Jahe Indonesia tidak memiliki daya saing yang kuat di Pasar Belanda berdasarkan keunggulan komparatif, namun komoditi ini mempuyai keunggulan
kompetitif karena berhasil merebut pangsa pasar ekspor Belanda meskipun komoditi ini merupakan komoditi yang tidak dinamis.
9. Temulawak
Hasil estimasi RCA komoditi temulawak Indonesia pada tahun 2001 kurang dari satu, sehingga temulawak Indonesia memiliki daya saing yang rendah
di Pasar Belanda, sedangkan pada tahun 2005 dan 2009 nilai RCA temulawak Indonesia lebih dari satu yaitu dengan pertumbuhan sebesar 260,68 persen
membuat temulawak Indonesia memiliki daya saing yang kuat dan menjadi satu- satunya negara yang mempunyai daya saing yang kuat pada komoditi temulawak
di Pasar Belanda apabila dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya yaitu India, Inggris, Belgia, dan Thailand seperti dapat dilihat pada Tabel 5.21.
Tabel 5.21 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA
Temulawak di Pasar Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai RCA
Negara Nilai RCA
2001 0,00004
India 0,22381
Inggris 0,00070
0,00005 2005
2,35157 India
0,12491 Belgia
0,00092 0,13542
2009 8,48168
India 0,05070
Belgia 0,00100
0,21344
Indonesia berhasil memiliki daya saing yang kuat secara komparatif pada tahun 2005 dan 2009, namun temulawak Indonesia merupakan komoditi yang
pergerakannya stagnan. Meskipun tidak dinamis, temulawak Indonesia memiliki keunggulan kompetitif di Pasar Belanda.
5.3.3 Singapura
Tabel 5.22 menunjukan hasil estimasi RCA hortikultura Indonesia di Pasar Singapura, dimana terdapat satu komoditi yang tidak diestimasi
pertumbuhan rata-ratanya yaitu cendawan tanah karena ekspor cendawan tanah Indonesia yang tidak kontinyu ke Pasar Singapura sehingga komoditi tersebut
tidak dapat diestimasi. Berdasarkan hasil analisis keunggulan komparatif dengan
menggunakan metode RCA maka komoditi yang mempunyai daya saing kuat di Pasar Singapura yaitu kubis, cendawan tanah pada tahun 2009, Jambu Biji,
Mangga da Manggis tahun 2005 dan 2009, jahe tahun 2001, dan temulawak. Sedangkan komoditi lainnya mempunyai nilai RCA yang kurang dari satu atau
dengan kata lain memiliki daya saing yang rendah di Pasar Singapura. Pertumbuhan rata-rata terbesar dimiliki oleh komoditi temulawak dengan jumlah
persentase terbesar, ini menunjukan bahwa nilai ekspor komoditi tersebut meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun.
Tabel 5.22 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditi Nilai RCA
Pertumbuhan Rata-Rata
2001 2005
2009
Bunga Potong 0,64211
0,89153 0,17376
-20,83 Kubis
2,20608 3,85389
2,83844 24,17
Jamur 0,25282
0,59807 0,45947
56,69 Cendawan Tanah
0,00000 0,00000
1,65793 —
Pisang 0,04649
0,06777 0,01210
-18,19 Nanas
0,04091 0,01953
0,04829 47,48
Jambu Biji, Mangga da Manggis
0,47735 1,03388
1,38866 75,45
Jahe 2,13614
0,41758 0,67415
-9,50 Temulawak
3,47200 4,81235
24,92788 228,30 Keterangan: Tanda -: tidak dapat diestimasi
Tabel 5.23 merupakan hasil estimasi EPD hortikultura Indonesia di Pasar Singapura, dimana dari hasil estimasi tersebut didapat satu komoditi yang tidak
bisa diestimasi dengan menggunakan EPD karena seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa ekspor cendawan tanah ke Pasar Singapura yang tidak
kontinyu sehingga komoditi ini tidak bisa diestimasi. Untuk komoditi bunga potong, pisang dan jahe berada pada posisi daya saing
kuadran ―Lost Opportunity
‖ dimana pertumbuhan pangsa pasar ekspornya bernilai negatif sedangkan pertumbuhan pangsa pasar produknya bernilai positif. Kondisi ini
dapat diartikan bahwa Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar pada produk
yang dinamis, karena Indonesia kehilangan kesempatan pangsa ekspor untuk komoditi yang dinamis di Pasar Singapura.
Tabel 5.23 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditas Pertumbuhan
Pangsa Pasar Ekspor
Pertumbuhan Pangsa Pasar
Produk Posisi Daya saing
Bunga Potong -27,60
0,72 Lost Opportunity
Kubis 18,86
0,72 Rising Star
Jamur 48,00
0,72 Rising Star
Cendawan Tanah —
— —
Pisang -25,47
0,72 Lost Opportunity
Nanas 60,81
0,72 Rising Star
Jambu Biji, Mangga da Manggis
71,66 0,72
Rising Star Jahe
-0,13 0,72
Lost Opportunity Temulawak
253,98 0,72
Rising Star
Penjelasan mengenai perbandingan nilai RCA Indonesia dengan negara pesaingnya pada tahun 2001, 2005 dan 2009 akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Bunga Potong
Berdasarkan analisis keunggulan komparatif dengan menggunakan RCA untuk komoditi bunga potong Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 didapat
nilai RCA yang kurang dari satu dan ini menandakan bahwa bunga potong Indonesia tidak memiliki daya saing yang kuat di Pasar Singapura dengan rata-
rata nilai RCA sebesar 0,56. Bunga potong Indonesia yang diekspor ke Singapura sepeti krisan, anthurium, anggrek, sedap malam, dan masih banyak lagi jenisnya.
Apabila dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya, Indonesia menempati berada di urutan bawah dengan nilai RCA yang terkecil dan hanya Indonesia yang
mempuyai daya saing lemah di Pasar Singapura. Nilai RCA terbesar ditempati oleh pesaing dua pada tahun 2001 yaitu Belanda sebesar 18,151 kemudian disusul
oleh pesaing kesatu, Thailand dan Indonesia seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5.24.
Tabel 5.24 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Bunga
Potong di Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,64211 Malaysia
3,83024 Belanda 18,15121
1,24320 2005
0,89153 Malaysia 4,85662 Belanda
7,62095 2,63553
2009 0,17376 Malaysia
4,84958 Cina 1,19367
2,84981
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka komoditi bunga potong Indonesia di Pasar Singapura tidak memiliki daya saing yang kuat menurut
keunggulan komperatif, tetapi bunga potong Indonesia merupakan komoditi yang dinamis walaupun tidak memiliki keunggulan kompetitif karena tidak mempunya
kekuatan pasar untuk mengekspor lebih banyak bunga potong padahal permintaan
Pasar Hongkong sedang meningkat. 2.
Kubis
Berdasarkan hasil estimasi RCA pada komoditi kubis, nilai RCA Indonesia menunjukan angka lebih dari satu disetiap tahun yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu tahun 2001, 2005 dan 2009 dengan rata-rata nilai RCA sebesar 2,966. Apabila dibandingkan dengan negara pesaingnya Indonesia
menempati urutan kedua dengan nilai RCA terbesar di Pasar Singapura. Nilai RCA terbesar pertama yaitu pesaing satu pada tahun 2001 yaitu Australia dengan
nilai RCA sebesar 18,13488. Kemudian di urutan ketiga diperoleh oleh pesaing kedua, namun pada tahun 2001 nilai RCA pesaing kedua yaitu malaysia kurang
dari satu sehingga berdaya saing rendah, lalu terakhir ditempati oleh Thailand dengan rata-rata nilai RCA sebesar 0,017. Hasil estimasi RCA kubis Indonesia
dan negara pesaingnya dapat dilihat pada Tabel 5.25.
Tabel 5.25 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Kubis di
Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 2,20608 Australia
18,13488 Malaysia 0,95621
0,00000 2005
3,85389 Australia 17,50970 Cina
2,53299 0,03161
2009 2,83844 Cina
3,14814 Malaysia 1,97287
0,01834
Komoditi kubis Indonesia di Pasar Singapura memiliki daya saing yang kuat secara komparatif dan memiliki keunggulan kompetitif serta kubis Indonesia
merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Hongkong. Sehingga posisi ini perlu dipertahankan dan kualitas serta mutu kubis Indonesia harus ditingkatkan kembali
agar kubis Indonesia dapat mengalahkan pesaing utamanya dan menguasai pasar kubis Singapura.
3. Jamur
Nilai ekspor jamur Indonesia yang kecil berpengaruh terhadap hasil estimasi RCA Indonesia pada komoditi tersebut. Hasil estimasi RCA jamur
Indonesia menunjukan nilai yang kurang dari satu atau berdaya saing lemah pada tahun 2001, 2005 dan 2009 dan hanya Indonesia yang memiliki daya saing rendah
selain Thailand pada tahun 2009 dengan nilai RCA sebesar 0,01519. Hasil estimasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.26. Pesaing kedua Indonesia
mempunyai nilai RCA terbesar, lalu disusul oleh pesaing kesatu, Thailand, dan yang terakhir adalah Indonesia. Nilai RCA terbesar pada tahun 2001 oleh negara
pesaing kedua yaitu New Zealand dengan nilai RCA yang mencapai 96,34987.
Tabel 5.26 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jamur di
Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,25282 Australia
7,73272 New Zealand 96,34987 4,14572
2005 0,59807 Malaysia
3,37587 Australia 6,23703
3,47828 2009
0,45947 Malaysia 7,76906 Taiwan
1,58153 0,01519
Berdasarkan hasil perbandingan estimasi RCA dan EPD pada pemaparan sebelumnya, maka jamur Indonesia di Pasar Singapura memiliki daya saing yang
rendah menurut keunggulan komparatifnya. Tetapi, meskipun jamur Indonesia memiliki daya saing rendah tetapi jamur Indonesia memiliki keunggulan
kompetitif dan merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Singapura, sama seperti pada komoditi sebelumnya yaitu kubis.
4. Cendawan Tanah
Berdasarkan hasil estimasi RCA pada komoditi cendawan tanah Indonesia dan Thailand sebagai salah satu negara pesaingnya, pada tahun 2001
dan 2005 kedua negara tersebut tidak memiliki daya saing di Pasar Singapura karena kedua negara tersebut tidak mengekspor cendawan tanah ke Pasar
Hongkong. Pada tahun 2009 Indonesia dan Thailand baru mengekspor cendawan tanah ke Pasar Singapura dan mempunyai nilai RCA lebih dari satu atau dengan
kata lain mempuyai daya saing kuat, dan nilai RCA Thailand mampu mengalahkan Indonesia dengan nilai RCA sebesar 7,76518 dan Indonesia hanya
sebesar 1,65793 Tabel 5.27. Negara pesaing lainnya yaitu pesaing satu dan pesaing kedua juga mempunyai daya saing yang kuat. Nilai RCA terbesar
diperoleh oleh negara pesaing kesatu, kemudian disusul oleh pesaing kedua, Thailand dan Indonesia. RCA terbesar pada tahun 2005 diperoleh oleh pesaing
kedua yaitu Italia dengan nilai RCA sebesar 67,24906. Tabel 5.27 Hasil Estimasi
Revealed Comparative Advantage RCA Cendawan Tanah di Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,00000 Cina
7,68293 Perancis 18,20912
0,00000 2005
0,00000 Italia 67,24906 Perancis
8,16546 0,00000
2009 1,65793
Cina 1,50518
Korea Selatan
2,37403 7,76518
5. Pisang
Berdasarkan analisis keunggulan komparatif menggunakan RCA, didapat hasil estimasi yang kurang dari satu atau dengan kata lain berdaya saing lemah di
semua tahun yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu tahun 2001, 2005 dan 2009. Hasil estmasi RCA pisang Indonesia dan negara pesaingnya dapat dilihat
pada Tabel 5.28. Tidak hanya Indonesia saja yang mengalami daya saing rendah di Pasar Singapura untuk komoditi ini, pesaing kedua dan Thailand pun
mempunyai daya saing yang rendah dengan rata-rata nilai RCA sebesar 0,051 dan 0,088. Sedangkan pesaing kesatu Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 yaitu
Malaysia memiliki nilai RCA lebih dari satu yaitu dengan rata-rata sebesar 3,396. Filipina menjadi negara berdaya saing kuat dengan nilai RCA paling besar di
Pasar Singapura. Nilai RCA terbesar pada tahun 2009 dengan nilai ekspor mencapai 60,269.
Tabel 5.28 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Pisang di
Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Filipina Negara
Nilai RCA
Negara Nilai
RCA
2001 0,04649 Malaysia 4,32166 India
0,12687 0,10039 15,69879
2005 0,06777 Malaysia 3,87647 Australia 0,00000
0,00062 30,17804 2009
0,01210 Malaysia 1,98916 Inggris 0,02551 0,16429 60,26853
Komoditi pisang Indonesia di Pasar Singapura mempunyai daya saing yang lemah menurut keunggulan komparatifnya, namun memiliki keunggulan
kompetitif dengan berhasil merebut pangsa pasar produk Singapura meskipun tidak dinamis karena tdak memiliki kekuatan bisnis di Pasar Singapura.
6. Nanas
Sama seperti komoditi yang dibahas sebelumnya yaitu pisang, hasil estimasi RCA nanas Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 bernilai kurang
dari satu. Selain Indonesia, pada tahun 2001 dan 2005 pada pesaing kedua juga memiliki nilai RCA yang kurang dari satu. RCA terbesar yaitu pada Filipina,
kemudian disusul oleh pesaing satu, Thailand, lalu terakhir Indonesia. Nilai RCA terbesar pada tahun 2009 oleh Filipina sebesar 27,48981. Hasil estimasi RCA
nanas Indonesia dan negara pesaingnya di Pasar Singapura dapat dilihat pada
Tabel 5.29.
Tabel 5.29 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Nanas di
Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Filipina Negara
Nilai RCA
Negara Nilai
RCA
2001 0,04091 Malaysia 5,88220 Belanda
0,12835 1,17546
3,18315 2005
0,01953 Malaysia 5,81526 Sri Langka
3,39022 3,07218
5,93368 2009
0,04829 Malaysia 4,83506 Taiwan 0,05529
2,51685 27,48981
Daya saing nanas yang lemah menurut keunggulan komparatifnya. Tetapi tidak didukung oleh hasil estimasi EPD terhadap komoditi ini, meskipun berdaya
saing lemah, tetapi nanas Indonesia mempunyai keunggulan kompetitif dan merupakan komoditi yang dinamis di Pasar Singapura, karena Indonesia berhasil
menguasai kekuatan bisnis dengan mampu mengekpor dan memenuhi permintaan nanas Pasar Singapura. Kondisi seperti ini harus dipertahankan, akan lebih bagus
lagi apabila Indonesia mempunyai daya saing yang kuat secara komparatif sehingga indonesia mempunyai keunggulan daya saing tidak hanya secara
kompetitif tetapi juga secara komparatif.
7. Jambu Biji, Mangga da Manggis
Berdasarkan hasil estimai RCA, didapat bahwa pada tahun 2001 pisang Indonesia tidak memiliki daya saing yang kuat di Pasar Singapura karena nilai
RCA pisang Indonesia yang kurang dari satu, tetapi pada tahun 2005 dan 2009 pisang Indonesia berhasil memiliki daya saing yang kuat di Pasar Singapura
dengan rata-rata nilai RCA sebesar 1,211. Apabila dibandingkan dengan negara- negara pesaingnya, nilai RCA Indonesia merupakan yang terkecil. Thailand,
Filipina, Malaysia dan Australia sebagai negara pesaing Indonesia memiliki daya saing yang kuat di Pasar Singapura. Negara yang memiliki nilai RCA terbesar
yaitu Australia, dengan nilai RCA terbesar pada tahun 2005 sebesar US 12.353. Hasil estimasi RCA Jambu Biji, Mangga da Manggis dapat dilihat pada Tabel
5.30.
Tabel 5.30 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jambu
Biji, Mangga da Manggis di Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Filipina Negara
Nilai RCA
Negara Nilai
RCA
2001 0,47735 Malaysia 3,39610 Australia
9,18393 1,08610
3,99186 2005
1,03388 Malaysia 2,40934 Australia 12,35324 1,20596
8,58576 2009
1,38866 Malaysia 2,30954 Australia 6,88479
3,76701 6,31062
Jambu Biji, Mangga da Manggis Indonesia memiliki keunggulan komparatif karena memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2005 dan 2009 serta
didukung dengan keunggulan daya saing kompetitifnya, selain itu jambu biji, mannga dan manggis Indonesia merupakan komoditi yang dinamis di Pasar
Hongkong.
8. Jahe
Berdasarkan hasil estimasi RCA pada komoditi jahe Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 hanya pada tahun 2001 yang memiliki nilai RCA lebih
dari satu yang berarti daya saingnya kuat di Pasar Hongkong dengan nilai RCA sebesar 2,13614 . Pada tahun 2005 dan 2009 nilai RCA kurang dari satu sehingga
berdaya saing lemah. Yang memiliki daya saing kuat di Pasar Hongkong untuk komoditi ini hanya terjadi pada tahun 2001 pada Indonesia sebesar 2,13614 dan
pada tahun 2009 oleh Nigeria sebesar 2,30520. Negara pesaing lainnya tidak memiliki daya saing yang kuat di Pasar Singapura. Hasil estimasi RCA jahe
Indonesia dan pesaingnya di Pasar Singapura dapat dilihat pada Tabel 5.31.
Tabel 5.31 Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage RCA Jahe di
Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 2,13614
Cina 0,01261
Malaysia 0,00081
0,28278 2005
0,41758 Cina
0,00930 Ethiopia
0,68603 0,02255
2009 0,67415
Cina 0,00289
Nigeria 2,30520
0,03008
Jahe Indonesia hanya memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2001 menurut keunggulan komparatifnya, namun jahe Indonesia memiliki keunggulan
kompetitif meskipun Indonesia kehilangan kesempatan pangsa ekspor untuk komoditi yang dinamis di Pasar Singapura.
9. Temulawak
Berdasarkan hasil estimasi RCA, pada tahun 2001, 2005 dan 2009 temulawak Indonesia mempunyai nilai RCA yang lebih dari satu, dengan rata-rata
nilai RCA sebesar 11,071. Apabila dibandingkan dengan negara pesaingnya, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memiliki daya saing pada
komoditi temulawak di Pasar Singapura dan pada tahun 2009 nilai RCA Indonesia merupakan RCA tertinggi di Pasar Singapura yaitu sebesar 24,92788. Hasil
estimasi RCA temulawak Indonesia dan negara pesaingnya dapat dilihat pada
Tabel 5.32. Tabel 5.32 Hasil Estimasi
Revealed Comparative Advantage RCA Temulawak di Pasar Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Tahun RCA
Indonesia Pesaing 1
Pesaing 2 Thailand
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 3,47200 India
0,19978 Malaysia 0,00090
0,00000 2005
4,81235 India 0,14135 Malaysia
0,00295 0,00000
2009 24,92788 India
0,14158 Cina 0,00772
0,00001
Temulawak Indonesia selain memiliki daya saing yang kuat menurut keunggulan komparatifnya, juga memiliki keunggulan kompetitif dan merupakan
komoditi yang dinamis di Pasar Singapura berdasarkan hasil estimasi EPD pada komoditi tersebut tahun 2001, 2005 dan 2009. Temulawak Indonesia berada pada
posisi kuadran ―Rising Star‖ dimana Indonesia berhasil memperoleh pangsa paar untuk komoditi-komoditi yang dinamis.
5.3.4 Taiwan