Jahe Indonesia hanya memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2001 menurut keunggulan komparatifnya, namun jahe Indonesia memiliki keunggulan
kompetitif meskipun Indonesia kehilangan kesempatan pangsa ekspor untuk komoditi yang dinamis di Pasar Singapura.
9. Temulawak
Berdasarkan hasil estimasi RCA, pada tahun 2001, 2005 dan 2009 temulawak Indonesia mempunyai nilai RCA yang lebih dari satu, dengan rata-rata
nilai RCA sebesar 11,071. Apabila dibandingkan dengan negara pesaingnya, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memiliki daya saing pada
komoditi temulawak di Pasar Singapura dan pada tahun 2009 nilai RCA Indonesia merupakan RCA tertinggi di Pasar Singapura yaitu sebesar 24,92788. Hasil
estimasi RCA temulawak Indonesia dan negara pesaingnya dapat dilihat pada
Tabel 5.32. Tabel 5.32 Hasil Estimasi
Revealed Comparative Advantage RCA Temulawak di Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 3,47200 India
0,19978 Malaysia 0,00090
0,00000 2005
4,81235 India 0,14135 Malaysia
0,00295 0,00000
2009 24,92788 India
0,14158 Cina 0,00772
0,00001
Temulawak Indonesia selain memiliki daya saing yang kuat menurut keunggulan komparatifnya, juga memiliki keunggulan kompetitif dan merupakan
komoditi yang dinamis di Pasar Singapura berdasarkan hasil estimasi EPD pada komoditi tersebut tahun 2001, 2005 dan 2009. Temulawak Indonesia berada pada
posisi kuadran ―Rising Star‖ dimana Indonesia berhasil memperoleh pangsa paar untuk komoditi-komoditi yang dinamis.
5.3.4 Taiwan
Daya saing hortikultura
Indonesia berdasarkan
keunggulan komparatifnya di Pasar Taiwan dapat diihat pada Tabel 5.33. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa terdapat empat komoditi yang tidak bisa diestimasi pertumbuhan rata-ratanya karena ekspor Indonesia yang tidak kontinyu ke Pasar
Taiwan, komoditi tersebut yaitu cendawan tanah, jahe, dan temulawak. Sedangkan komoditi hortikultura Indonesia yang mempunyai keunggulan komparatif diatas
rata-rata Pasar Taiwan dalam komoditi tersebut adalah kubis, jamur pada tahun 2001 dan 2005, nanas pada tahun 2001, jahe pada tahun 2001, temulawak pada
tahun 2009, dan Jambu Biji, Mangga da Manggis tahun 2005 dan 2009. Sedangkan komoditi lainnya memiliki daya saing yang lemah di Pasar Taiwan.
Sedangkan komoditi yang mempunyai pertumbuhan rata-rata paling tinggi yaitu bunga potong Indonesia dengan persentase yang paling tinggi yaitu sebesar
240,20 persen.
Tabel 5.33 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Taiwan Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditi Nilai RCA
Pertumbuhan Rata-Rata
2001 2005
2009
Bunga Potong 0,20406
0,10513 0,66111
240,20 Kubis
1,45976 6,03615
7,61769 169,85
Jamur 24,84004
1,17865 0,00000
-97,63 Cendawan Tanah
0,00000 0,00000
0,37768 —
Nanas 15,80065
0,00000 0,00000
— Jambu Biji, Mangga da
Manggis 18,47047
3,84331 0,00000
-89,60 Jahe
32,77688 0,00000
0,00000 —
Temulawak 0,00000
0,00000 13,90357
—
Keterangan: Tanda -: tidak dapat diestimasi
Hasil estimasi analisis keunggulan kompetitif dengan menggunakan metode EPD dapat dilihat pada Tabel 5.34. Berdasarkan hasil estimasi tersebut,
hanya ada dua komoditi yang dapat dianalisis yaitu bunga potong dan kubis dengan posisi daya saing
pada kuadran ―Falling Star‖ dimana pertumbuhan pangsa pasar ekspornya bernilai positif dan pertumbuhan pangsa pasar produknya
bernilai negatif. Pada kondisi ini, Indonesia mempunyai kekuatan ekspor untuk mengekpor atau memasok bunga potong dan kubis ke Pasar Taiwan, namun
dayatarik Pasar Taiwan sedang menurun terhadap kedu komoditi tersebut.
Sehingga bunga potong dan kubis Indonesia bukan merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Taiwan, meskipun memiliki daya saing yang kuat secara
kompetitif.
Tabel 5.34 Hasil estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Taiwan Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditas Pertumbuhan
Pangsa Pasar Ekspor
Pertumbuhan Pangsa Pasar
Produk Posisi Daya
saing
Bunga Potong 208,52
-12,53 Falling Star
Kubis 130,58
-12,53 Falling Star
Jamur —
— —
Cendawan Tanah —
— —
Nanas —
— —
Jambu Biji, Mangga da Manggis —
— —
Jahe —
— —
Temulawak —
— —
Keterangan: Tanda -: tidak dapat diestimasi
Berikut ini akan dijelaskan perbandingan nilai RCA hortikultura Indonesia dengan negara pesaingnya pada tahun 2001, 2005 dan 2009.
1.
Bunga potong
Berdasarkan hasil analisis keunggulan komparatif dengan menggunakan RCA pada komoditi bunga potong, didapat nilai RCA Indonesia yang kurang dari
satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009 Tabel 5.3. Ini menandakan bahwa daya saing bunga potong Indonesia masih rendah di Pasar Taiwan. Apabila
dibandingkan dengan negara-negara pesaing lainnya, hanya Indonesia yang mempunyai daya saing yang lemah di Pasar Hongkong. Negara dengan nilai RCA
terbesar di Pasar Hongkong adalah Thailand dengan rata-rata RCA sebesar 37,392; kemudian negara pesaing kesatu dengan rata-rata RCA sebesar 19,196;
pesaing kedua sebesar 5,624; dan yang terakhir Indonesia 0,323.
Tabel 5.35 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Bunga
Potong di Pasar Taiwan Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,20406 Belanda
20,58373 Australia 6,14327 21,25136 2005
0,10513 Belanda 12,35370 Australia 3,25463 29,84042
2009 0,66111 Belanda
24,65028 Malaysia 7,47335 61,08528
Perbandingan hasil etimasi RCA dan EPD bunga potong Indonesia, menunjukan bahwa bunga potong Indonesia di Pasar Taiwan tidak memiliki daya
saing yang kuat berdasarkan keunggulan komparatifnya, namun memiliki keunggulan kompetitif meskipun komoditi tersebut bukan merupakan komoditi
yang dinamis di Pasar Taiwan.
2. Kubis
Hasil estimasi RCA kubis Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 menunjukan nilai yang lebih dari satu dengan kata lain bahwa kubis Indonesia
mempunyai daya saing yang kuat di Pasar Taiwan Tabel 5.36. Thailand sebagai negara pesaing Indonesia memiliki nilai RCA yang kurang dari satu pada tahun
2001, 2005 dan 2009 dan merupakan satu-satunya negara yang memiliki daya saing yang rendah di Pasar Hongkong apabila dibandingkan dengan negara
pesaing lainnya. Nilai ekspor tertinggi yaitu pada pesaing dua dengan rata-rata nilai RCA sebesar 24,979, kemudian pesaing satu sebesar 6,939, Indonesia
sebesar 5,038, dan Thailand sebesar 0,441.
Tabel 5.36 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Kubis di
Pasar Taiwan Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 1,45976
Amerika Serikat
5,18802 Vietnam
21,94544 0,24503
2005 6,03615
Amerika Serikat
6,30339 Vietnam
46,04892 0,13131
2009 7,61769
Amerika Serikat
9,32562 Korea
Selatan 6,94393
0,94725
Berdasarkan perbandingan hasil estimasi RCA dan EPD, maka dapat ditarik kesimpilan bahwa kubis Indonesia mempunyai kekuatan ekspor untuk
mengekpor atau memasok kubis ke Pasar Taiwan, namun dayatarik Pasar Taiwan sedang menurun terhadap kubis Indonesia. Sehingga kubis Indonesia bukan
merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Taiwan, meskipun memiliki daya saing yang kuat secara komparatif.
3. Jamur
Pada tahun 2001 berdasarkan hasil estimasi RCA pada komoditi jamur, Indonesia berhasil menjadi negara dengan nilai RCA tertinggi di Pasar Taiwan
sebesar 24,84004 dengan kata lain bahwa Indonesia memiliki daya saing yang kuat di Pasar Taiwan. Hasil estimasi RCA jamur Indonesia dan negara pesaingnya
dapat dilihat pada Tabel 5.37. Tetapi pada tahun 2005 nilai RCA jamur Indonesia menurun menjadi 1,17865 dan pada tahun 2009 Indonesia tidak mempunyai daya
saing di Pasar Taiwan karena pada tahun tersebut Indonesia tidak mengekspor jamur ke Pasar Taiwan. Menurunnya nilai RCA Indonesia karena menurunnya
nilai ekspor jamur Indonesia pada tahun 2005 sebesar 72,26 persen, selain menurunnya nilai ekspor jamur Indonesia, nilai ekspor jamur dunia pun
meningkat sebesar 598,65 persen sehingga nilai RCA Indonesia turun secara drastis pada tahun 2005. Negara-negara pesaing lainnya seperti pesaing kesatu
memperoleh nilai RCA lebih dari satu dan hanya pada tahun 2009 nilai RCA jamur pesaing satu yaitu New Zealnad kurang dari satu, sedangkan pada tahun
2009 tidak ada negara yang menjadi pesaing di pesaing kedua, sehingga pada tahun 2009 New Zealand menjadi pesaing utama di Pasar Taiwan. Tahun 2001
dan 2005 pesaing kedua juga memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, kemudian diikuti oleh Thailand. Tetapi pada tahun 2009 Thailand tidak mengekspor jamur
ke Taiwan sehingga tidak memiliki daya saing sama seperti Indonesia di tahun yang sama.
Tabel 5.37 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jamur di
Pasar Taiwan Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 24,84004 Cina
4,90522 Belanda 2,45154
23,53493 2005
1,17865 Jepang 1,86623
Korea Selatan
4,39267 3,40566
2009 0,00000 New Zealand
0,56706 —
0,00000 0,00000
4. Cendawan Tanah
Berdasarkan hasil estimasi RCA cendawan tanah Indonesia dan Thailand, didapat hasil bahwa pada tahun 2001 dan 2005 kedua negara tersebut tidak
melakukan eskpor cendawan tanah ke Pasar Taiwan sehingga tidak memiliki nilai RCA dengan kata lain kedua negara tersenut pada tahun 2001 dan 2005 tidak
memiliki daya saing di Pasar Taiwan Tabel 5.38. Pada tahun 2009 Indonesia dan Thailand baru melakukan ekspor ke Pasar Taiwan, sehingga didapat hasil estimasi
RCA yang ternyata kurang dari satu bagi Indonesia yaitu sebesar 0,37768 dan 27,81818 bagi Thailand. Pada tahun 2001 Perancis juga memiliki nilai RCA yang
kurang dari satu. Negara dengan nilai RCA cendawan tanah terbesar di Pasar Taiwan yaitu Perancis sebagai pesaing kesatu pada tahun 2005 dengan nilai RCA
sebesar 41,76978. Pada tahun 2001 tidak ada pesaing kedua sehingga Perancis menjadi pesaing tunggal pada periode tersebut. Pesaing kedua pada tahuh 2005
dan 2009 memiliki daya saig yang kuat sama seperti pada pesaing satu. Tabel 5.38 Hasil Estimasi
Revealed Comparative Advantage RCA Cendawan Tanah di Pasar Taiwan Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,00000 Perancis
0,06921 —
0,00000 0,00000
2005 0,00000 Perancis
41,76978 Belanda 27,76456
0,00000 2009
0,37768 Jepang 4,90402
Korea Selatan
1,46889 27,81818
5. Nanas
Hasil estimasi RCA pada nanas Indonesia menunjukan bahwa Indonesia hanya memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2001 sebesar 15,80065. Pada
tahun 2005 dan 2009 Indonesia tidak mengekspor nanas ke Taiwan sehingga Indoesia tidak memiliki daya saing di Pasar Taiwan karena salah satu kendalanya
yaitu adanya larangan masuk produk hortikultura dari negara yang terserang lalat buah, dan Indonesia merupakan salah satu negara yang terserang lalat buah
tersebut. Menurut Dirjen bina produksi hortikultura, Indonesia memiliki tiga jenis laat buah yang belum ditemukan di Taiwan
5
, dan nanas termasuk kedalam buah yang berpotensi terjangkit lalat buah.
Thailand sebagai negara pesaing Indonesia di Pasar Taiwan memiliki nilai RCA yang kurang dari satu, hal tersebut pun terjadi pada pesaing kedua yaitu
Amerika Serikat pada tahun 2005. Pesaing kesatu Indonesia pada tahun 2001 dan 2005 yaitu Vietnam mampu memiliki daya saing yang kuat dengan rata-rata nilai
RCA sebesar 2,687 dan pada tahun 2009 dikuasai oleh Singapura tetapi nilai RCA nanas Singapura kurang dari satu. Negara dengan nilai RCA terbesar yaitu
Filipina dengan nilai RCA tertinggi tahun 2009 mencapai 201,30946. Hasil estimasi RCA nanas Indonesia dan negara pesaingnya dapat dilihat pada Tabel
5.39. Tabel 5.39 Hasil Estimasi