Peningkatan Relasi Gender dalam Pengolahan Hasil Perikanan

BAB VIII STRATEGI UNTUK RELASI GENDER LEBIH SETARA

8.1 Peningkatan Relasi Gender dalam Pengolahan Hasil Perikanan

Tangkap Peran perempuan di Desa Blanakan dari hasil analisis yang telah dilakukan, lebih banyak terlibat pada sektor reproduktif. Pengolahan perikanan tangkap sebenarnya adalah salah satu sektor produksi yang lebih diidentikkan dengan perempuan. Namun dari hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan perempuan pengolah ini tetap dalam posisi termarjinalisasikan, meskipun jumlah mereka lebih banyak dalam sektor ini dibandingkan dengan jumlah laki-laki. Laki-laki dalam sektor ini masih memiliki tempat lebih tinggi dalam hal akses dan kontrol sumber daya. Pada hasil penelitian dapat dilihat, akses dan kontrol laki-laki pengolah banyak masuk pada kategori sedang, sementara pengolah perempuan memiliki hasil yang lebih variatif dan tak jarang justru lebih mendominasi di kategori rendah. Hal ini sebenarnya dibentuk lebih karena pengaruh budaya yang telah mengakar. Terlihat perbedaan perlakuan dari pemilik dalam memperlakukan pengolah perempuan dan pengolah laki-laki, meskipun secara jumlah pengolah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pengolah laki-laki. Perbedaan yang sangat mencolok adalah perbedaan upah yang diterima antara pengolah perempuan dengan laki-laki. Laki-laki memiliki sistem pembayaran yang tetap. Setiap harinya pengolah laki-laki mendapat upah tetap rata-rata di setiap pengolahan Rp50.000,-. Sementara para buruh perempuan mendapatkan bayaran tergantung dari ikan yang dapat mereka olah. Misalnya untuk pengolahan fillet ikan, para perempuan mendapat bayaran Rp1.000,- untuk setiap kilo ikan yang dapat mereka fillet dan Rp500,- untuk setiap kilogram ikan yang dapat mereka potong kepalanya. Semakin banyak uang yang ingin dihasilkan oleh para pengolah perempuan, maka semakin banyak pula waktu dan tenaga yang dicurahkan untuk bekerja. Para pengolah perempuan di Desa Blanakan tidak pernah sedikitpun merasa terganggu dengan sistem upah yang diberikan oleh pemilik. Mereka 88 89 berpendapat bahwa posisi perempuan sudah seharusnya lebih terpinggirkan daripada laki-laki. Beberapa ibu-ibu apabila ditanya mengenai beban kerja ganda yang mereka terima, mayoritas sebenarnya merasa keberatan. Tidak sedikit juga yang mengeluhkan fisik mereka sakit akibat beban kerja yang harus mereka terima. Namun apabila ditanyakan mengapa tidak melakukan protes untuk bayaran yang mereka terima, kembali lagi mereka merasa posisi perempuan harus lebih rendah daripada laki-laki dan tidak sepantasnya mendapatkan upah yang lebih tinggi dari laki-laki. Para perempuan pengolah ini tetap mengatakan bahwa pekerjaan para laki-laki lebih berat daripada perempuan. Padahal tidak jarang juga di tengah kesibukan mereka mengolah, para perempuan ini terlihat sambil menggendong dan mengasuh anak-anak mereka. Jika dikaitkan dengan pendekatan kajian gender yang ada, maka pendekatan kajian gender yang tepat untuk Desa Blanakan adalah pendekatan GAD Gender And Development. Segala bentuk program yang berkaitan seharusnya tidak berdiri sendiri tetapi diciptakan program yang dapat memfasilitasi pengolah perempuan dan laki-laki secara adil. Sewajarnya sektor pengolahan hasil perikanan tangkap memang dilakukan oleh perempuan, tetapi seharusnya tidak terdapat pembedaan upah dan perlakuan oleh pemilik terhadap keduanya. Meskipun terdapat perbedaan banyaknya jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh pengolah perempuan dan laki-laki karena keahlian perempuan terbatas, seharusnya dilakukan pelatihan dalam pengolahan. Sehingga antara pengolah perempuan dan laki-laki dapat bekerjasama melakukan setiap proses tahapan pengolahan. Sehingga di saat musim panen, bahan baku tidak terbuang karena busuk begitu saja akibat kurangnya tenaga kerja. Apabila pengolah laki- laki juga diajarkan bagaimana mengerjakan pekerjaan pengolah perempuan, maka pemilik usaha tidak perlu bersusah payah mencari tenaga kerja tambahan di saat musim panen. Di saat musim pacekliki juga, para pengolah tetap mendapatkan upah yang sama antara laki-laki dan perempuan, tanpa perlu benar-benar terpengaruh oleh ketersediaan bahan baku, seperti yang selama ini dialami oleh pengolah perempuan. Di Desa Blanakan sekarang ini lebih banyak pengolahan perikanan terbatas pada pengasinan atau fillet. Apabila para pengolah perempuan dan laki- 90 laki diberikan pelatihan untuk mengolah sendiri ikan-ikan yang sudah difillet atau dipotong, dibandingkan dengan menjualnya kepada pabrik-pabrik yang membutuhkan, maka seharusnya ikan-ikan yang dimiliki oleh pengusaha akan bernilai jual tinggi. Memberikan pelatihan-pelatihan untuk mengolah hasil perikanan menjadi sesuatu yang siap dikonsumsi dapat diberikan kepada pengolah perempuan untuk menambah daya jual mereka dalam sektor pengolahan. Sudah seharusnya juga perempuan diberikan kepercayaan yang sama dengan laki-laki oleh pengolah untuk mengakses fasilitas-fasilitas yang diberikan pemilik. Misalnya pada beberapa pengolahan, para pengolah laki-laki dapat mengakses kredit yang diberikan oleh pemilik seharusnya pengolah perempuan juga mendapatkan kepercayaan yang sama. Memberikan pelatihan-pelatihan mengenai kesehatan anak kepada perempuan pengolah juga sangat disarankan. Pengolah perempuan seharusnya mengetahui bagaimana memelihara kesehatan anak-anak mereka. Menumbuhkan kesadaran pengolah perempuan bahwa lingkungan tempat bekerja bukan lingkungan yang sehat dan kondusif untuk pertumbuhan anak-anak mereka. Pada beberapa kasus di Desa Blanakan juga ditemukan beberapa anak yang terjatuh ke sungai di dekat tempat ibu mereka bekerja. Selain pelatihan, disarankan untuk disediakan tempat penitipan anak-anak pengolah yang belum sekolah. Hal yang paling penting adalah kepedulian dari pemerintahan desa, dinas, koperasi, dan pihak terkait.

8.2 Peran Lembaga Terkait