Prioritas Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran

Bentuk-bentuk partisipasi yang diberikan responden 32.0 berupa uangdana, 57.5 tenaga, 5.5 bahan, dan 5.0 berupa ide, saran, dan pemikiran. Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa sebanyak 65 responden 32.5 membuang air limbah, bekas masak, mandi, dan mencuci ke Kali Surabaya. Hasil ini senada dengan hasil penelitian JICA dan KLH tahun 2007 KLH 2008, yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil wawancara terhadap 411 responden di Kota Bogor, Palembang, dan Gorontalo menunjukkan bahwa rata-rata 30 orang yang tinggal di bantaran sungai atau sempadan sungai melakukan pembuangan sampah ke sungai.

5.6 Prioritas Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran

Salah satu prinsip dasar pengendalian pencemaran air adalah melakukan reduksi kadar atau beban pencemaran sampai dengan tingkat baku mutu yang ditetapkan. Analisis prioritas kegiatan kegiatan reduksi beban pencemaran dilakukan untuk menentukan pilihan alternatif dari berbagai kegiatan yang diusulkan dalam menurunkan beban pencemar pada Kali Surabaya. Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah AHP. Penentuan alternatif kegiatan dan kriteria yang dikembangkan dalam rangka mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya baik yang bersumber dari limbah industri maupun limbah domestik, dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan pakar expert judgement dan pengisian kuesioner untuk menjaring berbagai informasi tentang kriteria dan alternatif terkait kegiatan reduksi beban pencemaran. Wawancara dilakukan terhadap enam narasumber yang berasal dari Perguruan Tinggi ITS, LSM ECOTON, Dinas PU Pengairan Jatim, Perum Jasa Tirta I, Badan Lingkungan Hidup BLH Kota Surabaya, dan BLH Jatim. Berdasarkan hasil wawancara, alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya yang berhasil diidentifikasi adalah: 1 Pembuatan UPL komunal A-1, 2 Penerapan pajak limbah pencemar industri A-2, 3 Pemantauan kualitas limbah dan sumber air A-3, 4 Penyuluhan A-4, 5 Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah A-5, 6 Sistem penegakan hukum lingkungan A-6, 7 Penetapan kelas air Kali Surabaya A-7, 8 Penetapan daya tampung beban pencemaran A-8, 9 Relokasi industri A-9, 10 Penataan ruang A-10. Kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran adalah: 1 Keadilan K-1, 2 Keberlanjutan K-2, 3 Partisipasi masyarakat K-3, 4 Prosedur dan persyaratan K-4, 5 Efisiensi K-5, dan 6 Kemudahan manajemen K-6. Analisis AHP kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya ditetapkan tiga level. Level satu adalah tujuan, yaitu kegiatan yang efektif dan efisien untuk mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Level dua adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran, dan level tiga adalah alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Berdasarkan tujuan, alternatif dan kriteria yang dikembangkan kemudian dilakukan penilaian kepentingan alternatif menurut pakar dalam bentuk tujuh tabel kuesioner matriks perbandingan berpasangan pairwise comparison. Matriks hasil penilaian pakar berupa matriks individu N ij tentang kepentingan relatif antar elemen, kemudian diolah menjadi matriks gabungan N Gij dengan menggunakan persamaan geometric mean, N Gij 6 6 2 1 ... ij ij ij N x x N x N = . Hasil setiap matriks perbandingan ditentukan eigen vector-nya dan Consistency Ratio CR untuk mendapatkan local priority dan global priority. Elemen yang paling penting atau mendapat prioritas paling tinggi ditentukan berdasarkan nilai eigen dan global priority. Hasil analisis AHP menggunakan aplikasi program ExpertChoice 2000, menunjukkan bahwa kriteria kemudahan manajemen eigen value 0.317 menjadi kriteria paling penting untuk diimplementasikan dalam kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya dan diikuti oleh kriteria efisiensi 0.305, keadilan 0.1370, keberlanjutan 0.132, prosedur dan persyaratan 0.059, dan terakhir adalah partisipasi masyarakat 0.050. Urutan kriteria disusun berdasarkan pada bobot prioritas yang dihasilkan matriks perbandingan, di mana bobot yang lebih tinggi diletakkan sebagai faktor utama, sedangkan semakin kecil bobot akan semakin rendah kriterianya dalam penentuan kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Perbandingan prioritas berdasarkan eigen value untuk seluruh kriteria ditunjukkan pada Gambar 34. Gambar 34 Perbandingan prioritas kriteria kegiatan reduksi beban pencemaran. Hasil analisis berdasarkan matriks perbandingan berpasangan antar elemen level tiga alternatif dengan memperhatikan keterkaitannya dengan level dua kriteria diperoleh peringkat keseluruhan alternatif berupa bobot prioritas lokal kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya terhadap keenam kriteria yang dikembangkan. Operasi perkalian antar matriks lokal kemudian dilanjutkan operasi perkalian dengan prioritas global ditunjukkan pada Tabel 43, sedangkan struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran KRBP ditunjukkan pada Gambar 35. Tabel 43 Prioritas lokal dan prioritas global kegiatan reduksi beban pencemaran KRITERIA Prioritas Global K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 K-6 Bobot Kriteria 0.137 0.132 0.050 0.059 0.305 0.317 UPL Komunal 0.100 0.056 0.198 0.102 0.073 0.096 0.087 8.7 Pajak limbah industri 0.025 0.029 0.088 0.053 0.049 0.051 0.044 4.4 Pemantauan kualitas limbah sumber air 0.090 0.063 0.106 0.082 0.131 0.167 0.125 12.5 Penyuluhan 0.050 0.090 0.191 0.124 0.175 0.255 0.172 17.2 Pengetatan perijinan pembuangan limbah 0.067 0.053 0.108 0.139 0.064 0.058 0.066 6.6 Sistem penegakan hukum lingkungan 0.110 0.124 0.078 0.045 0.053 0.033 0.063 6.3 Penetapan kelas air 0.227 0.234 0.068 0.197 0.230 0.153 0.200 20.0 Penetapan daya tampung BP 0.163 0.114 0.070 0.177 0.155 0.137 0.145 14.5 Relokasi industri 0.038 0.091 0.029 0.027 0.025 0.017 0.032 3.2 Penataan ruang 0.130 0.145 0.064 0.055 0.046 0.033 0.067 6.7 Berdasarkan data Tabel 43 dan Gambar 35, terlihat bahwa penetapan kelas air Kali Surabaya mempunyai nilai yang tertinggi 0.200, karena dari enam kriteria yang dikembangkan untuk menentukan kegiatan reduksi beban pencemaran, penetapan kelas air Kali Surabaya mempunyai empat nilai unggul, yaitu keadilan, keberlanjutan, prosedur dan persyaratan, dan efisiensi. Di samping itu, nilai unggul penetapan kelas air Kali Surabaya terletak pada kriteria efisiensi yang mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua eigen value 0.305. Kegiatan penyuluhan mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua 0.172, disusul penetapan daya tampung beban pencemaran 0.145, pemantauan kualitas limbah dan sumber air 0.125, pembuatan UPL komunal 0.087, penataan ruang 0.067, pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah 0.066, sistem penegakan hukum lingkungan 0.063, penerapan pajak limbah industri 0.044, dan terakhir relokasi industri 0.032. Oleh karena itu, prioritas kegiatan yang perlu dilakukan untuk mereduksi beban pencemaran air dalam kasus ini adalah penetapan kelas air Kali Surabaya, kemudian penyuluhan, penetapan daya tampung beban pencemaran, pemantauan kualitas limbah dan sumber air, pembutan UPL komunal, penataan ruang, pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah, sistem penegakan hukum lingkungan, pajak limbah industri, dan terakhir adalah relokasi industri. Penetapan kelas air adalah menetapkan mutu air berdasarkan kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukan air. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 empat kelas. Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat gradasi tingkatan baiknya mutu air, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas 1 merupakan tingkatan yang terbaik. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas 1 lebih baik dari Kelas 2, 3, dan 4. Sejak keluarnya PP Nomor 822001 dan Perda Jawa Timur Nomor 22008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka SK Gubernur Jatim nomor 1871988 tentang Peruntukan Air Sungai di Jatim, yang menetapkan Kali Surabaya masuk golongan B untuk bahan baku air minum seharusnya direvisi. Gambar 35 Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran Kali Surabaya. Keterangan: PUPLK : Pembuatan UPL Komunal PKAKS : Penetapan Kelas Air Kali Surabaya PPLPI : Penerapan Pajak Limbah Industri PDTBP : Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran PKLSA : Pemantauan Kualitas Limbah Sumber Air RIND : Relokasi Industri PSPPL : Pengetatan Perijinan Pembuangan Limbah PTRU : Penataan Ruang SPHL : Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Reduksi Beban Pencemaran Air Kali Surabaya Secara Efektif dan Efisien Keadilan 0.137 Keberlanjutan 0.132 Partisipasi Masyarakat 0.050 Prosedur dan Persyaratan 0.059 Efisiensi 0.305 Kemudahan Manajemen 0.317 PUPLK 0.087 PPLPI 0.044 PKLSA 0.125 Penyuluhan 0.172 PSPPL 0.066 SPHL 0.063 PKAKS 0.200 PDTBP 0.145 RIND 0.032 PTRU 0.067 TUJUAN KRITERIA ALTERNATIF Proses revisi tersebut perlu dilakukan karena ada aspek lain terkait beban cemaran sungai yang semestinya juga didefinisikan. Ketidakjelasan status kelas dan beban Kali Surabaya menyebabkan penegakan hukum sulit dilaksanakan. Pelanggaran oleh industri pencemar umumnya hanya dikenakan pelanggaran Perda tentang baku mutu limbah yang ancaman hukuman denda Rp 5 juta atau kewajiban memperbaiki Instalasi Pengolah Air Limbah IPAL. Karenanya, penetapan kelas air Kali Surabaya menjadi hal yang mendesak dalam rangka penegakan hukum lingkungan dan pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Masyarakat seringkali memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Sungai belum dipandang sebagai wilayah yang indah dan nyaman bagi seluruh lapisan masyarakat yang memanfaatkannya sebagaimana yang diinginkan dalam penerapan water front city KLH 2008. Adanya persepsi masyarakat yang menganggap sungai dan bantaran sungai sebagai tempat pembuangan limbah, baik limbah cair maupun limbah padat akan meningkatkan pencemaran Kali Surabaya. Semakin berkembangnya pemukiman penduduk di sekitar sempadan sungai akan meningkatkan jumlah masyarakat yang membuang limbah atau sampahnya ke sungai dan semakin meningkatkan beban pencemaran ke Kali Surabaya. Kondisi ini dapat terjadi karena kurang dilibatkannya masyarakat dalam upaya-upaya pengendalian pencemaran dan pengawasan pengelolaan Kali Surabaya. Pendekatan penyelesaian masalah pencemaran di Kali Surabaya yang hanya menggunakan pendekatan teknis dan penegakan hukum dan mengabaikan peran masyarakat yang seringkali aktif berinteraksi dengan sumber pencemar menjadi tidak efektif. Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam mengembalikan kualitas air Kali Surabaya. Partisipasi masyarakat yang efektif membutuhkan prakondisi. Hardjasoemantri 1986 merumuskan syarat-syarat agar partisipasi masyarakat menjadi efektif dan berdaya guna, yaitu: 1 Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya; 2 Informasi lintas batas; mengingat masalah lingkungan tidak mengenal batas wilayah yang dibuat manusia; 3 Informasi tepat waktu; suatu proses peran serta masyarakat yang efektif memerlukan informasi sedini dan seteliti mungkin, sebelum keputusan terakhir diambil sehingga masih ada kesempatan untuk mempertimbangkan dan mengusulkan alternatif-alternatif pilihan; 4 Informasi yang lengkap dan menyeluruh; dan 5 Informasi yang dapat dipahami. Dalam rangka peningkatan peran dan partisipasi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran air Kali Surabaya Penetapan daya tampung beban pencemaran DTBP adalah penetapan kemampuan air Kali Surabaya dalam menerima masukan pencemaran tanpa menyebabkan air tersebut tercemar. Besarnya beban pencemaran yang dapat diterima oleh air Kali Surabaya untuk semua parameter kualitas air dapat diketahui dari besar daya tampung di setiap segmen sungai. Menurut Masduqi 2006, besarnya beban pencemaran yang diterima Kali Surabaya, menyebabkan Kali Surabaya tidak lagi mempunyai daya tampung dalam menerima beban pencemaran. Berdasarkan hal tersebut maka kajian penetapan DTBP perlu , kegiatan penyuluhan utamanya bagi masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya menjadi urgen dilakukan. Penyuluhan dilakukan tidak semata-mata dalam bentuk pelatihan atau sosialisasi, namun ada aspek kegiatan lain yang mampu memberdayakan masyarakat sekitar sungai. Kegiatan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat tersebut antara lain melalui penyebarluasan informasi, pendidikan non formal, penjelasan dan penguatan komunitas dengan tujuan edukasi, diseminasi inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi. Dalam UU No. 322009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PPLH, peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur secara khusus pada Bab XI, Pasal 70. Dalam ayat 1 pasal tersebut dinyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk-bentuk peran diatur dalam ayat 2 berupa pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; danatau penyampaian informasi danatau laporan. Sementara tujuan peran masyarakat sesuai ayat 3 adalah untuk: meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. dilakukan minimal setiap lima tahun untuk menentukan kondisi beban pencemaran air Kali Surabaya dan menentukan berapa besar volume dan karakter limbah cair dari limbah industri yang boleh dibuang ke Kali Surabaya. Hasil penetapan DTBP dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan kelas peruntukan dan pengelolaan air Kali Surabaya dalam bentuk Peraturan Gubernur. Selain itu, penetapan DTBP juga dapat digunakan sebagai dasar untuk pemberian ijin lokasi, pengelolaan air dan sumber air, penetapan rencana tata ruang, pemberian ijin pembuangan air limbah, dan penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. Lemahnya sistem pemantauan terhadap kualitas limbah industri dan sumber air oleh BLH Jatim dan instansi terkait lainnya menyebabkan ketaatan industri untuk membangun dan mengoperasikan IPAL masih rendah. Jumlah seluruh industri di Surabaya 5768 industri terdiri atas 4021 industri kecil, 1533 industri sedang, dan 214 industri besar BPS 2009. Menurut BLH 2009, jumlah industri yang telah memiliki IPAL hanya 137 industri 2.37, padahal IPAL adalah instrumen penting dalam mengurangi beban pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas industri akibatnya beban limbah industri yang terbuang ke Kali Surabaya tetap tinggi. Karenanya, Pemantauan kualitas limbah industri harus dilakukan terus menerus dan memberikan sanksi tegas bagi industri pelanggar. Upaya inspeksi mendadak juga perlu dilakukan oleh lembaga pemerintah yang berwenang memberi sanksi administratif berupa denda hingga menutup industri yang terbukti mencemar. Lembaga pengelola lingkungan hidup harus memiliki wewenang yang kuat dalam mengawasi dan memberi sanksi kepada industri yang mencemari Kali Surabaya. Sesuai Master Plan Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya, untuk mencukupi kualitas air baku mutu air minum diperlukan upaya antara lain menurunkan beban limbah industri mencapai 90 terhadap prediksi beban pencemaran tahun 2020, menurunkan beban limbah domestik mencapai 65 dari prediksi beban pencemaran tahun 2020, dan menambah debit pengenceran dari 7.5 m 3 detik menjadi 20 m 3 detik dengan membangun waduk dan bendungan. Salah satu tahapan kegiatan untuk tahun 2010 – 2020 adalah melakukan pemantauan kualitas limbah dan sumber air serta pendugaan cadangan air diberbagai lokasi. Selain itu, upaya yang dilakukan Perum Jasa Tirta I untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah melakukan pemantauan kualitas air secara periodik, pengenceran, pengerukan dan pembersihan sampah sungai serta pemberdayaan masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi. Limbah cair domestik dari pemukiman bantaran Kali Surabaya memberikan kontribusi pencemar cukup besar selain limbah cair dari sektor industri. Oleh karena itu untuk membantu meningkatkan daya dukung Kali Surabaya sebagai sungai kelas 1 perlu dilakukan perencanaan IPAL domestik untuk pemukiman bantaran Kali Surabaya. Pembuatan UPL atau IPAL komunal merupakan salah satu upaya penanganan sistem dainase dan sistem sanitasi secara terpadu dan terpusat melalui pembangunan unit pengolah air limbah secara komunal atau bersama melalui saluran-saluran yang membentuk jaringan sinitasi. UPL komunal domestik merupakan sarana berupa sumur atau tandon yang ditanam di tanah sejumlah sembilan bak. Bak pertama berfungsi sebagai penampung awal air limbah rumah tangga. Setelah itu, disalurkan pada bak kedua dengan proses penjernihan hingga memasuki bak yang terakhir. Pada proses di IPAL tersebut, dapat diketahui perbedaan limbah rumah tangga yang belum dan telah diolah. Pada bak satu, air masih tampak keruh dan berwarna kelabu, namun air hasil olahan pada bak kesembilan lebih tampak jernih dan bening. Air pada bak kesembilan tersebut yang nantinya akan disalurkan ke sungai. Sejauh ini, Badan Lingkungan Hidup BLH Jatim telah membangun unit pengolah limbah UPL komunal domestik secara cluster di dua tempat, yakni di Desa Bambe dan Kelurahan Karah. Pembangunan UPL komunal tersebut merupakan upaya untuk meminimalisir pembuangan kotoran atau limbah domestik dari masyarakat di sepanjang Kali Surabaya yang biasanya cenderung langsung dibuang ke sungai. Sesuai rencana BLH, target IPAL domestik yang akan dibangun di sempadan Kali Surabaya sebanyak 74 cluster. Lokasi pembangunan UPL komunal di Wonokromo 20 cluster, Jambangan 24 cluster, Karang Pilang 14 cluster dan Driyorejo 16 cluster. Jika target pembuatan UPL komunal dapat terealisasi diharapkan limbah rumah tangga yang berpotensi mencemari Kali Surabaya dapat diolah secara mandiri oleh masyarakat, agar lebih ramah lingkungan dan pencemaran Kali Surabaya dapat direduksi. Kebijakan pengendalian pencemaran dapat ditempuh dengan optimalisasi pemanfaatan lahan melalui konsep kebijakan penataan ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang UU No 262007. Penerapan konsep tata ruang berbagai jenis kegiatan dapat diatur sesuai peruntukannya sehingga relatif tidak mengganggu keberadaan ekosistem di sekitarnya. Terkait pengendalian pencemaran Kali Surabaya, Prianto 2009 mengusulkan alokasi luas lahan industri optimum dari aspek ekonomi dan lingkungan seluas Dalam rangka reduksi beban pencemaran dan kerusakan lingkungan selain upaya preventif juga perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum lingkungan yang efektif, adil, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Perangkat perundang-undangan lingkungan harus ditegakkan. Siapa pun yang terbukti merusak lingkungan harus mendapat hukuman sesuai ketentuan yang berlaku dalam perfektif rasa keadilan masyarakat. Seluruh aparat hukum dari polisi, jaksa, dan hakim harus memiliki environmental ± 308,96 hektar. Area yang sudah dikembangkan seluas ± 112,42 hektar, sedangkan sisanya yang masih bisa dikembangkan adalah ± 196,54 hektar. Lokasi pengembangan industri baru yang diusulkan meliputi enam desa, yaitu : Driyorejo, Cangkir, Bambe, Mulung, Tenaru dan Kesamben Wetan. Sesuai UU No. 322009, salah satu upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup dalam hal ini reduksi beban pencemaran Kali Surabaya adalah mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perijinan. Upaya tersebut di antaranya melalui kontribusi pemerintah untuk melakukan penyeleksian secara ketat bagi pemberian ijin pembuangan limbah dan pengawasan yang intensif dari pihak terkait BLH, Jasa Tirta, PU Pengairan terhadap industri yang membuang limbah melebihi baku mutu. Setiap penanggung jawab usaha danatau kegiatan yang akan membuang air limbah ke airsumber air wajib mengajukan ijin pembuangan air limbah sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Tujuan pengetatan perijinan pembuangan limbah adalah sebagai upaya pencegahan pencemaran dari sumber pencemar, upaya penanggulangan dan atau pemulihan mutu air pada sumber-sumber air serta untuk mewujudkan kelestarian fungsi air, agar air yang ada pada sumber-sumber air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai peruntukannya. Setiap industri yang mengajukan ijin pembuangan limbah cair IPLC ke Kabupaten atau Kota melalui BLH harus diseleksi secara ketat dan memenuhi persyaratan sesuai PP No. 822001 dengan melaporkan desain IPAL, debit limbah, peta lokasi pembuangan, dan area pembuangan limbah. sense agar lebih mempertimbangkan dampak kebijakannya pada kehidupan generasi mendatang yang juga membutuhkan lingkungan yang bersih dan sehat. Industri, hotel, rumah sakit dan berbagai bentuk usahakegiatan yang membuang limbah cair atau padat yang tidak sesuai kriteria baku mutu harus diberikan pinalti secara tegas dan konsisten sesuai UU No 322009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PPLH untuk menjamin kepastian hukum bagi perlindungan dan pengelolaan Kali Surabaya secara berkelanjutan. Selain harus memiliki ijin pembuangan limbah ke Kali Surabaya, pihak industri sebaiknya juga harus membayar pajak pembuangan limbah untuk membiayai rehabilitasi bagian sungai yang tercemar dan membiayai pemantauan dan pengawasan limbah. Pemberlakuan pajak limbah pencemar adalah salah satu cara yang harus dicoba untuk menekan tingkat pencemaran sungai-sungai di Indonesia khususnya Kali Surabaya. Penerapan pajak pembuangan limbah dikenakan pada setiap industri yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya. Industri, hotel dan rumah sakit yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya harus membayar pajak pembuangan limbah yang besarnya tergantung pada jumlah limbah, besarnya kandungan dan tingkat toksisitas zat pencemar dalam limbah yang dibuang. Hasil pajak pembuangan limbah industri dapat dijadikan biaya operasional BLH dalam mengelola lingkungan sungai. Relokasi industri menurut tata ruang dapat mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Relokasi industri adalah perpindahan atau pemindahan lokasi industri dari lokasi awal ke lokasi baru dengan alasan tertentu. Relokasi industri terutama diprioritaskan pada lima industri yang membuang limbah organik cukup besar, yaitu empat industri kertas dan satu industri MSG penyedap rasa. Relokasi industri tersebut dapat dilakukan ke kawasan industri di wilayah SIER Rungkut yang memiliki luas area 245 ha atau ke lokasi pengembangan industri baru di enam desa seperti yang diusulkan Prianto 2009.

5.7 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air