dilihat sepuluh negara produsen beberapa produk hortikultura terbesar di dunia. Pada tabe tersebut, Indonesia berhasil menduduki sepuluh besar negara penghasil
hortikultura terbesar di dunia pada komoditi kubis, pisang, nanas, jahe, jambu biji, mangga dan manggis. Sedangkan untuk jamur dan cendawan tanah
Indonesia menduduki peringkat 16. Menurut data FAO, dari tahun 2000 hingga data terakhir tahun 2008, Indonesia berhasil menjadi lima besar negara penghasil
jahe terbesar di dunia. India berhasil menjadi negara produsen terbesar di dunia pada komoditi pisang, jahe, jambu biji, mangga dan manggis.
Tabel 4.1 Sepuluh Negara Produsen Beberapa Produk Hortikultura Terbesar di dunia Tahun 2005
Rank Kubis
Jamur dan Cendawan
Tanah Pisang
Nanas Jambu
Biji, Mangga,
Manggis Jahe
1 Cina
Cina India
Brazil India
India 2
India Amerika
Serikat Brazil
Thailand Cina
Cina 3
Korea Selatan
Belanda Cina
Filipina Thailand
Nepal 4
Jepang Polandia
Ekuador Costa
Rica Meksiko
Indonesia 5
Rusia Perancis
Filipina Cina
Pakistan Nigeria
6 Polandia
Spanyol Indonesia
India Indonesia
Thailand 7
Indonesia Italia
Meksiko Indonesia
Fiipina Bangladesh
8 Amerika
Serikat Kanada
Tanzania Nigeria
Brazil Jepang
9 Rumania
Inggris Thailand
Kenya Nigeria
Filipina 10
Ukraina Jepang
Costa Rica
Mexico Bangladesh Kamerun
Sumber: FAO, 2011
4.3 Perkembangan Hortikultura Indonesia
Hortikultura mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, karena Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan
keanekaragaman komoditas pertanian dengan variasi agroklimat yang tinggi sehingga musim buah, sayur, bunga dapat berlangsung sepanjang tahun. Apabila
sektor ini terus dikembangkan dan dibudidayakan maka produksi dari hortikultura
tersebut tak hanya dapat memenuhi permintaan dan kebutuhan domestik melainkan dapat memenuhi permintaan pasar ekspor internasional sehingga dapat
menambah devisa bagi pendapatan negara kita. Perkembangan produksi hortikultura dari tahun 2001, 2005 dan 2009 semakin meningkat baik itu sayuran,
buah-buahan, tanaman hias, maupun tanaman biofarmaka. Peningkatan produksi ini terjadi sebagai akibat pertambahan luas areal tanam maupun areal panen,
berkembangnya penerapan teknologi produksi, semakin intensifnya bimbingan dan fasilitasi kepada petani dan pelaku usaha, semakin baiknya manajemen usaha
serta adanya penguatan modal dan kelembagaan agribisnis.
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010
Gambar 4.1 Perkembangan Volume Produksi Sayuran dan Buah-Buahan Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010
Gambar 4.2 Perkembangan Volume Produksi Tanaman Hias Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010
Gambar 4.3 Perkembangan Volume Produksi Tanaman Biofarmaka Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009
Menurut Rasahan 2000, masalah kritikal yang dihadapi dalam pengembangan hortikultura antara lain: 1 produksi tidak berkesinambungan,
dalam arti tidak tersedia setiap saat karena buah-buahan tertentu sangat tergantung kepada musim, 2 hasil produksi mudah rusaktidak tahan lama semetara industri
pengolahan belum berkembang biak, 3 skala usaha masih kecil-kecil, terpencar- pencar dan belum merupakan usaha-usaha tani pokok sehingga pengelolaannya
kurang intensif, 4 benih hortikultura yang digunakan petani masih bervariasi dan 5 Indonesia memiliki iklim tropika yang kondusif bagi perkembangan
Organisme Pengganggu Tanaman OPT. Berbagai manfaat ditawarkan oleh tanaman hortikultura seperti vitamin,
mineral serta protein yang ditawarkan oleh buah dan sayur yang diperlukan untuk kesehatan. Nilai estetika yang ditawarkan oleh bunga atau tanaman hias dan obat-
obatan alami yang ditawarkan oleh tanaman biofarmaka sehingga hortikultura
menjadi komoditas yang dicari oleh para konsumennya. Kelompok penduduk berpenghasilan tinggi, cenderung mengkonsumsi sayur dan buah lebih tinggi
dibanding penduduk dengan pendapatan lebih rendah. Kebutuhan konsumsi perkapita dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah konsumen,
tingkat pendapatan masyarakat, tingkat harga dan perubahan preferensi konsumen. Pada perhitungan konsumsi produk hortikultura, yang digunakan
sebagai dasar perhitungannya baru mencakup buah-buahan dan sayuran saja. Hal ini dikarenakan data untuk konsumsi tanaman hias dan tanaman biofarmaka
belum ada yang sahih. Tingkat konsumsi hortikultura masyarakat Indonesia masih rendah dan jauh dari standar yang ditetapkan oleh FAO Food and Agriculture
Organization. Standar konsumsi sayuran yang dianjurkan oleh FAO yaitu sebesar 73 kgkapitatahun. Pada Gambar 4.4 konsumsi akan sayuran penduduk Indonesia
pada tahun 2005 hanya sebesar 35,30 kgkapitatahun dan angka tertinggi hanya sebesar 41,86 kgkapitatahun pada tahun 2010
4
.
Sumber: Data Susenas pada Departemen Pertanian
Gambar 4.4 Konsumsi Perkapita Buah-Buahan dan Sayuran Tahun 2002- 2010
Indonesia mempunyai potensi ekspor hortikultura yang besar, mengingat Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya komoditas pertanian yang
tinggi dan ketersediaan lahan pertanian yang lebih luas dibandingkan dengan negara-negara lain. Apabila hortikultura dapat dibudidayakan dengan baik,
produk-produk hortikultura Indonesia dapat bersaing di pasar internasional. Sayangnya Indonesia masih kalah bersaing dengan negara-negara lain dalam hal
penanganan pasca panen dan standar mutu. Hortikultura merupakan komoditas yang disajikan dalam bentuk segar dan rentan akan kerusakan apabila pengemasan
dan penanganannya tidak baik. Sehingga kualitas dari produk tersebut harus selalu terjaga. Belum lagi penetapan standarisasi kualitas mutu yang diterapkan oleh
beberapa negara. Hal tersebut menyulitkan eksportir Indonesia untuk menembus pasar ekspor ke beberapa negara karena produk dari Indonesia biasanya tidak
masuk kedalam kualifikasi kategori mereka.
4
Angka sementara yang dapat diprediksi oleh Susenas
Taiwan adalah negara yang sangat ketat memberikan persyaratan atas produk masuk, termasuk produk asal Indonesia. Baik dalam hal mutu maupun
penanganan produk pascapanen hortikultura. Tak hanya Taiwan, Jepang pun
melakukan hal yang serupa. Untuk komoditas buah-buahan segar seperti jeruk, pisang, manggis, rambutan, nenas dan mangga dari Indonesia masih sulit untuk
bersaing di pasaran Jepang. Konsumen di Jepang pada umumnya lebih menginginkan buah-buahan yang memiliki standar ukuran relatif sama
besar, penampilan yang cukup menarik, warna dan rasa serta pasokannya bisa dijamin secara berkelanjutan. Hal-hal tersebut menjadi hambatan ekspor
hortikultura di pasar internasional. Padahal, permintaan dan harga akan terus meningkat seiring dengan perbaikan pada pascapanen. Transportasi dan
pengawetan pun menjadi hambatan terbesar bagi Indonesia. Selain itu, produktivitas hortikultura Indonesia yang masih rendah meskipun nilainya
semakin meningkat di setiap tahun juga menjadi salah satu kendala. Padahal Indonesia memiliki potensi lahan yang tinggi karena Indonesia mempunyai lahan
yang luas untuk digunakan lahan budidaya bagi komoditas hortikultura. Hal ini merupakan refleksi dari rangkaian berbagai faktor yang ada antara lain pola
usahatani yang kecil, mutu bibit yang rendah yang ditunjang oleh keragaman jenisvarietas serta rendahnya penerapan teknologi budidaya Adjid dalam Sunu
dan Wartoyo, 2006. Perkembangan produktivitas hortikultura Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Produktivitas Tanaman Hortikultura Indonesia Tahun 2003-2009
Komoditas Tahun
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009
Sayur-sayuran TonHa
340 264
362 316
365 350
327 Buah-buahan
TonHa 490,24 503,25 534,33 576,83 589,84 743,98 749,67
Tanaman Biofarmaka
TangkaiM
2
84 117
74 54
66 125
229 Tanaman Hias
KgM
2
28,12 22,49
33,69 27,09
36,63 68,03
77,36 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010
Untuk meningkatkan produktivitas hortikultura Indonesia perlu dilakukan berbagai hal seperti pemanfaatan dan optimalisasi pemanfaatan
berbagai sumber daya alam, pemilihan teknologi tepat guna, perbaikan mutu dengan menggunakan bibit unggul dan lain-lain. Defisit neraca perdagangan yang
terjadi akibat meningkatnya impor akan produk hortikultura juga seharusnya dapat ditekan dengan meningkatkan produksi dan produktivitas agar dapat memicu
kegiatan ekspor yang mendatangkan devisa dan mengurangi impor agar tidak terjadi defisit neraca perdagangan yang dapat mengurangi cadangan devisa.
4.4 Perkembangan Ekspor Hortikultura Indonesia di Dunia