Tabel 5.10 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA
Temulawak di Pasar Hongkong Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,00000 Cina
0,00199 India 0,02943
0,44209 2005
16,74450 India 0,03243 Cina
0,02719 0,14793
2009 50,50277 India
0,02782 Cina 0,00380
0,09227
5.3.2 Belanda
Hasil analisis keunggulan komparatif dengan menggunakan metode RCA pada produk hortikultura Indonesia di Pasar Belanda dapat dilihat pada Tabel
5.11. Dari Tabel 5.11 dapat diketahui bahwa komoditi yang mempunyai daya saing yang kuat di Pasar Belanda hanya temulawak pada tahun 2005 dan 2009,
komoditi hortukultura lainnya tidak memiliki daya saing yang kuat karena nilai RCA yang kurang dari satu. Selain itu, terdapat enam komoditi yaitu kubis, jamur,
cendawan tanah, pisang, nanas, dan temulawak yang tidak bisa diestimasi pertumbuhan rata-ratanya karena Indonesia tidak kontinyu mengekspor komoditas
tersebut ke Pasar Belanda. Dilihat dari pertumbuhan rata-ratanya, komoditi temulawak juga mempunyai persentase pertumbuhan rata-rata terbesar di Pasar
Belanda apabila dibandingkan dengan komoditi-komoditi lainnya.
Tabel 5.11 Hasil Estimasi RCA Hortikuktura Indonesia di Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditi Nilai RCA
Pertumbuhan Rata-Rata
2001 2005
2009
Bunga Potong 0,03092
0,00777 0,03003
105,82 Kubis
0,00082 0,00000
0,00000 —
Jamur 0,21369
0,88494 0,00000
— Cendawan Tanah
0,00000 0,00000
0,07347 —
Pisang 0,00283
0,00000 0,00000
— Nanas
0,22884 0,00000
0,00000 —
Jambu Biji, Mangga da Manggis 0,13120
0,12994 0,02240
-41,86 Jahe
0,03747 0,41167
0,00000 449,32
Temulawak 0,00004
2,35157 8,48168 3217495,80
Keterangan: Tanda -: tidak dapat diestimasi
Tabel 5.12 menunjukan hasil estimasi produk hortikultura Indonesia di Pasar Belanda, dimana terdapat lima komoditi yang tidak bisa diestimasi dengan
menggunakan metode ini karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Indonesia tidak kontinyu dalam mengekspor komoditi-komoditi tersebut.
Komoditi buga potong, jahe, dan temulawak mempunyai posisi daya saing pada kuadran ―Falling Star‖, karena meskipun pangsa pasar ekspor komoditas
Indonesia memiliki pertumbuhan yang positif, permintaan Pasar Belanda untuk komodita tersebut pada tahun 2001, 2005 dan 2009 menurun. Sehingga komoditas
ini menjadi tidak dinamis di Pasar Belanda. Sedangkan posisi daya saing ―Retreat‖ pada komoditi Jambu Biji, Mangga da Manggis dapat diartukan bahwa
pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produknya menurun. Kondisi ini merupakan kondisi yang paling tidak diinginkan, karena komoditi ini sudah
tidak diinginkan lagi di Pasar Belanda. Komoditi ini bisa diinginkan kembali, apabila pergerakannya jauh dari stagnan dan bergerak mendekati peningkatan
pada komoditi dinamis.
Tabel 5.12 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditas Pertumbuhan
Pangsa Pasar Ekspor
Pertumbuhan Pangsa Pasar
Produk Posisi Daya
saing
Bunga Potong 122,64
-2,40 Falling Star
Kubis —
— —
Jamur —
— —
Cendawan Tanah —
— —
Pisang —
— —
Nanas —
— —
Jambu Biji, Mangga da Manggis
-48,18 -2,40
Retreat Jahe
369,99 -2,40
Falling Star Temulawak
2752868,91 -2,40
Falling Star Keterangan: Tanda -: tidak dapat diestimasi
Berikut ini akan dijelaskan mengenai perbandingan nilai RCA Indonesia dengan negara-negara pesaing lainnya di Pasar Belanda tahun 2001, 2005 dan
2009.
1. Bunga Potong
Berdasarkan hasil estimasi RCA pada komoditi bunga potong Indonesia, didapat nilai RCA yang kurang dari satu pada semua tahun yang digunakan dalam
penelitian ini, hal tersebut menandakan bahwa komoditi ini tidak memiliki daya saing yang kuat di Pasar Hongkong. Tidak hanya Indonesia yang memiliki daya
saing yang rendah di Pasar Belanda, Thailand pun mengalami hal yang serupa, nilai RCA komoditi bunga potong Thailand memiliki nilai yang kurang dari satu
pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Hasil estimasi RCA Indonesia dengan negara pesaingnya pada komoditi bunga potong dapat dilihat pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Bunga
Potong di Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,03092 Israel
99,29644 Kenya 606,25672
0,60230 2005
0,00777 Kenya 565,85178 Ekuador
199,72258 0,58689
2009 0,03003 Kenya
346,44723 Zimbabwe 493,35193
0,42255
Pesaing kesatu dan kedua Indonesia memiliki daya saing yang kuat di Pasar Belanda, hal ini terlihat dari nilai RCA yang lebih dari satu. Nilai RCA
terbesar dimiliki oleh pesaing kedua Indonesia yaitu pada tahun 2001 dengan nilai RCA mencapai 606,25672, sedangkan tahun 2005 nilai RCA pesaing kedua
Indonesia berhasil dikalahkan oleh pesaing kesatu Indonesia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah secara komparatif, namun memiliki keunggulan
kompetitif meskipun komoditi ini tidak dinamis di Pasar Belanda.
2. Kubis
Berdasarkan hasil estimasi RCA terhadap kubis Indonesia, pada tahun 2001 kubis Indonesia memiliki daya saing yang rendah di Pasar Belanda
sedangkan pada tahun 2005 dan 2009 Indonesia tidak mengekspor komoditi ini sehingga tidak memiliki daya saing di Pasar Belanda. Begitu juga dengan
Thailand sebagai negara pesaingnya yang juga tidak melakukan kegiatan ekspor kubis pada tahun 2001, 2005, dan 2009 ke Pasar Belanda. Hanya pesaing satu
dan dua Indonesia yang memiliki daya saing kuat di Pasar Belanda. Nilai RCA tertinggi diperoleh oleh pesing kesatu Indonesia, dengan nilai RCA tertinggi pada
tahun 2005 sebesar 36,17536. Pesaing satu memiliki daya saing yang paling kuat di Pasar Belanda, kemudian disusul oleh pesaing kedua Indonesia yaitu Perancsi,
kemudian Indonesia dan terakhir adalah Thailand. Hasil estimasi RCA kubis Indonesia dan negara pesaingnya dapat dilihat pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Kubis di
Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,00082 Spanyol
24,22802 Perancis 4,01006
0,00000 2005
0,00000 Spanyol 36,17536 Perancis
3,91141 0,00000
2009 0,00000 Spanyol
34,98054 Perancis 5,54347
0,00000
3. Jamur
Berdasarkan hasil estimasi RCA pada jamur Indonesia tahun 2001, 2005 dan 2009, didapat hasil nilai RCA yang kurang dari satu, dengan kata lain bahwa
jamur Indonesaia memiliki daya saing yang lemah di Pasar Belanda bahkan pada
tahun 2009 Indonesia tidak memiliki daya saing karena pada tahun tersebut Indonesia tidak mengekspor jamur ke Pasar Belanda sehingga nilai RCA jamur
Indonesia bernilai nol. Tetapi apabila dibandingkan dengan negara pesaingnya, Indonesia masih unggul dibandingkan Thailand meskipun sama-sama memiliki
daya saing yang rendah. Hanya pesaing satu dan pesaing kedua yang mempunyai nilai RCA lebih dari satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Daya saing jamur
paling kuat yaitu pada pesaing kesatu Belgia dan Polandia. Nilai RCA terbesar pada tahun 2005 sebesar 47,71241 oleh Polandia sebagai pesaing kesatu di Pasar
Belanda seperti dapat dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jamur di
Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai RCA
Negara Nilai RCA
2001 0,21369 Belgia
4,96610 Jerman 1,47304
0,00048 2005
0,88494 Polandia 47,71241 Belgia
2,04633 0,00231
2009 0,00000 Polandia
42,68368 Belgia 4,00320
0,00000
4. Cendawan Tanah
Hasil analisis keunggulan komparatif dengan menggunakan metode RCA yang dilakukan pada cendawan tanah Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009
menujukan nilai RCA kurang dari satu atau berdaya saing lemah pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2001 dan 2005 Indonesia tidak mengekspor cendawan
tanah ke Pasar Belanda sehingga nilai RCA komoditi ini nol atau tidak memiliki daya saing di Pasar Belanda Tabel 5.16. Hal yang sama pun terjadi pada
Thailand, tetapi pada tahun 2009 Thailand memiliki nilai RCA lebih dari satu, dengan kata lain memiliki daya saing yang kuat di Pasar Belanda. Diantara semua
negara eksportir yang bersaing di Pasar Belanda, pesaing satu memiliki nilai RCA terbesar kemudian diikuti oleh pesaing kedua, lalu Thailand dan terakhir
Indonesia dengan nilai RCA terkecil. Jadi, yang memiliki daya saing kuat pada komoditi cendawan tanah di Pasar Hongkong hanya pesaing satu, pesaing dua,
dan Thailand pada tahun 2009.
Tabel 5.16 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Cendawan
Tanah di Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,00000 Italia
22,80682 Perancis 2,37576
0,00000 2005
0,00000 Italia 32,88784 Belgia
1,26558 0,00000
2009 0,07347
Cina 2,67793
Korea Selatan
17,64176 2,68470
5. Pisang
Berdasarkan hasil estimasi RCA pisang Indonesia pada tahun 2005 dan 2009 Indonesia dan Filipina tidak memiliki daya saing karena pada tahun tersebut
Indonesia dan Filipina tidak mengekspor pisang ke Pasar Belanda. Begitu juga dengan Thailand tahun 2001 dan 2009. Sedangkan pada tahun 2001 nilai RCA
Indonesia berdaya saing lemah sama seperti Thailand tahun 2005 dan Filipina tahun 2009. Pesaing kesatu pada tahun 2001, 2005 dan 2009 yaitu Belgia
memiliki daya saing yang kuat dengan rata-rata nilai RCA sebesar 6,531 dan nilai RCA terbesar dimiliki oleh Ekuador sebagai pesaing kedua pada tahun 2009
sebesar 168,93854. Sedangkan tahun 2001 dan 2005 pesaing kedua yaitu Jerman memiliki nilai RCA kurang dari satu. Hasil estimasi RCA pisang Indonesia dan
negara pesaingnya dapat dilihat pada Tabel 5.17. Tabel 5.17 Hasil Estimasi
Revealed Comparative Advantage RCA Pisang di Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA
Negara Nilai
RCA
2001 0,00283 Belgia
6,72453 Jerman 0,57132
0,00000 0,00000 2005
0,00000 Belgia 6,83778 Jerman
0,83283 0,00104 0,00000
2009 0,00000 Belgia
6,02961 Ekuador 168,93854 0,00004 0,00099
6. Nanas
Berdasarkan analisis keunggulan komparatif dengan menggunakan metode RCA pada komotidi nanas, didapat hasil RCA yang menunjukan bahwa
Indonesia, Thailand dan Filipina mempunyai daya saing yang rendah terhadap
komoditi ini di Pasar Belanda. Bahkan pada tahun 2005 dan 2009 di Indonesia, tahun 2005 dan 2009 di Thailand, dan tahun 2005 di Filipina, ketiga negara
tersebut tidak memiliki dayasaiang di Pasar Belanda karena pada tahun tersebut di ketiga negara ini tidak mengekspor nanas ke Pasar Belanda. Pesaing kesatu dan
kedua Indonesia memiliki nilai RCA lebih dari satu, nilai RCA terbesar yaitu pada tahun 2009 oleh Costa Rica sebesar 351,47847. Belgia sebagai pesaing kesatu
pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki rata-rata nilai RCA sebesar 4,615 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Nanas di
Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA
Negara Nilai
RCA
2001 0,22884 Belgia
4,66270 Perancis 5,07214
0,03119 0,01827 2005
0,00000 Belgia 5,39382 Costa
Rica 169,53203
0,00032 0,00000 2009
0,00000 Belgia 3,79171
Costa Rica
351,47847 0,00000 0,00114
7. Jambu Biji, Mangga da Manggis
Hasil estimasi RCA untuk komoditi Jambu Biji, Mangga da Manggis Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009, didapat nilai RCA yang kurang dari
satu, dengan kata lain bahwa komoditi ini memiliki daya saing yang rendah di Pasar Belanda. Tidak hanya Indonesia yang memiliki daya saing yang rendah,
beberapa negara pesaingnya pun juga memiliki daya saing yang rendah di Pasar Belanda seperti Thailand dan Filipina dengan rata-rata nilai RCA sebesar 0,04728
dan 0,15252. Sedangkan pesaing kesatu pada tahun 2001, 2005 dan 2009 yaitu Brazil serta pesaing kedua memiliki daya saing yang kuat dengan nilai RCA
terbesar pada tahun 2009 oleh negara pesaing kedua yaitu Peru. Tabel 5.19 menunjukan hasil estimasi RCA Jambu Biji, Mangga da Manggis Indonesia
dengan negara pesaingnya di Pasar Belanda.
Tabel 5.19 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jambu
Biji, Mangga da Manggis di Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA
Negara Nilai
RCA
2001 0,13120 Brazil
41,82635 Perancis 1,68972
0,01758 0,14678 2005
0,12994 Brazil 30,34695 India
20,58854 0,01670 0,00000
2009 0,02240 Brazil
17,36288 Peru 289,91894
0,10756 0,31077
Keunggulan komparatif untuk Jambu Biji, Mangga da Manggis Indonesia rendah atau berada dibawah rata-rata Pasar Belanda dan tidak memiliki
keunggulan kompetitif serta pergerakannya stagnan di Pasar Belanda. Maka Indonesia harus lebih meningkatkan mutu dan kualitas dari komoditi ini agar
komoditi ini dapat lebih bersaing dan bisa merebut pangsa pasar ekspor maupun pangsa pasar produk Pasar Belanda.
8. Jahe
Hasil estimasi RCA jahe Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 menunjukan nilai RCA yang kurang dari satu, yang berarti daya saing jahe
Indonesia di Pasar Belanda lemah. Tidak hanya Indonesia yang mempunyai daya saing lemah, Cina dan Brazil sebagai pesaing satu dan pesaing kedua pun
memiliki daya saing yang rendah. Hanya Thailand yang memiliki daya saing kuat di Pasar Belanda dengan rata-rata nilai RCA sebesar 18,06602. Nilai RCA
terbesar pada tahun 2001 oleh Thailand dengan nilai RCA sebesar 27,36765 dan terus menurun di tahun 2005 dan tahun 2009. Hasil estimasi RCA jahe Indonesia
dan pesaingnya di Pasar Belanda dapat dilihat pada Tabel 5.20.
Tabel 5.20 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jahe di
Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai RCA
Negara Nilai RCA
2001 0,03747 Cina
0,00872 Brazil 0,01806
27,36765 2005
0,41167 Cina 0,00646 Brazil
0,01516 14,44722
2009 0,00000 Cina
0,00712 Brazil 0,00494
12,38318
Jahe Indonesia tidak memiliki daya saing yang kuat di Pasar Belanda berdasarkan keunggulan komparatif, namun komoditi ini mempuyai keunggulan
kompetitif karena berhasil merebut pangsa pasar ekspor Belanda meskipun komoditi ini merupakan komoditi yang tidak dinamis.
9. Temulawak
Hasil estimasi RCA komoditi temulawak Indonesia pada tahun 2001 kurang dari satu, sehingga temulawak Indonesia memiliki daya saing yang rendah
di Pasar Belanda, sedangkan pada tahun 2005 dan 2009 nilai RCA temulawak Indonesia lebih dari satu yaitu dengan pertumbuhan sebesar 260,68 persen
membuat temulawak Indonesia memiliki daya saing yang kuat dan menjadi satu- satunya negara yang mempunyai daya saing yang kuat pada komoditi temulawak
di Pasar Belanda apabila dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya yaitu India, Inggris, Belgia, dan Thailand seperti dapat dilihat pada Tabel 5.21.
Tabel 5.21 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA
Temulawak di Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai RCA
Negara Nilai RCA
2001 0,00004
India 0,22381
Inggris 0,00070
0,00005 2005
2,35157 India
0,12491 Belgia
0,00092 0,13542
2009 8,48168
India 0,05070
Belgia 0,00100
0,21344
Indonesia berhasil memiliki daya saing yang kuat secara komparatif pada tahun 2005 dan 2009, namun temulawak Indonesia merupakan komoditi yang
pergerakannya stagnan. Meskipun tidak dinamis, temulawak Indonesia memiliki keunggulan kompetitif di Pasar Belanda.
5.3.3 Singapura