2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan mengenai daya saing dan hortikultura telah banyak dilakukan dengan berbagai macam hasil yang telah didapat sehingga dapat
menambah wawasan dan pengetahuan akan topik-topik tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian ini mengambil beberapa
komoditi dari subsektor hortikultura dimana komoditi tersebut dipilih dari setiap subsektor yang mempunyai volume ekspor dan potensi yang besar . Kemudian,
perbedaan lainnya yaitu apabila di penelitian-penelitian sebelumnya hanya menganalisis di pasar dunia atau hanya di beberapa negara tujuan ekspor saja,
penelitian ini mengkaji kinerja ekspor dan daya saing hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan ekspor dan pasar dunia. Berikut merupakan beberapa
penelitian tentang daya saing dan hortikultura yang pernah dilakukan sebelumnya.
2.2.1 Penelitian Mengenai Daya Saing
Penelitian tentang daya saing yang dilakukan oleh Karina 2009 dalam analisis daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan dan
faktor-faktor yang memengaruhinya. Berdasarkan analisis daya saing komparatif dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage RCA dan analisis daya
saing kompetitif dengan menggunakan Export Product Dynamic EPD, produk yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi, yaitu produk
Palm kernel or babassu oil and frac Minyak Sawit. Dua diantaranya lebih memiliki keunggulan komparatif, produk tersebut adalah Plywood consisting
solely of sheets Kayu Lapis dan Semi-bleached or bleached Pulp of Paper Bubur Kertas. Sedangkan produk Coniferous of Wood kayu serabut tidak
mempunyai keunggulan komparatif maupun kompetitif. Suroso 2008, dalam analisis daya saing dan dampak regional
pengembangan kelapa sawit di Kabupaten Siak. Untuk menganalisis daya saing dan tingkat efisiensi kelapa sawit digunakan Policy Analysis Matrix PAM,
sedangkan untuk menganalisis dampak ekonomi regional digunakan Social Accounting Matrix SAM. Pengusahaan perkebunan kepala sawit petani plasma
dan perusahaan inti, pabrik kelapa sawit memiliki daya saing dan tingkat efisiensi yang baik. Daya saing dan tingkat efisiensi pengusahaan perkebunan kelapa sawit
petani plasma masih lebih rendah dibandingkan perkebunan kelapa sawit perusahaan inti. Dari aspek ekonomi regional perkebunan kelapa sawit rakyat,
perkebunan kelapa sawit perusahaan besar dan industri kelapa sawit mempunyai kontribusi yang besar terhadap pengganda output bruto, keterkaitan kebelakang
dan nilai tambah. Kontribusi perkebunan kelapa sawit rakyat terhadap output bruto lebih besar daripada kontribusi perkebunan kelapa sawit perusahaan besar.
2.2.2 Penelitian Mengenai Hortikultura
Gumilar 2010 dalam penelitiannya yang berjudul daya saing komoditi sayuran utama Indonesia di pasar internasional. Hasil yang didapatkan dari
analisis menggunakan Revealed Comparative Advantage RCA menunjukan bahwa komoditi sayuran Indonesia yang diuji tidak memiliki keunggulan
komparatif atau berdaya saing lemah di pasar internasional, kecuali untuk komoditi jamur yang memiliki nilai rata-rata RCA lebih dari satu dibandingkan
komoditi lainnya pada tahun 2001-2008. Analisis produk ekspor dinamis EPD memperlihatkan bahwa beberapa komoditi sayuran yang diuji seperti kol, jamur,
dan kentang berada di posisi ―Retreat‖, kemudian untuk komoditi bawang merah ada di posisi ―Rising Star‖, sedangkan cabai berada di posisi ―Falling Star‖, dan
tomat di posisi ―Lost Opportunity‖.
Penelitian lainnya yaitu dilakukan oleh Siregar 2010 tentang daya saing buah-buahan tropis Indonesia di pasar dunia dengan menggunakan metode
Revealed Comparative Advantage RCA dan Export Product Dynamic EPD. Hasil estimasi RCA kurang dari satu, kecuali untuk Jambu Biji, Mangga da
Manggis. Ini menunjukan bahwa buah-buahan Indonesia memiliki posisi daya saing yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara pesaing utamanya.
Hasil EPD pun menyimpulkan demikian, performa ekspor buah-buahan Indonesia umumnya tidak ter
lalu baik. Hanya alpukat yang menduduki posisi ―Rising Star‖, sedangkan buah-
buahan lainnya berada di posisi ―Falling Star‖, ―Lost Opportunity
‖ bahkan ―Retreat‖.
Kartikasari 2008 dengan penelitiannya yang berjudul analisis daya saing komoditi tanaman hias dan aliran perdagangan anggrek di pasar internasional.
Hasil yang diperoleh dari analisis daya saing tanaman hias dengan metode RCA menunjukan bahwa perkembangan industri tanaman hias Indonesia lebih lambat
dibandingkan dengan Thailand sebagai kompetitor utama di pasar tanaman hias dunia untuk kawasa Asia Tenggara. Selain itu pangsa ekspor tanaman hias
Indonesia di negara tujuan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman
hias di Pasar Korea, sementara di Pasar Jepang, Amerika Serikat dan Beland Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif. Hal ini berarti tanaman hias
Indonesia memiliki daya saing yang tinggi di Pasar Korea. Amelia 2009 tentang analisis daya saing jahe Indonesia di pasar
internasional dengan menggunakan metode RCA didapat hasil bahwa untuk keunggulan komparatif di Pasar Malaysia, Indonesia memiliki daya saing yang
baik pada tahun 2000-2004. Dari tahun 2005-2007 daya saing Indonesia di pasar ini lemah dengan nilai RCA yang kurang dari satu. Di Pasar Singapura, Indonesia
memiliki daya saing kuat pada tahun 2000-2002, tahun 2003-2007 daya saing Indonesia melemah di pasar ini. Di Jepang, daya saing Indonesia lemah pada
tahun 2000-2007. Sedangkan di Bangladesh pada tahun 2000-2005 kecuali tahun 2003 daya saing Indonesia dapat diterima baik, setelah tahun 2005-2007 daya
saing Indonesia melemah. Menurunnya daya saing Indonesia ini karena penurunan nilai ekspor yang disebabkan oleh menurunnya kualitas jahe Indonesia.
2.3 Kerangka Pemikiran