang relatif ringan serta dengan volume terbatas. Karena masih
terbatasnya fasilitas pelabuhan di kebanyakan wilayah di tanah air, acap kali ekspor barang dari suatu daerah terpaksa harus dikapalkan melalui pelabuhan di
daerah lain. Pengapalan barang ekspor secara lintas-propinsi bukan saja menghilangkan peluang pendapatan bagi daerah asal barang tersebut di lain pihak
menambah pendapatan bagi daerah yang dilintasi, tetapi juga memperpanjang jalur penyampaiannya ke tempat tujuan akhir. Hal itu berdampak terhadap waktu
dan biaya. Waktu penyampaian menjadi lebih lama, bahkan bisa dan kerap kali terlambat sehingga melanggar kontrak yag disepakati antara eksportir dan pembeli
di luar negeri. Belum lagi jika kedatangan kapal terlambat, sementara barang yang hendak dimuat sudah terlanjur menunggu di gudang sewaan. Ongkos kirim
menjadi lebih mahal. Akibatnya harga barang menjadi tinggi, kemampuan bersaingnya di luar negeri berkurang. Kendala struktural semacam ini tentu saja
menghambat kelancaran ekspor. Masih ada alternatif transportasi lain yaitu dengan menggunakan jasa angkutan udara, tetapi biaya yang harus dikeluarkan
dengan menggunakan jasa angkutan ini jauh lebih mahal sehingga menambah pengeluaran untuk biaya produksi.
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 4.5 Perkembangan Total Ekspor Beberapa Komoditas Hortikultura Indonesia dan Beberapa Negara Pesaing di
pasar duniaTahun 2000-2010
Pada Gambar 4.5 dapat terlihat bahwa perkembangan total ekspor beberapa komoditas hortikultura Indonesia dan beberapa negara pesaingnya yaitu
Thailand dan Filipina semakin meningkat. Tetapi pada tahun 2009 ketiga negara ini mengalami penurunan nilai total ekspor dan penurunan tersebut kembali di
alami oleh Filipina. Peningkatan total ekspor ini memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian suatu negara. Diantara negara pesaingnya, Indonesia
mengalami peningkatan yang cukup baik setelah Thailand. Sehingga ekspor dapat menjadi sumber yang diandalkan bagi peningkatan devisa negara. Berikut
merupakan volume ekspor beberapa komoditas hortikultura Indonesia di beberapa negara tujuan ekspornya.
1. Bunga Potong Perkembangan ekspor bunga potong Indonesia di beberapa negara
importir potensial pada Gambar 4.6 berfluktuasi. Meskipun berfluktuasi, Indonesia tetap kontinyu dalam mengekspor komoditi ini ke negara tujuan
ekspornya pada setiap tahun yang digunakan dalam penelitian ini. Agregat volume ekspor bunga potong terbesar Indonesia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 adalah
di pasar dunia yaitu sebesar 11.299,829 ton, kemudian diikuti Singapura dan Cina. Produksi komoditi bunga potong unggulan Indonesia berdasarkan urutan
kontribusinya menurut Dirjen Hortikultura 2009 yaitu, krisan, mawar, sedap malam, anggrek, gladiol, anyelir, gerbera, helicona dan anthurium bunga. Untuk
komoditi bunga potong, Indonesia hanya bisa merebut 0,76 persen atau sekitar USD 136.000.000 dari total impor Belanda sebesar 17,861 miliar dollar AS.
Padahal biodiversity negara-negara Eropa seperti Belanda tidak seperti Indoensia, tetapi mereka mampu menjadi pemain pangsa pasar dunia. Yang menjadi kendala
ekspor bunga potong diantaranya yaitu produk yang dihasilkan tidak tersedia sepanjang waktu, tergantung kepada musim, tidak seperti di Thailand yang hasil
panennya tersedia setiap waktu. Kendala lainnya yaitu dari kemasan atau tampilan yang kurang diperhatikan. Padahal dengan kemasan atau tampilan yang bagus
produk tersebut mempunyai nilai lebih di mata para konsumennya dan terlihat lebih menarik. Petani juga harus pandai berinovasi dan menyiasati bunga potong
yang rentan layu dan hancur, agar kesegarannya terjamin hingga sampai di tangan konsumen. Selain itu, di Indonesia belum banyak tenga ahli untuk memberikan
sertifikat dan standarisasi. Karena di beberapa negara Uni Eropa bahkan dunia, karena bunga potong yang akan diekspor ke negara-negara tersebut wajib
bersertifikasi.
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 4.6 Perkembangan Volume Ekspor Bunga Potong Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 di Beberapa Negara Importir
Potensial 2. Kubis
Kubis merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor hortikultura Indonesia. Ekspor kubis Indonesia tidak kontinyu pada beberapa negara tujuan
ekspor seperti Belanda, Saudi Arabia dan Amerika Serikat pada tahun 2005 dan 2009, Cina tahun 2001 dan Uni Emirat Arab pada tahun 2001 dan 2005. Pada
Gambar 4.7 dapat terlihat bahwa volume ekspor kubis tertinggi tahun 2001, 2005 dan 2009 selain ke pasar dunia yaitu Malaysia dan Singapura. Pada tahun 2005
terjadi penurunan volume ekspor di beberapa negara kecuali Taiwan dan Cina. Penurunan ini terjadi karena pada tahun tersebut mucul negara lain yang volume
ekspornya lebih besar daripada Indonesia sehingga volume ekspor Indonesia menurun. Selain itu menurut data Dirjen Hortikultura 2009, produksi
hortikultura Indonesia pun pada tahun 2005 mengalami penurunan dari 1.432.814 ton pada tahun 2004 menjadi.1.292.984 ton pada tahun 2009 dan baru mulai
meningkat pada tahun 2007 hingga tahun 2009. Kubis merupakan tanaman yang rentan terhadap perubahan iklim sehingga mudah terserang penyakit seperti busuk
hitam Xanthomonas campestris Dows, busuk lunak Erwinia carotovora Holland, akar pekuk Plasmodiophora brassicae Wor., bercak hitam Alternaria
sp, busuk lunak berair, semai roboh dumping off dan penyakit fisiologis. Penyakit-penyakit kubis tersebut dapat menjadi salah satu kendala bagi ekspor
kubis Indonesia apabila tidak ditangani dengan tepat.
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 4.7 Perkembangan Volume Ekspor Kubis Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 di Beberapa Negara Importir Potensial
3. Jamur dan Cendawan Tanah Perkembangan volume ekspor jamur dari tahun 2001, 2005 dan 2009
rata-rata semakin menurun seperti ditunjukkan pada Gambar 4.8 ekspor jamur Indonesia tidak kontinyu pada setiap tahun yang digunakan dalam penelitian ini
ke beberapa negara tujuannya. Seperti Hongkong pada tahun 2001, 2005 dan 2009; Belanda, Jepang, Amerika Serikat dan Taiwan pada tahun 2009; Cina, Uni
Emirat Arab dan Malaysia pada tahun 2001 dan 2009; dan Saudi Arabia pada tahun 2005 dan 2009. Volume ekspor terbesar yaitu ke pasar dunia dan Amerika
Serikat. Volume ekspor yang masih rendah dikarenakan para petani jamur masih memfokuskan dan merasa cukup puas hanya untuk memenuhi permintaan
domestik saja.
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 4.8 Perkembangan Volume Ekspor Jamur Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 di Beberapa Negara Importir Potensial
Pada tahun 2009 volume ekspor Indonesia menurun dan hanya kontinyu pada Pasar Singapura dan pasar dunia saja. Salah satu penyebanya yaitu volume
produksi jamur pada tahun 2009 mengalami penurunan. Berdasarkan data Dirjen Hortikultura 2009, volume produksi jamur mulai menurun dari tahun 2007
hingga 2008. Tahun 2006 volume produksi jamur mencapai angka tertinggi yaitu 48.247 ton dan pada tahun 2009 hanya sebesar 38.465 ton. Produksi jamur dunia
dari tahun 2000 hingga data terkahir FAO tahun 2008 dikuasai oleh Cina, sedangkan Indonesia hanya berhasil masuk ke peringkat 20 besar dunia. Hal
serupa pun dialami oleh cendawan tanah, pangsa produksinya masih dikuasai oleh Cina dan Amerika Serikat dan tidak kontinyu pada tahun yang digunakan dalam
penelitian ini ke negara tujuan ekspornya. Negara-negara tujuan ekspor yang memiliki nilai ekspor cendawan tanah yang tidak kontinyu yaitu Hongkong, Cina
dan Saudi Arabia pada tahun 2001, 2005 dan 2009; Belanda, Singapura, Taiwan, Jepang, Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab pada tahun 2001 dan 2009.
Budidaya cendawan tanah relatif lebih sulit dari jamur, namun komoditi ini mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki citarasa yang tinggi dan
banyak dicari oleh para konsumennya sehingga harga cendawan tanah di pasaran
melambung lebih tinggi dibandingkan jenis yang lainnya.
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 4.9 Perkembangan Volume Ekspor Cendawan Tanah Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 di Beberapa Negara Importir
Potensial 4. Pisang
Tanaman pisang banyak ditemukan dan dibudidayakan di Indonesia. Pisang memiliki tempat tersendiri bagi penduduk Indonesia selain rasanya yang
enak, pisang menyimpan berbagai vitamin, mineral dan karbohidrat yang diperlukan oleh tubuh. Volume produksi pisang pun terbesar diantara buah-buah
lainnya sehingga pisang menjadi primadona di kalangan komoditi buah-buahan dan menjadi salah satu komoditi utama ekspor seperti yang ditunjukan pada
Gambar 4.10. Tetapi sama seperti pada komoditi sebelumnya, ekspor pisang
Indonesia ke beberapa negara tujuan tidak kontinyu. Negara-negara tersebut adalah Taiwan pada tahun 2001, 2005 dan 2009; Cina dan Uni Emirat Arab pada
tahun 2001 dan 2005; dan Belanda pada tahun 2005 dan 2009.
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 4.10 Perkembangan Volume Ekspor Pisang Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 di Beberapa Negara Importir Potensial
Volume ekspor pisang tertinggi dicapai tahun 2009 di Pasar Saudi Arabia sebesar 378,17 ton. Pisang menjadi komoditi unggulan karena pisang Indonesia
memiliki karakteristik dan keistimewaan khusus sebagai buah khas negara tropis dengan rasa yang enak. Produksi pisang dunia menurut data statistik FAO dari
tahun 2000 hingga 2008 dikuasai oleh India dan volume ekspor Indonesia cenderung menurun dari tahun 2001, 2005 dan 2009. Hal ini dapat dikarenakan
produksi serta konsumsi penduduk Indonesia yang besar terhadap di bandingkan dengan buah lainnya, sehingga membuat volume ekspor pisang indonesia turun di
beberapa negara tujuan ekspor. Permasalahan yang menghambat perkembangan komoditi pisang di Indonesia diantaranya yaitu produktivitas dan kualitas buah
yang masih rendah. Sehingga mengakibatkan rendahnya nilai ekonomis buah pisang dan terbatasnya jangkauan pemasaran yang tidak bisa memasok buah ke
seluruh negara kawaasan importir potensial. Sedangkan yang menjadi kendala dalam kegiatan ekspor pisang
Indonesia yaitu meliputi mutu dan kontinyuitas pasokan. Selain itu pisang di
Indonesia banyak ditanam di pekarangan dan tegalan yang belum dilengkapi dengan sistem pengairan yang bagus, pengemasan dan transportasi yang belum
terstandarisasi dengan baik, serta serangan berbagai penyakit. Penyakit-penyakit penting yang biasa menyerang tanaman pisang seperti layu Fusarium Panama
Disease, bercak daun Cercospora Sigatoka Disease, kerdil pisang Bunchy Top Virus dan layu bakteri Penyakit DarahMoko Disease.
5. Nanas
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 4.11 Perkembangan Volume Ekspor Nanas Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 di Beberapa Negara Importir
Potensial
Nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia sepanjang tahun dan banyak dibudidayakan di daerah tropis maupun subtropis. Ekspor nanas
Indonesia masih belum kontinyu ke beberapa negara tujuan seperti pada Cina tahun 2001, 2005 dan 2009; Hongkong tahun 2001 dan 2005; Amerika Serikat
tahun 2005; Belanda, Taiwan dan Saudi Arabia pada tahun 2005 dan 2009; Malaysia dan Uni Emirat Arab pada tahun 2009. Menurut data FAO selama tahun
2000 hingga tahun 2008, Brazil, Thailand dan Filipina menjadi tiga besar negara produsen nanas terbesar di dunia. Sedangkan Indonesia hanya berhasil menduduki
peringkat sepuluh besar. Pada tahun 2007 Indonesia berhasil menduduki posisi tiga besar sebagai produsen nanas terbesar di dunia. Tetapi hal tersebut tidak
diikuti oleh perkembangan volume ekpor yang ternyata semakin menurun dari
tahun ke tahun. Perkembangan volume ekspor nanas Indonesia di negara-negara tujuan ekspornya pada Gambar 4.11 dari tahun 2001, 2005 dan 2009 cenderung
menurun untuk beberapa negara. Volume ekspor terbesar yaitu di Pasar Amerika Serikat sebesar 1.083,285 ton dan pasar dunia sebesar 2.020,442 ton pada tahun
2001. Ekspor nanas Indonesia yang paling kontinyu adalah ke Pasar Singapura
berupa nanas segar dan pasar dunia. Singapura merupakan negara importir terbesar nanas segar Indonesia pada tahun 2009. Untuk ekspor nanas yang
diawetkan, Indonesia banyak mengekspor ke negara Amerika Serikat, Belanda dan Jepang. Dan untuk ekspor nanas olahan negara importir Indonesia yaitu
Filipina, Amerika Serikat dan Belanda Departemen Pertanian, 2009. Berdasarkan Gambar 4.11 selama tahun 2001, 2005 dan 2009 Indonesia tidak
mengekspor nanas ke Cina dan kesulitan untuk menembus Pasar Cina karena persoalan karantina, pemasaran dan berbagai hambatan perdagangan diantara
kedua negara tersebut. Yang menjadi eksportir utama nanas di Pasar Cina dengan volume ekspor terbesar menurut data UN Comtrade 2009, secara berturut-turut
dikuasai oleh Filipina. Terbukti dengan masuknya Filipina sebagai tiga negara terbesar produsen nanas di dunia. Volume ekspor Indonesia yang semakin
menurun semenjak tahun 2005, dikarenakan produksi dan konsumsi domestik yang meningkat di tahun tersebut. Sehingga volume untuk ekspornya menurun
Dirjen Hortikultura, 2009. Penyakit penting pada tanaman nanas berupa busuk pangkal base rot dan busuk hati heart rot serta busuk akar root rot menjadi
salah satu kendala bagi perkembangan ekspor nanas Indonesia selain mutu dan hambatan-hambatan perdagangan baik lateral maupun multilateral.
6. Jambu Biji
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 4.12 Perkembangan Volume Ekspor Jambu, Mangga dan Manggis Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 di Beberapa
Negara Importir Potensial
Indonesia termasuk kedalam enam besar negara penghasil jambu biji, mangga dan manggis terbesar di dunia menurut data FAO selama tahun 2000-
2008. Volume ekspor jambu biji, mangga dan manggis dari tahun 2001, 2005 dan tahun 2009 cenderung semakin meningkat seperti yang terlihat pada Gambar 4.12.
Tetapi, pada beberapa negara ekpor komoditi ini tidak kontinyu seperti pada negara Taiwan pada tahun 2009 dan Amerika Serikat pada tahun 2001. Penurunan
secara drastis volume ekspor jambu biji, mangga dan manggis dialami oleh Taiwan. Negara yang bersaing dengan Indonesia dalam mengekspor komoditi
tersebut ke Pasar Taiwan adalah Thailand dan India yang merupakan negara produsen ketiga terbesar di dunia. Berdasarkan data volume total ekspor
Depatemen Pertanian, untuk mangga, manggis termasuk jambu biji di pasar dunia mencapai 1.178.810 ton pada tahun 2005 dan Indonesia berkontribusi hanya
sebesar 1.760 ton atau 0,15 persen. Impor total dunia untuk ketiga komoditas tersebut mencapai 857.530 ton dan Indonesia mengimpor hanya sebesar 540 ton
atau sekitar 0,06 persen. Produksi jambu biji, mangga dan manggis rata-rata menurun dari tahun 2003-2007 dan mulai meningkat pada tahun 2008 hingga
2009, tetapi tidak untuk manggis yang mengalami penurunan produki tahun 2008.
Ekspor terkecil Indonesia yaitu di Pasar Amerika Serikat dengan total agregat volume ekspor jambu, mangga dan manggis tahun 2001, 2005 dan 2009 yaitu
sebesar 4,024 ton. Yang menjadi pesaing Indonesia dalam merebut pangsa pasar di Amerika Serikat adalah Mexico. Penyakit-penyakit yang biasa timbul yaitu
antraknosa pada mangga, getah kuning dan hama burik pada manggis yang merusak penampilan dan penyakit yang disebabkan oleh ganggang dan jamur
pada jambu biji. Penyakit-penyakit ini dapat menurunkan kualitas serta rendahnya mutu yang menyebabkan terganggunya pemenuhan ekspor terhadap buah
tersebut. Berikut merupakan data ekspor komoditi jambu biji Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Pada Tabel 4.3 dapat terlihat bahwa volume dan nilai
ekspor tahun 2001, 2005 dan 2009 baik itu pada komoditi jambu biji, mangga maupun manggis mengalami peningkatan. Dari ketiga komoditi tersebut manggis
merupaan komoditi yang paling besar volume dan niai eksponya.
Tabel 4.3 Ekspor Komoditi Jambu Biji, Mangga dan Manggis Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009
No Komoditi
Tahun Volume Kg
Nilai US 1
Jambu Biji 2000
14370 8354
2001 15277
20380 2005
176145 297267
2 Mangga
2000 424917
289049 2001
940556 995935
2005 1615788
1334694 3
Manggis 2000
4868528 3953234
2001 8471508
6385137 2005
11318628 7198184
Sumber: Kementrian Pertanian, 2010
7. Jahe
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 4.13 Perkembangan Volume Ekspor Jahe Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 di Beberapa Negara Importir Potensial
Jahe merupakan salah satu tanaman biofarmaka jenis rimpang yang terkenal sebagai bahan obat-obatan dan rempah-rempah serta merupakan salah
satu komoditi ekspor utama tanaman biofarmaka. Berdasarkan data Dirjen Hortikultura 2009, produksi jahe merupakan produksi terbesar dari tanaman
biofarmaka meskipun volume produksinya berfluktuasi. Indonesia merupakan lima besar negara penghasil jahe terbesar di dunia. Perkembangan volume ekspor
jahe Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 cenderung menurun di beberapa negara seperti yang digambarkan pada Gambar 4.13. Ekspor komoditi ini pun
masih belum kontinyu pada beberapa negara tujuan ekspornya seperti pada negara Uni Emirat Arab tahun 2005; Taiwan dan Cina tahun 2005 dan 2009; dan
hongkong pada tahun 2009. Volume ekspor tertinggi yaitu ke pasar dunia, kemudian Pasar malaysia dengan rata-rata volume ekspor sebanyak 1.348.854,333
ton. Volume ekspor terendah yaitu ke negara Cina dengan rata-rata ekspor sebanyak 70,333 ton. Pada tahun 2005 dan 2009 Indonesia tidak mengekspor jahe
ke Pasar Taiwan dan Cina. Yang menjadi pesaing Indonesia dalam mengekspor jahe di Pasar Cina pada tahun 2001, 2005 dan 2009 adalah Korea Selatan,
Hongkong, dan Thailand.
Ekspor Indonesia ke beberapa negara tujuan sering kali menemui berbagai kendala. Yang menjadi kendala utama bagi ekspor jahe yaitu tidak
stabilnya produksi jahe Indonesia. Kemudian mutu yang kurang bagus sehingga tidak bisa bersaing dengan negara eksportir jahe lainnya. Selain itu serangan hama
dan penyakit pun dapat menjadi hambatan ekspor jahe Indonesia. Lalat rimpang merupakan hama primer yang menyerang tanaman jahe umur lima bulan.
Tanaman yang diserang menunjukan gejala layu dan kering sedangkan kulit rimpangnya rusak. Pencegahannya dengan seleksi bibit yang sehat dan seed
treatment dengan Agrimisin. Salah satu penyakit yang sering menyerang jahe adalah penyakit layu yang disebabkan bakteri Pseudomonassolanacearu yang
menyerang rimpang dan bagian titik tumbuh tanaman Syukur dan Hernani, 2002. Pengendalian penyakitnya dapat dilakukan dengan memberikan ekstrak
daun, bunga atau batang cengkeh Mahendra, 2006. 8. Temulawak
Perkembangan ekspor temulawak Indonesia di beberapa negara tujuan ekspor pada tahun 2001, 2005 dan 2009 rata-rata mengalami peningkatan tidak
seperti pada komoditi jahe. Tetapi, Indonesia tidak mengekspor temulawak ke Pasar Cina pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Pada tahun 2001 dan 2005 pun
Indonesia tidak mengekspor temulawak ke Pasar Taiwan. Selain itu, Indonesia jga tidak mengekspor komoditi ini ke negara Hongkong dan Uni Emirat Arab pada
tahun 2001. Yang menjadi pesaing Indonesia di pasar Cina yaitu India dengan volume ekspor terbesar pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Menurut data Dirjen
Hortikultura 2009, produksi temulawak Indonesia cenderung meningkat walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun 2006 dan 2008.
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 4.14 Perkembangan Volume Ekspor Temulawak Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 di Beberapa Negara Importir Potensial
Volume ekspor temulawak terbesar Indonesia yaitu ke Pasar dunia, kemudian ke Pasar Amerika serikat kemudian ke Pasar Uni Emirat Arab.
Temulawak juga menjadi salah satu komoditi andalan ekspor biofarmaka selain jahe. Temulawak menawarkan berbagai khasiat sehingga banyak dicari tak hanya
konsumen dalam negeri, tetapi juga konsumen luar negeri. Perkembangan volume ekspor hortikultura Indonesia di beberapa negara tujuan ekspornya pada tahun
2001, 2005 dan 2009 dapat dilihat pada Gambar 4.14. Kendala yang dihadapi dalam ekspor temulawak Indonesia diantaranya
yaitu hama dan penyakit. Hama yang potensial menyerang temulawak adalah cendawan Fusarium sp dan bakteri Pseudomonas sp. Penanganan tanaman yang
terserang cendawan dengan menggunakan pestisida nabati ekstrak cengkih, sedangkan pada tanaman yang terserang bakteri dengan mencabut tanaman yang
terserang dan membakarnya. Setelah itu, tanah tempat tumbuh tanaman yang terserang disiram dengan air rendaman bawang putih MTIC, 2002.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara
Tujuan Utama dan Pasar Dunia Tahun 2001, 2005 dan 2009 5.1.1
Hongkong
Hongkong merupakan salah satu daerah administratif khusus yang merupakan bagian dari negara Republik Rakyat Cina. Hongkong mendapat
otonomi dari pemerintah RRC untuk mengatur daerahnya sendiri dari tahun 1997 yang meliputi hak otonomi atas mata uang, imigrasi, sistem hukum, bea cukai dan
peraturan jalan yang tetap berjalan di jalur kiri. Hongkong merupakan negara kepulauan terdiri dari Kowloon, New Territories dan Pulau Hongkong dengan
jumlah penduduk sebanyak 7.004.000 jiwa. Sejak perang dunia kedua, Hongkong telah menjadi pusat keuangan, industri dan perdagangan yang penting di Asia.
Terbukti dengan PDB Hongkong pada tahun 2009 yang mencapai US 215.335.000.000. Selain itu Hongkong menempati peringkat ke 11 untuk ekspor
dan peringkat ke 9 untuk impor dalam perdagangan dunia WTO, 2010.
Sumber: UN Comtrade, 2011
Gambar 5.1 Neraca Perdagangan Hortikultura Hongkong Tahun 2001, 2005 dan 2009
Pada Gambar 5.1 dapat terlihat neraca perdagangan Hongkong yang bernilai negatif terhadap beberapa komoditas hortikultura pada tahun 2001, 2005