Marjinalisasi Beban Kerja Manifestasi Ketidakadilan Gender

57 pekerjaan perempuan Hubeis, 2010. Sama halnya dengan yang terjadi di Desa Blanakan, para pengolah perempuan hanya ditempatkan dalam bagian pembersihan ikan fillet, potong kepala, pencucian. Menurut para pemilik usaha pengolahan, para perempuan hanya dapat bekerja pada bagian tersebut dan dianggap lebih terampil daripada laki-laki dalam mengerjakan pekerjaan- pekerjaan sederhana seperti itu.

6.2.2 Marjinalisasi

Tidak berbeda dengan perilaku stereotipe, demikian juga halnya dengan marjinalisasi. Perilaku marjinalisasi juga terlihat tinggi di Desa Blanakan Tabel 17. Persentase antara laki-laki 62,5 dan perempuan 69,77 yang berperilaku marjinalisasi tinggi hampir sama. Sedangkan untuk perilaku marjinalisasi rendah tidak terlihat sama sekali pada Desa Blanakan. Hal tersebut dipengaruhi oleh pemikiran masyarakat yang menganggap bahwa perempuan hanya pencari nafkah tambahan sekalipun merupakan individu yang paling berperan dalam pengolahan. Para perempuan sendiripun menganggap diri mereka memang sepantasnya mendapatkan upah yang lebih rendah daripada laki-laki sekalipun alokasi waktu bekerjanya lebih besar daripada laki-laki. Tabel 17. Sebaran Responden Menurut Persepsi Terhadap Marjinalisasi dan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 Marjinalisasi Laki-laki Perempuan Total Jumlah jiwa Persentase Jumlah jiwa Persentase Jumlah jiwa Persentase Rendah Sedang 6 37,5 13 30,23 19 32,20 Tinggi 10 62,5 30 69,77 40 67,80 Total 16 100 43 100 59 100 Keterangan: skor 5-10: rendah, skor 6-15: sedang, skor 16-20: tinggi Riset yang dilakukan oleh Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan pada Kabupaten Klungkung, Jepara, dan Ogan Komering Ilir menunujukkan bahwa perempuan di daerah ini diberikan kebebasan dalam memilih pekerjaan yang diinginkan http:www.litbang.kkp.go.idbasisdata 58 diakses pada tanggal 27 April 2011. Perempuan pada daerah ini sudah mulai menempati posisi yang tidak terpinggirkan, meskipun apabila istri membantu usaha pengolahan perikanan suami maka istri tidak mendapatkan bayaran. Hal ini tidak sejalan dengan yang terdapat di Blanakan. Perempuan pengolah yang terdapat di Desa Blanakan hanya ditempatkan pada satu bagian, tidak banyak menguasai proses pengolahan. Akibat pekerjaan mereka yang bersifat hanya “itu- itu saja”, maka dalam proses pengupahan para perempuan juga tidak sama dengan laki-laki.

6.2.3 Beban Kerja

Persoalan gender yang paling banyak terjadi pada perempuan yang bekerja namun berkeluarga adalah beban kerja ganda multiple burden, atau pada saat ini disebut triple burden, karena penambahan peran sosial perempuan di dalamnya. Perempuan yang turut serta bekerja mencari nafkah menurut Farida 1999, disebabkan oleh kebutuhan keluarga yang semakin lama semakin mendesak dan tidak dapat dipenuhi suami. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel. 18, sebanyak 83,72 responden perempuan mengakui mengalami beban kerja yang tinggi, sementara sebesar 81,25 responden laki-laki menganggap beban kerja perempuan di level sedang. Karena mereka menganggap urusan reproduktif adalah urusan perempuan sebagai ibu, meskipun mereka terlibat dalam kegiatan produktif juga. Sedangkan responden perempuan yang mengakui bahwa beban kerja mereka sedang, adalah perempuan yang memang memiliki pembagian kerja yang sangat jelas dengan suami mereka. Tabel 18. Sebaran Responden Menurut Persepsi Terhadap Beban Kerja dan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 Beban Kerja Laki-laki Perempuan Total Jumlah jiwa Persentase Jumlah jiwa Persentase Jumlah jiwa Persentase Rendah Sedang 13 81,25 7 16,28 20 33,90 Tinggi 3 18,75 36 83,72 39 66,10 Total 16 100 43 100 59 100 Keterangan: skor 5-10: rendah, skor 6-15: sedang, skor 16-20: tinggi 59

6.3 Faktor Lembaga Terkait