Saudi Arabia Tabel 5.39 Hasil Estimasi

5.3.8 Saudi Arabia

Perkembangan posisi daya saing hortikultura Indonesia di Pasar Saudi Arabia menurut keunggulan komparatifnya dengan metode RCA tidak seperti di Pasar sebelumnya yaitu Malaysia dan Jepang, dimana Indonesia tidak memiliki daya saing yang kuat pada semua komoditi hortikultura yang digunakan dalam penelitian ini. Di Pasar Saudi Arabia, terdapat beberapa komoditi yang memiliki daya saing kuat seperti jamur pada tahun 2001, jahe pada tahun 2001, temulawak pada tahun 2005, dan jambu biji, mangga, serta manggis pada tahun 2001. Sedangkan beberapa komoditi sepeti kubis, jamur, dan nanas tidak dapat diestimasi pertumbuhan rata-ratanya karena ekspor Indonesia yang tidak komtinyu terhadap komoditi tersebut. Pertumbuhan rata-rata tertinggi yaitu pada komoditi pisang karena kenaikan nilai ekspornya yang cukup signifikan di Pasar Saudi Arabia. Tabel 5.72 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Saudi Arabia Tahun 2001, 2005 dan 2009 Komoditi Nilai RCA Pertumbuhan Rata-Rata 2001 2005 2009 Bunga Potong 0,02130 0,02389 0,01954 -3,00 Kubis 0,56949 0,00000 0,00000 — Jamur 3,89489 0,00000 0,00000 — Pisang 0,00133 0,04357 0,40841 2000,58 Nanas 0,04114 0,00000 0,00000 — Jambu Biji, Mangga da Manggis 2,75156 0,58552 0,23653 -69,16 Jahe 1,60389 0,35724 0,29019 -48,25 Temulawak 0,64234 1,43239 0,62841 33,43 Keterangan: Tanda -: tidak dapat diestimasi Berdasarkan pemaparan sebelumnya, seperti pada perhitungan pertumbuhan rata-rata bahwa kubis, jamur, dan nanas Indonesia tidak dapat diestimasi karena ketidakkontinyuan ekspor Indonesia di Pasar Saudi Arabia. Bunga potong, jahe, Jambu Biji, Mangga da Manggis Indonesia mempunyai posisi daya saing pada kuadran ―Retreat‖ dimana pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan produknya bernilai negatif. Kondisi ini merupakan kondisi yang paling tidak diinginkan karena komoditas tersebut sudah tidak diinginkan lagi di pasar. Komoditas tersebut bisa diinginkan kembali apabila pergerakannya jauh dari stagnan dan bergerak mendekati peningkatan pada produk dinamis. Sedangkan pisang, dan temulawak Indonesia berada pada kuadran ―Falling Star‖ dimana Indonesia tidak mempunyai kekuatan bisnis untuk menyuplai komoditas tersebut padahal permintaan Pasar Saudi Arabia terhadap komoditas tersebut sedang meningkat. Tabel 5.73 Hasil estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Saudi Arabia Tahun 2001, 2005 dan 2009 Komoditas Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk Posisi Daya saing Bunga Potong -14,58 -8,01 Retreat Kubis — — — Jamur — — — Pisang 1541,60 -8,01 Falling Star Nanas — — — Jambu Biji, Mangga da Manggis -69,25 -8,01 Retreat Jahe -45,03 -8,01 Retreat Temulawak 0,36 -8,01 Falling Star Perbandingan RCA hortikultura Indonesia dan negara pesaingnya per komoditi akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Bunga Potong

Posisi daya saing bunga potong Indonesia di Pasar Saudi Arabia menunjukan daya saing yang lemah dan merupakan satu-satuya negara yang mempunyai daya saing yang lemah apabila dibandingkan dengan negara pesaingnya yaitu Belanda sebagai pesaing kesatu, pesaing kedua, dan Thailand. Berdasarkan Table 5.74 dapet terlihat bahwa nilai RCA tertinggi dikuasai oleh pesaing kedua Indonesia, kemudian diikuti oleh Belanda, Thailand, dan terakhir Indonesia. Nilai RCA tertinggi dicapai pada tahun 2009 oleh pesaing kedua Indonesia yaitu Ethiopia. Bunga potong Indonesia di Pasar Saudi Arabia maka dapat disimpulkan bahwa bunga potong Indonesia tidak memiliki daya saing yang kuat secara komparatif dan tidak memiliki keunggulan kompetitif namun merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Saudi Arabia. Tabel 5.74 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Bunga Potong di Pasar Saudi Arabia Tahun 2001, 2005 dan 2009 Tahun RCA Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,02130 Belanda 27,54464 Afrika Selatan 22,50086 4,54039 2005 0,02389 Belanda 15,87593 Ethiopia 49,75321 3,84738 2009 0,01954 Belanda 11,62413 Ethiopia 103,22988 4,37202

2. Kubis

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, bahwa pada tahun 2005 dan 2009 Indonesia tidak mengekspor kubis ke Pasar Saudi Arabia sehingga Indonesia tidak memiliki daya saing pada tahun tersebut. Sama seperti Thailand yang tidak melakukan ekspor pada semua tahun yang diguanakan daam penelitian ini. Posisi daya saing Indonesia pada tahun 2001 menunjukan daya saing yang lemah karena nilai RCA kubis Indonesia yang kurang dari satu. Sedangkan negara pesaingnya yaitu pesaing satu dan pesaing dua mempunyai daya saing yang kuat di Pasar Saudi Arabia dengan rata-rata pertumbuhan pada tahun 2001, 2005 dan 2009 sebesar -56,51 persen untuk pesaing satu karena nilai RCA yang semakin menurun pada tahun –tahun berikutnya. Pesaing kesatu Indonesia juga memiliki nilai RCA tertinggi di Pasar Saudi Aabia pada tahun 2001. Hasil estimasi RCA kubis Indonesia dan negara pesaingnya dpat dilihat pada Tabel 5.75. Tabel 5.75 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Kubis di Pasar Saudi Arabia Tahun 2001, 2005 dan 2009 Tahun RCA Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,56949 Libanon 231,54699 Belanda 15,38357 0,00000 2005 0,00000 Belanda 19,52681 Syrian Arab Rep. 31,91150 0,00000 2009 0,00000 Australia 15,33865 Belanda 8,22467 0,00000

3. Jamur

Jamur Indonesia hanya memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2001, sedangkan pada tahun 2005 dan 2009 tidak memiliki keunggulan komparatif karena Indonesia tidak mengekspor komoditi tersebut ke Pasar Saudi Arabia. Sama seperti Thailand yang tidak mengekspor kubis pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Pesaing kesatu dan kedua Indonesia mempunyai daya saing yang kuat di Pasar Saudi Arabia dengan nilai RCA tertinggi diperoleh oleh pesaing kedua Indonesia pada tahun 2009 yaitu Tunisia. Perkembangan nilai RCA pesaing kedua Indonesia semakin meningkat pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Sedangkan pesaing kesatu Indonesia memiliki nilai RCA yang berfluktuasi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5.76. Tabel 5.76 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jamur di Pasar Saudi Arabia Tahun 2001, 2005 dan 2009 Tahun RCA Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 3,89489 Belanda 37,48473 Perancis 1,00155 0,00000 2005 0,00000 Syrian Arab Rep. 68,22701 Belanda 15,57110 0,00000 2009 0,00000 Belanda 32,77640 Tunisia 170,62502 0,00000

4. Pisang

Berdasarkan hasil estimasi RCA pada komoditi pisang Indonesia, didapat nilai RCA yang kurang dari satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Ini memunjukan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang rendah di Pasar Saudi Arabia. Sedangkan Thailand sebagai negara pesaingnya kembali tidak mengeskpor komoditi ini pada tahun 2001, 2005 dan 2009 seperti pada komoditi- komoditi sebelumnya sehingga tidak memiliki daya saing di Pasar Saudi Arabia. Berdasarkan Tabel 5.77 dapat terlihat bahwa Ekuador mempunyai perkembangan nilai RCA yang meningkat dan memiliki nilai RCA terbesar di Pasar Saudi Arabia dengan nilai terbesar pada tahun 2009. Negara berikutnya yang mempunya nilai RCA terbesar setelah Ekuador adalah pesing kedua Indonesia, kemudian Filipina, diikuti oleh Indonesia dan yang terakhir adalah Thailand. Tabel 5.77 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Pisang di Pasar Saudi Arabia Tahun 2001, 2005 dan 2009 Tahun RCA Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,00133 Ekuador 1178,77519 Kolombia 732,26501 0,00000 74,60616 2005 0,04357 Ekuador 1811,12124 Yaman 167,92188 0,00000 91,80741 2009 0,40841 Ekuador 2268,17142 Yaman 147,14802 0,00000 94,78689 Pisang Indonesia di Pasar Saudi Arabia mempunyai keunggulan komparatif yang lemah di Pasar saudi Arabia, tetapi memiliki keunggulan kompetitif dengan berhasil merebut pangsa pasar ekspor Saudi Arabia meskipun bukan merupakan komoditi yang dinamis.

5. Nanas

Hasil estimasi RCA nanas Indonesia menunjukan bahwa pada tahun 2005 dan 2009 Indonesia tidak melakukan ekspor nanas seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sehingga pada tahun tersebut Indonesia tidak mempunyai daya saing di Pasar Saudi Arabia. Pada tahun 2001 nilai RCA Indonesia kurang dari satu sehingga memiliki daya saing yang lemah dan apabila dibandingkan dengan negara pesaing lainnya hanya Indonesia dan Thailand pada tahun 2009 yang tidak memiliki daya saing yang kuat. Pada Tabel 5.78 menunjukan bahwa pesaing kesatu Indonesia memiliki nilai RCA terbesar pada tahun 2009 yaitu Malaysia. Negara yang mempunyai nilai RCA besar setelah pesaing kesatu yaitu Filipina, kemudian diikuti oleh pesaing kedua, Thailand, dan terakhir Indonesia. Tabel 5.78 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Nanas di Pasar Saudi Arabia Tahun 2001, 2005 dan 2009 Tahun RCA Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,04114 Malaysia 58064,31285 India 6,40005 34,69451 2,08110 2005 0,00000 Uni Emirat Arab 9,17121 Sri Langka 124,71293 7,57397 546,94238 2009 0,00000 Malaysia 98304,89326 Kuwait 28,36738 0,19372 386,73830

6. Jambu Biji, Mangga dan Manggis

Indonesia hanya memiliki keunggulan komparatif pada tahu 2001, dan berhasil emngalahkan Thailand sebagai negara pesaingnya. Filipina pun hanya memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2001 sama seperti Indonesia. Sedangkan pesaing satu dan dua Indonesia memiliki keunggulan komparatif di semua tahun yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan nilai RCA tertinggi dimiliki oleh pesaing kedua Indoneisa pada tahun 2001 yaitu Sudan. Perkembangan nilai RCA Indonesia dan pesaing kedua Indonesia mengalami penurunan, sedangkan pesaing satu, Thailand dan Filipina berfluktuasi pada tahun 2001, 2005 dan 2009 seperti yang terlihat pada Gambar 5.79. Tabel 5.79 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jambu Biji, Mangga dan Manggis di Pasar Saudi Arabia Tahun 2001, 2005 dan 2009 Tahun RCA Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 2,75156 India 15,04478 Sudan 386,65343 0,02998 5,83979 2005 0,58552 India 17,12213 Yaman 71,37690 0,00000 0,52844 2009 0,23653 India 15,37069 Yaman 44,91795 0,00803 0,79315 Posisi daya saing Indonesia yang kuat pada tahun 2001 dan melemah pada tahun 2005 dan 2009 secara komparatif ternyata tidak memiliki keunggulan kompetitif dan merupakan komoditi yang stagnan atau tidak dinamis di Pasar Saudi Arabia. Sehingga tidak mempunyai kekuatan pasar dan dayatarik pasar di Saudi Arabia.

7. Jahe

Negara yang memiliki daya saing yang kuat pada komoditi jahe di Pasar Saudi Arabia hanya Indonesia dan Thailand pada tahun 2001 sedangkan negara pesaing lainnya tidak memiliki daya saing yang kuat. Nilai RCA tertinggi diperoleh oleh Thailand pada tahun 2001. Cina atau pun India merupaka produsen terbesar komoditi jahe di dunia tetapi tidak memiliki daya saing yang kuat di Pasar Saudi Arabia. Hal ini dikarenakan tidak hanya nilai ekspor Indonesia saja yang meningkat, nilai ekspor dunia pun ikut meningkat di Pasar Saudi Arabia sehingga nilai RCA Cina dan India menunjukan angka yang kurang dari satu dan tidak memiliki daya saing yang kuat. Tabel 5.80 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jahe di Pasar Saudi Arabia Tahun 2001, 2005 dan 2009 Tahun RCA Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 1,60389 Cina 0,01703 India 0,00796 3,80912 2005 0,35724 Cina 0,01053 India 0,00413 0,00000 2009 0,29019 Cina 0,00784 India 0,00191 0,12848 Komoditi ini hanya memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2001 dan tidak memiliki keunggulan kompetitif dan bukan merupakan komodti yang dinamis di Pasar Saudi Arabia.

8. Temulawak

Berdasarkan analisis keunggulan komparatif dengan menggunakan metode RCA pada komoditi temulawak, hanya Indonesia pada tahun 2005 yang memiliki daya saing yang kuat di Pasar Saudi Arabia dibandingkan dengan negara eksportir lainnya yang mengekspor temulawak ke Pasar Saudi Arabia. Thailand tidak memiliki daya saing karena tidak mengeskpor komoditi ini ke Pasar Saudi Arabia pada tahn 2001, 2005 dan 2009. Sedangkan negara pesaing kesatu dan kedua memiliki nilai RCA yang kurang dari satu disetiap tahun yang digunakan dalam penelitian ini, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5.81. Tabel 5.81 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Temulawak di Pasar Saudi Arabia Tahun Tahun RCA Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,64234 India 0,08657 Singapura 0,08040 0,00000 2005 1,43239 India 0,04264 Singapura 0,02384 0,00000 2009 0,62841 India 0,04781 Cina 0,00447 0,00000 Pemaparan sebelumnya menyatakan bahwa di Pasar Saudi Arabia hanya Indonesia pada tahun 2005 yang memiliki keunggulan komparatif pada komoditi temulawak, tetapi komoditi ini bukan merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Hongkong. Meskipun begitu, temulawak Indonesia memiliki keunggulan kompetitif karena memiliki kemampuan merebut pangsa ekspor Saudi Arabia.

5.3.9 Amerika Serikat