Tabel 5.49 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jahe di
Pasar Cina Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,00064 Jepang
0,00310 Korea
Selatan 0,00358
0,00000 2005
0,00000 Hongkong 0,00180
Amerika Serikat
0,00359 0,00000
2009 0,00000 Jepang
0,00181 Inggris 0,01881 22,56934
5.3.5 Jepang
Jepang merupakan salah satu negara tujuan ekspor hortikultura Indonesia. Hasil estimasi RCA hortikultura Indonesia di Pasar Jepang akan
dijelaskan pada Tabel 5.50. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa daya saing produk hortikultura Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini tidak ada yang
memiliki daya saing yang kuat di Pasar Jepang, seperti yang terlihat pada Tabel 5.49 nilai RCA produk hortikultura Indonesia semuanya bernilai kurang dari satu.
Padahal ekspor hortikultura cukup kontinyu ke Pasar Jepang tetapi tetap belum bisa memperoleh daya saing yang kuat. Terdapat satu komoditi yang tidak bisa
diestimasi yaitu cendawan tanah karena ekspor cendawan tanah yang tidak kontinyu ke Pasar Jepang, sedangkan komoditi yang memiliki pertumbuha rata-
rata terbesar yaitu kubis.
Tabel 5.50 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditi Nilai RCA
Pertumbuhan Rata-Rata
2001 2005
2009
Bunga Potong 0,07026
0,03369 0,08353 47,96
Kubis 0,16038
0,00000 0,04421 7488725,70 Jamur
0,02136 0,00091 0,00000 -97,87
Cendawan Tanah 0,00000
0,00000 0,02080 —
Pisang 0,00441
0,00072 0,00030 -70,61
Nanas 0,00671
0,11158 0,00006 731,19 Jambu Biji, Mangga da Manggis
0,01315 0,00002 0,00007
99,31 Jahe
0,20592 0,35118 0,07232
-4,43 Temulawak
0,21784 0,67302 0,22543
71,22 Keterangan: Tanda -: tidak dapat diestimasi
Berdasarkan hasil analisis keunggulan kompetitif menggunakan EPD, maka terdapat dua komoditi yaitu jamur dan cendawan tanah yang tidak dapat
diestimasi karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa ekspor dua komoditi tersebut tidak kontinyu ke Pasar Jepang. Untuk komoditi bunga potong,
kubis, nanas, temulawak, Jambu Biji, Mangga da Manggis berhasil memperolrh posisi daya saing
terbaik yaitu ―Rising Star‖ dimana Indonesia mempunyai kekuatan bisnis untuk meraih pangsa pasar ekspor Jepang dan mempunyai
dayatarik pasar terhadap pangsa pasar produk Jepang, sehingga komoditas tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dan merupakan produk yang dinamis
di Pasar Jepang. Sedangkan komoditi pisang, dan jahe menempati posisi kuadran ―Lost Opportunity‖ dimana Indonesia kehilangan kesempatan pangsa ekspor
untuk komoditi yang dinamis di pasar dunia
Tabel 5.51 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditas Pertumbuhan
Pangsa Pasar Ekspor
Pertumbuhan Pangsa Pasar
Produk Posisi Daya saing
Bunga Potong 70,85
4,56 Rising Star
Kubis 9039011,81
4,56
Rising Star Jamur
— —
— Cendawan Tanah
— —
— Pisang
-67,14 4,56
Lost Opportunity Nanas
634,98 4,56
Rising Star Jambu Biji, Mangga da
Manggis 140,54
4,56 Rising Star
Jahe -12,17
4,56 Lost Opportunity
Temulawak 56,80
4,56 Rising Star
Keterangan: Tanda -: tidak dapat diestimasi
Perbandingan hasil estimasi RCA produk hortikultura Indonesia dengan negara pesaingnya per komoditi di Pasar Jepang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Bunga Potong
Berdasarkan hasil analisis keunggulan komparatif menggunakan metode RCA pada komoditi bunga potong Indonesia, didapat hasil bahwa pada tahun
2001, 2005 dan 2009 nilai RCA bunga potong Indonesia kurang dari satu, dengan kata lain bahwa bunga potong Indonesia memiliki daya saing yang rendah di
Pasar Jepang. Jenis bunga potong Indonesia yang biasa di ekspor ke Pasar Jepang diantaranya yaitu anggrek, krisan, sedap malam, anthurium, dan lain-lain. Apabila
dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya seperti pesaing kesatu pesaing kedua, dan Thailand hanya Indonesia yang memiliki daya saing yang rendah.
Negara pesaing Indonesia mempunyai daya saing yang kuat di Pasar Jepang dengan nilai RCA tertinggi diperoleh oleh pesaing kesatu Indonesia dengan rata-
rata nilai RCA pada tahun 2001, 2005 dan 2009 sebesar 10,888, kemudian disusul oleh pesaing kedua sebesar 4,469, Thailand sebesar 3,248, lalu terakhir Indonesia
sebesar 0,062.
Tabel 5.52 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Bunga
Potong di Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,07026
Belanda 26,00637
Korea Selatan
3,37842 3,48973
2005 0,03369
Korea Selatan
2,96717 Malaysia 5,02685
4,04172 2009
0,08353 Korea
Selatan 3,69158 Malaysia
5,00157 2,21116
Bunga potong Indonesia di Pasar Jepang menunjukan bahwa meskipun bunga potong Indonesia memiliki daya saing yang rendah secara komparatif,
namun komoditi tersebut berhasil merebut pangsa pasar ekspor dan produk Jepang sehingga memiliki keunggulan kompetitif dan merupakan produk yang dinamis di
Pasar Jepang.
2. Kubis
Tidak hanya Indonesia yang memiliki daya saing rendah di Pasar Jepang terhadap komoditi ini karenan nilai RCA yang kurang dari satu, Thailand pun
mengalami hal yang serupa. Tetapi nilai rata-rata RCA Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 lebih besar dari rata-rata nilai RCA Thailand yaitu sebesar
0,068 sedangkan Thailand hanya sebesar 0,025. Hanya pesaing satu dan pesaing dua Indonesia yang memiliki daya saing yang kuat terhadap komoditi kubis di
Pasar Jepang. Nilai RCA terbesar diperoleh oleh pesaing kedua Indonesia pada tahun 2009 yaitu Ekuador Tabel 5.53.
Tabel 5.53 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Kubis di
Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,16038
Amerika Serikat
3,52672 Cina
1,39279 0,07274
2005 0,00000
Amerika Serikat
4,53264 Cina
1,86606 0,00187
2009 0,04421
Amerika Serikat
5,51917 Ekuador
698,48563 0,00155
Sama seperti komoditi sebelumnya, kubis Indonesia menunjukan bahwa komoditi ini mempunyai keungulan komparatif dibawah rata-rata Pasar Jepang
dalam komoditi tersebut. Tetapi kubis Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Jepang sehingga perlu
ditingkatkan kembali daya saingnya agar mempunyai keunggulan komparatif di Pasar Jepang tersebut.
3. Jamur
Hasil estimasi RCA jamur Indonesia sama seperti kubis dimana nilai RCA jamur Indonesia menunjukan angka yang kurang dari satu pada setiap tahun
yang digunakan dalam penelitian ini, sama seperti Thailand. Namun, rata-rata nilai RCA Thailand pada tahun 2001, 2005 dan 2009 lebih besar dari Indonesia
yaitu sebesar 0,092 sedangkan Indonesia hanya sebesar 0,074. Pesaing kesatu dan pesaing kedua Indonesia memperoleh daya saing yang kuat di Pasar Jepang
dengan nilai tertinggi diperoleh oleh pesaing kedua indonesia pada tahun 2009 yaitu Kanada. Pada Tabel 5.54 dapat terlihat bahwa nilai RCA Indonesia
merupakan nilai RCA terkecil dibandingkan dengan negara-negara pesaing lainya di Pasar Jepang.
Tabel 5.54 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jamur di
Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,02136 Cina
4,54686 Korea
Selatan 3,77774
0,00085 2005
0,00091 Cina 4,40928
Korea Selatan
2,10921 0,00423
2009 0,00000
Amerika Serikat
4,59089 Kanada 14,81702
0,26949
4. Cendawan Tanah
Pada tahun 2001 dan 2005 Indonesia dan Thailand tidak mengekspor cendawan tanah ke Pasar Jepang sehingga tidak mempunyai daya saing di Pasar
Jepang, pada tahun 2009 kedua negara tersebut baru mengekspor komoditi ini, namun nilai RCA komoditi ini masih kurang dari satu, artinya komoditi ini di
kedua negara tersebut tidak memiliki daya saing yang kuat di Pasar Jepang. Betbeda dengan negara pesaing satu dan dua yang memiliki nilai RCA lebih dari
satu yang menunjukan bahwa mereka memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Pasar Jepang dalam komoditi tersebut. Sedangkan nilai RCA tertinggi
diperoleh oleh pesaing kesatu Indoesia pada tahun 2005 yaitu Italia. Hasil estimasi RCA cendawan tanah Indonesia dan negara pesaing lainnya di Pasar Jepang dapat
dilihat pada Tabel 5.55.
Tabel 5.55 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Cendawan
Tanah di Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,00000 Cina
4,29803 Perancis 13,52002
0,00000 2005
0,00000 Italia 40,99112 Perancis
26,29512 0,00000
2009 0,02080 Cina
3,02017 Kanada 3,28084
0,01065
5. Pisang
Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan metode RCA maka Pisang Indonesia dan Thailand memiliki daya saing yang lemah di Pasar
Thailand, tidak seperti negara pesaing lainnya yaitu Ekuador, Taiwan dan Filipina yang memiliki nilai RCA lebih dari satu dan berhasil memiliki daya saing yang
kuat untuk komoditi ini. Salah satu yang menjadi kendala Indonesia dalam ekspor pisang ke Pasar Jepang yaitu Indonesia tidak bisa memanfaatkan kuota ekspor ke
Jepang dengan bea masuk nol persen karena sulitnya memenuhi persyaratan yang ketat seperti persyaratan ukuran maupun persyaratan teknis lainnya. Sehingga
Indonesia masih belum bisa bersaing dengan negara-negara eksportir lainnya. Pada Tabel 5.56 ditunjukkan bahwa diantara Indonesia dan beberapa negara
eksportir lainnya yang mengekspor pisang ke Jepang, Ekuador mempunya nilai RCA yang jauh lebih besar dibandingkan yang lainnya dengan rata-rata
pertumbuhan pada tahun 2001, 2005 dan 2009 sebesar 5,89 persen, sedangkan diposisi kedua dengan nilai RCA terbesar setelah Ekuador yaitu Filipina, diikuti
oleh Taiwan, Thailand dan terakhir Indonesia dengan nilai RCA terkecil di Pasar Jepang.
Tabel 5.56 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Pisang di
Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Filipina Negara
Nilai RCA
Negara Nilai
RCA
2001 0,00441 Ekuador
457,81225 Taiwan 1,46105 0,12520
42,42949 2005
0,00072 Ekuador 769,77453 Taiwan 1,55384
0,18440 51,68421
2009 0,00030 Ekuador
335,89632 Taiwan 1,32755 0,21087
51,84001
Pisang Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang lemah sehingga pisang Indonesia berdaya saing lemah di Pasar Jepang, tetapi komoditi ini
merupaka komoditi yang dinamis yang mempunyai dayatarik pasar sehingga berhasil merebut pangsa pasar produk Jepang.
6. Nanas
Posisi daya saing nanas Indonesia secara komparatif dengan menggunakan metode RCA menunjukan bahwa nanas Indonesia memiliki daya
saing yang rendah di Pasar Jepang pada tahun 2001, 2005 dan 2009 bahkan Thaliand pun kembali menduduki posisi yang sama seperti Indonesia. Salah satu
penyebabnya yaitu sama seperti pada komoditi pisang, Indonesia belum mampu memanfaatkan kuota ekspor dengan bea masuk nol persen, sehingga nilai ekspor
Indonesia masih relatif kecil. Pesaing kesatu Indonesia yang biasanya selalu menjadi penguasa dengan nilai RCA tertinggi pada komoditi ini pesaing satu tidak
memiliki daya saing yang kuat, sama halnya dengan pesaing kedua. Namun pada tahun 2009 pesaing kedua Indonesia mampu memiliki nilai RCA yang lebih dari
satu sehingga memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut. Filipina sebagai negara pesaing Indonesia berhasil mengalahkan negara-negara lainnya
dan menguasai Pasar Hongkong dengan nilai RCA tertinggi. Nilai RCA tertinggi dicapai pada tahun 2009 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,27 persen. Hasil
estimasi RCA nanas indonesia dan negara pesaingnya dapat dilihat pada Tabel 5.57.
Tabel 5.57 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Nanas di
Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Filipina Negara
Nilai RCA
Negara Nilai
RCA
2001 0,00671
Taiwan 0,83060
Amerika Serikat
0,14390 0,15528 53,40026
2005 0,11158
Amerika Serikat
0,35217 Taiwan
0,72892 0,13826 58,94365
2009 0,00006
Taiwan 0,57055
Costa rica
6,61162 0,09271 62,57524
Posisi daya
saing nanas
Indonesia berdasarkan
keunggulan komparatifnya yaitu berdaya saing lemah di Pasar Jepang. Tetapi nanas Indonesia
memiliki keunggulan kompetitif dan merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Jepang.
7. Jambu Biji, Mangga dan Manggis
Apabila dibandingkan dengan negara-negara pesaing lainnya posisi daya saing Indonesia berdasarkan keunggulan komparatifnya memiliki posisi daya
saing yang lemah dan memiliki nilai RCA yang paling kecil. Selain Indonesia, pesaing kesatu dan pesaing kedua Indonesia pada tahun 2009 juga memiliki daya
saing yang lemah di Pasar Jepang. Tetapi pada tahun 2005 dan 2009 pesaing satu dan dua Indoesia berhasil mendapatkan posisi daya saing yang kuat dengan nilai
RCA yang tinggi terutama bagi pesaing satu. Nilai tertinggi pada tahun 2009 yaitu oleh Meksiko. Sedangkan nilai RCA tertinggi berikutnya diduduki oleh Filipina,
kemudian diikuti oleh pesaing kedua, Thailand, dan terakhir dengan nilai RCA terendah diduduki oleh Indonesia. Hasil estimasi RCA jambu Biji, mangga dan
manggis Indonesia dan beberapa negara pesaingnya dapat dilihat pada Tabel 5.58.
Tabel 5.58 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jambu
Biji, Mangga da Manggis di Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Filipina Negara
Nilai RCA
Negara Nilai
RCA
2001 0,01315 Australia
0,59950 Amerika
Serikat 0,39229
1,81635 38,50508 2005
0,00002 Meksiko 62,05396 India 21,93866
2,61686 26,42262 2009
0,00007 Meksiko 69,74938 Taiwan 3,69238
3,81005 13,69977
Jambu Biji, Mangga da Manggis Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 di Pasar Jepang menunjukan bahwa jambu biji, mangga dan manggis
Indonesia mempunyai daya saing yang lemah berdasarkan keunggulan komparatifnya namun berhasil merebut pangsa pasar ekspor dan produk Jepang
sehingga memiliki keunggulan kompetitif dan merupakan produk yang dinamis di Pasar Jepang.
8. Jahe
Pada tahun 2001, 2005 dan 2009 baik Indonesia, Cina, maupun Taiwan memiliki keunggulan komparatif yang rendah untuk komoditi jahe sehingga
komoditi tersebut berdaya saing lemah di pasar jahe Jepang. Hanya Thailand yang
memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2001 dan 2005 di Pasar Jepang. Thailand berhasil mengalahkan Cina dan Jepang yang memang membudidayakan
tanaman ini dan berhasil menjadi pesaing utama Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Bahkan selain Thailand, nilai RCA Indonesia meskipun kurang dari
satu tetapi dapat berhasil mengalahkan pesaing kedua dan pesaing kesatu Indonesia.
Tabel 5.59 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jahe di
Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai RCA
Negara Nilai RCA
2001 0,20592
Cina 0,00520
Taiwan 0,00271
2,27642 2005
0,35118 Cina
0,00493 Taiwan
0,00192 0,85096
2009 0,07232
Cina 0,00321
Taiwan 0,00124
3,74654
Jahe Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki keunggulan komparatif yang rendah untuk komoditi tersebut, dan tidak memiliki keungulan
kompetitif karena tidak mempunyai kekuatan bisnis tetapi komoditi ini merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Jepang.
9. Temulawak
Hasil estimasi RCA pada komoditi temulawak di Pasar Jepang pada tahun 2001, 2005 dan 2009 menunjukan bahwa baik itu Indonesia maupun negara
pesaingnya seperti India, Cina dan Thailand tidak memiliki daya saing yang kuat di Pasar Thailand. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya nilai ekspor negara-
negara tersebut ke Pasar Jepang serta tingginya nilai ekspor dunia menyebabkan nilai RCA negara-negara eksportir tersebut kurang dari satu sehingga memiliki
keunggulan komparatif yang rendah di Pasar Jepang.
Tabel 5.60 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA
Temulawak di Pasar Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai RCA
Negara Nilai RCA
2001 0,21784
India 0,10741
Cina 0,00227
0,70923 2005
0,67302 India
0,11258 Cina
0,00176 0,28607
2009 0,22543
India 0,09842
Cina 0,00073
0,01537
Hasil estimasi RCA temulawak Indonesia yang menunjukan daya saing yang lemah di Pasar Jepang, namun temulawak Indonesia berhasil merebut
pangsa pasar produk dan ekspor Jepang sehingga komoditi ini memilki keunggulan kompetitif dan merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Jepang.
5.3.7 Malaysia