Pembahasan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Eksisting Perairan Kali Surabaya

Timur, Dinas Perindustrian Propinsi, dan Dinas PU Pengairan Propinsi dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pengendalian pencemaran dan pemantauan kualitas air Kali Surabaya. Akibatnya, aktivitas yang dilakukan sering bersifat parsial dan sektoral, sehingga sering terjadi tumpang tindih bahkan ada kalanya tidak saling mendukung. Sebagai contoh, tidak adanya koordinasi antara Dinas Perindustrian yang memberi ijin berdirinya industri dengan BLH selaku pemberi ijin pembuangan limbah cair, sehingga banyak indus tri berdiri tanpa memiliki IPAL. Selain itu, terjadi tumpang tindih penetapan titik pemantauan kualitas Kali Surabaya dan di beberapa sumber pencemar industri antara Perum Jasa Tirta I, BLH Kota dan Provinsi, dan PU Pengairan Provinsi. Karena itu, strategi kebijakan terkait sistem dan kapasitas kelembagaan adalah meningkatkan keterpaduan pengelolaan melalui peningkatan koordinasi antar sektor dinas yang terkait dengan pengelola Kali Surabaya, antara lain: a. Memperbaiki kualitas kinerja BLH Jawa Timur dan Instansi terkait dalam kegiatan pemantauan kualitas limbah industri dan sumber air. b. Pembentukan forum koordinatif yang melibatkan seluruh dinas terkait kegiatan pengelolaan Kali Surabaya untuk penyusunan kerangka kelembagaan, meliput i visi, misi, tujuan, sasaran, serta strategi pengelolaan, termasuk di dalamnya program implementasi kebijakan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. c. Memperjuangkan aspek legal kesepakatan pengelolaan Kali Surabaya yang telah ditetapkan untuk dijadikan undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan daerah yang bersifat mengikat. d. Pemberdayaan masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan pihak industri. e. Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi pengendalian pencemaran air yang diintegrasikan dengan sistem informasi lingkungan Kali Surabaya dari aspek biofisik dan sosial ekonomi masyarakat untuk acuan dalam pengambilan keputusan pengelolaan Kali Surabaya.

5.11 Pembahasan Umum

Hasil analisis data parameter fisik-kimia perairan Kali Surabaya dapat menggambarkan kondisi eksisting kualitas air di sepanjang Kali Surabaya. Berdasarkan kriteria mutu air KMA kelas 1, kualitas air Kali Surabaya dalam kondisi cemar berat dengan nilai indeks STORET berkisar -80 hingga -104. Buruknya status mutu air Kali Surabaya diindikasikan oleh parameter DO, BOD 5 , COD, N-NO 2 , Hg, dan TSS yang telah melampaui KMA kelas 1 di sepanjang Kali Surabaya. Nilai parameter DO menunjukkan kecenderungan yang menurun dari zona hulu ke zona tengah dan hilir, sementara nilai parameter BOD 5 , COD, N-NO 2 , Hg, dan TSS menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan Kali Surabaya dalam menopang kehidupan biota air dan diversitas biota semakin menurun. Penurunan kadar DO ke arah hilir menyebabkan kemampuan badan air Kali Surabaya dalam melakukan purifikasi juga makin menurun karena laju reaksi oksidasi pada badan air berkurang dengan keterbatasan oksigen. Pencemaran air Kali Surabaya merupakan akibat masuknya bahan pencemar yang bersumber dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan limbah lainnya yang mengandung bahan organik, anorganik, dan komponen lain yang membutuhkan oksigen dalam proses degradasi maupun konversi. Akibat sumber-sumber pencemar yang masuk ke badan air jumlahnya banyak dan jaraknya relatif berdekatan maka beban pencemar yang masuk ke badan air tidak sebanding dengan daya tampung dan kemampuan air memulihkan diri self purification, sehingga defisit oksigen tetap terjadi dan kualitas air makin menurun. Selain itu, masukan bahan pencemar ke Kali Surabaya dengan konsentrasi dan debit yang bervariasi antar waktu dan titik pengamatan serta proses pengenceran akibat air hujan dan masukan air dari anak sungai menyebabkan terjadinya fluktuasi nilai parameter suhu, DHL, TSS, DO, BOD 5 , COD, N-NO 2 , N-NH 3 , N-NO 3 Pencamaran air Kali Surabaya telah mengakibatkan kematian secara masal ikan, kepiting, dan udang air tawar, penurunan rantai makanan, perubahan indeks keragaman dan dominasi organisme dalam ekosistem serta perubahan struktur dan fungsi komunitas sehingga keseimbangan ekosistem terganggu. Kematian ikan secara masal merupakan indikasi buruknya kualitas air Kali Surabaya. Kematian ikan masal juga menyebabkan instalasi pengolah air Karang Pilang berhenti beroperasi dan menyebabkan terganggunya distribusi air PDAM Kota Surabaya serta peningkatan biaya pengolahan air PDAM mencapai Rp 473 jutabulan. Selain itu, akibat kondisi lingkungan perairan Kali Surabaya menurun, maka , dan kadar Hg, Pb dan Cd. organisme yang terdapat di Kali Surabaya didominasi oleh jenis-jenis organisme yang mempunyai toleransi tinggi terhadap kondisi tersebut, misalnya cacing merah Tubifex tubifex. Keberadaan merkuri Hg dalam air dan sedimen Kali Surabaya yang mencapai 9.2 dan 190 kali KMA kelas 1 sangat berisiko bagi individu dengan berat badan 70 kg dewasa dan 15 kg anak jika melakukan aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai dengan frekuensi 30 haritahun selama 1 -2 jamhari. Jika berat badan individu 70 kg, maka risiko kesehatannya menurun karena luas permukaan kulit lebih kecil sehingga masukan kontaminan lewat kontak dermal menjadi lebih kecil, hal sebaliknya terjadi jika berat badan individu 70 kg. Bagi pengambil kebijakan, pilihan manajemen risiko yang perlu dirumuskan adalah menurunkan kadar Hg pada badan air dan sedimen Kali Surabaya atau mengurangi frekuensi dan waktu kontak dengan air dan sedimen Kali Surabaya. Penurunan kualitas air Kali Surabaya terkait dengan persepsi dan partisipasi masyarakat. Persepsi yang salah terhadap air sungai dapat menyebabkan seseorang menjadi pencemar sungai, sebaliknya persepsi yang benar dapat mendorong seseorang untuk menjadi pengelola air sungai. Persepsi masyarakat yang benar terhadap kualitas, pemanfaatan dan kelayakan Kali Surabaya untuk peruntukan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku positifnya serta menumbuhkan kesadaran terhadap upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Secara umum, masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya memiliki persepsi yang tinggi terhadap pemanfaatan, kelayakan dan pengendalian pencemaran air, namun hal tersebut belum diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata dalam pengendalian. Kondisi sosial dan budaya masyarakat sangat mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengendalian pencemaran. Berdasarkan hasil kuesioner menunjukkan bahwa jumlah penduduk di bantaran Kali Surabaya yang membuang limbah domestiknya ke Kali Surabaya relatif tinggi, yaitu mencapai 32.5. Kondisi tersebut dapat terjadi karena terpaksa, ketidaksesuaian antara sikap individu dengan informasi mengenai kenyataan sesungguhnya atau ketidaksesuaian antara sikap individu dengan sikap panutannya serta kurangnya sarana dan prasarana sanitasi. Kondisi sanitasi lingkungan pada daerah padat pemukiman di sepanjang Kali Surabaya masih belum memenuhi syarat bagi kesehatan. Minimnya sarana pembuangan sampah padat dan kurang tersedianya fasilitas pembuangan air limbah menyebabkan penduduk bantaran sungai masih membuang limbah di sungai dan menjadikan sungai sebagai tempat MCK. Keberadaan 205 WC terapung yang merupakan sumber pencemar organik berupa tinja feces dan 218 tempat sampah sementara yang ada di sisi kanan-kiri Kali Surabaya akan menghasilkan lindi yang dapat terbawa dalam aliran sungai menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas Kali Surabaya. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi beban pencemaran di Kali Surabaya selain meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat melalui pola hidup bersih dengan menerapkan konsep 4R reduce, reuse, recycle dan replant juga diperlukan peningkatan sarana dan prasarana berupa MCK umum, tempat pembuangan sampah sementara, dan pembangunan IPAL komunal. Upaya lain yang harus dilakukan untuk menanggulangi pencemaran air Kali Surabaya adalah mereduksi beban pencemar dari berbagai sumber pencemar dan menekan resiko terjadinya kecelakaan dan kebocoran serta luapan limbah ke Kali Surabaya. Berdasarkan hasil analisis dengan teknik AHP menunjukkan bahwa penetapan kelas air, penyuluhan, dan penetapan daya tampung beban pencemaran menjadi prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran. Penetapan kelas air Kali Surabaya mendesak dilakukan agar penegakan hukum lingkungan dapat dilaksanakan. Upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya melalui pendekatan teknologi dapat diterapkan teknologi wastewater garden. Teknologi ini selain biayanya murah dan mudah dioperasikan juga dapat diterapkan pada skala rumah tangga. Peran pemerintah adalah melakukan inisiasi, pendampingan dan pemberdayaan masyarakat untuk mengadopsi teknologi tersebut. Skenario yang mungkin terjadi di masa depan pada perairan Kali Surabaya adalah skenario pesimis, moderat dan optimis. Hasil identifikasi dan penggolongan faktor oleh pakar berdasarkan kondisi dan keadaan faktor yang berpengaruh serta sumberdaya yang ada maka sistem pengelolaan Kali Surabaya dapat seimbang antara aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan menerapkan skenario moderat dan optimis. Skenario moderat dan optimis masing-masing mampu menurunkan persentase total beban pencemaran sebesar 25.23 dan 36.21 di bawah kondisi eksisting. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat melalui intervensi faktor-faktor yang memiliki pengaruh kuat dan ketergantungan antar faktor yang rendah sehingga pengendalian yang dilakukan memiliki prospek jauh ke depan, berkelanjutan, dan mampu mengubah kondisi pesimis menjadi kondisi optimis. Strategi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan prioritas adalah 1 menekan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kesadaran masyarakat, 2 meningkatkan persepsi masyarakat, 3 implementasi peraturan pengendalian pencemaran air secara adil dan konsisten, 4 meningkatkan komitmen dan dukungan Pemerintah Daerah dalam upaya pengendalian, dan 5 meningkatkan sistem dan kapasitas kelembagaan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Kualitas air Kali Surabaya pada kondisi eksisting telah melampaui baku mutu air kelas 1 dan memerlukan penurunan beban pencemaran. Kandungan oksigen terlarut DO di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Canggu 6.6 mgl, nilai terendah di Jembatan Sepanjang 2.5 mgl, kecuali Canggu disemua stasiun pengamatan tidak memenuhi baku mutu DO. Nilai pH berfluktuasi dari zona hulu, tengah dan hilir, namun masih berada pada kisaran pH air normal pH 6-9. Nilai DHL berfluktuatif dengan nilai rata-rata 491.47 µS, sedangkan nilai terbesar di Cangkir 639 µS. Kali Surabaya mengandung padatan tersuspensi TSS yang melampaui baku mutu air kelas 1 untuk semua zona pengukuran. Nilai TSS rata-rata 65.01 mgl dan nilai tertinggi dijumpai di Jembatan Jrebeng 74.67 mgl. 2. Kualitas air Kali Surabaya menunjukkan kecenderungan menurun dari zona hulu ke zona tengah dan hilir. Berdasarkan nilai parameter kimia BOD, COD, dan N-NO 2 Kali Surabaya tidak memenuhi baku mutu air kelas 1 pada semua stasiun pengamatan, sedangkan untuk parameter P-PO 4 , Pb, dan Cd secara umum menunjukkan hasil sebaliknya. Nilai rata-rata BOD tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe 10.75 mgl dan terendah di Gunungsari 3.35 mgl, parameter COD tertinggi di Tambangan Bambe 28.89 mgl dan terendah Jembatan Jrebeng 11.21 mgl. Nilai parameter N-NO 2 tertinggi ditemukan di Gunungsari 0.139 mgl dan terendah di Sepanjang 0.108 mgl, sedangkan nilai parameter P-PO 4 tertinggi ditemuka n di lokasi intake PDAM Karang Pilang 0.202 mgl dan terendah di Jembatan Jrebeng 0.140 mgl. Nilai rata- rata kadar N-NH 3 dan N-NO 3 3. Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan nilai indeks STORET termasuk kelas D atau berada dalam kondisi tercemar berat dengan nilai indeks berkisar -80 hingga -104, sedangkan berdasarkan Pollution Index tingkat pencemaran badan air Kali Surabaya berada dalam status tercemar ringan hingga sedang dengan nilai Pollution Index berkisar 2.03 – 5.59. Parameter DO, BOD, COD , keduanya berada di bawah baku mutu air kelas 1 di semua stasiun pengamatan.