Ketersediaan Bahan Baku Musim Panen

60 Keterlibatan penyuluhan dari Koperasi Mina Fajar Sidik hanya untuk mereka yang berprofesi nelayan. Nelayan yang dapat mengikuti pengolahan juga hanya nelayan yang menjadi anggota Koperasi Mina Fajar Sidik. Berdasarkan pengakuan para responden yang memiliki suami nelayan anggota koperasi, kegiatan penyuluhan jarang sekali dilakukan oleh Koperasi Mina Fajar Sidik. Kegiatan yang banyak dilakukan di dalam koperasi terbatas pada bantuan modal nelayan. Hal yang dapat dilihat dari kurang terlibatnya penyuluh dalam pengolahan hasil perikanan tangkap adalah minimnya KIE Komunikasi Informasi Edukasi di kalangan pengolah. Minimnya KIE dapat dilihat dari pengolah-pengolah perempuan yang seringkali terlihat membawa anak mereka atau terkadang mengasuh dan menyusui di dalam lingkungan kerja, yang jika dilihat sangat tidak sesuai dengan standar kesehatan. Terlihat beberapa anak-anak yang ikut mengolah pada beberapa usaha pengolahan perikanan tangkap. Hal-hal seperti ini, tanpa bimbingan dan pengawasan dari penyuluh, akan berdampak pada sumber daya manusia pesisir secara keseluruhan. Hal lain yang dapat dilihat dari kurangnya KIE adalah kurangnya keterampilan pengolah. Keterampilan pengolah perempuan di Blanakan hanya terbatas pada pemotongan dan pemfilletan ikan. Seperti contohnya pada setor perikanan tepung ikan, tidak ada satupun perempuan yang terlibat dalam pengolahan ini. Alasan pengolahan tepung ikan tidak melibatkan perempuan, karena perempuan dianggap tidak sanggup menangani proses pengolahan tepung ikan tersebut.

6.3.2 Ketersediaan Bahan Baku Musim Panen

Keseluruhan responden laki-laki dan perempuan pada saat musim panen merasakan ketersediaan bahan baku yang tinggi Tabel 20. Tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mendapatkan bahan baku. Hal ini dikarenakan keluar masuknya bahan baku ditentukan oleh pemilik usaha. Saat panen, keadaan yang terlihat di lapangan adalah pengolah perempuan tidak perlu memperebutkan ikan-ikan untuk diolah. Seringkali justru para 61 pengolah merasa kekurangan tenaga dalam mengolah ikan. Kejadian seperti ini seringkali menyebabkan ikan-ikan menjadi busuk, akibat tidak dapat ditangani seluruhnya oleh pengolah. Pengolah perempuan yang bertanggungjawab dalam proses pengolahan awal namun seringkali saat musim panen para pemilik terpaksa mempekerjakan buruh laki-laki tambahan, meskipun hasil pekerjaan mereka tidak maksimal. Tabel 20. Sebaran Responden Menurut Akses Bahan Baku pada Musim Panen dan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 Bahan Baku Laki-laki Perempuan Total Jumlah jiwa Persentase Jumlah jiwa Persentase Jumlah jiwa Persentase Rendah Sedang Tinggi 16 100 43 100 59 100 Total 16 100 43 100 59 100 Musim paceklik Pada Tabel 21 dapat dilihat ketika musim paceklik, keseluruhan responden merasakan bahan baku yang rendah. Hal ini dikarenakan pemilik juga mendapatkan bahan baku yang sedikit dari koperasi. Jika paceklik, ikan yang diolah berkurang banyak daripada saat panen. Kejadian ini berdampak langsung kepada pengolah perempuan sedangkan pengolah laki-laki tidak, dikarenakan laki-laki pengolah memiliki pendapatan yang tetap. Hal ini menyebabkan para pengolah perempuan, yang memang buruh serabutan dalam pengolahan perikanan, memperebutkan ikan yang akan mereka olah. Kejadian seperti ini tidak dialami oleh pengolah laki-laki, karena para pengolah laki-laki di Blanakan merupakan buruh tetap di pengolahan. Namun jika dilihat dari besarnya pendapatan antara laki-laki dan perempuan pengolah, seringkali di saaat musim panen, pendapatan pengolah perempuan lebih banyak daripada pengolah laki-laki. Dikarenakan sistem pengupahan untuk buruh perempuan berdasarkan dari banyaknya ikan yang mereka olah. 62 Tabel 21. Sebaran Responden Menurut Akses Bahan Baku pada Musim Paceklik dan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 Bahan Baku Laki-laki Perempuan Total Jumlah jiwa Persentase Jumlah jiwa Persentase Jumlah jiwa Persentase Rendah 16 100 43 100 59 100 Sedang Tinggi 0 Total 16 100 43 100 59 100

BAB VII AKSES DAN KONTROL PENGOLAH DALAM PENGOLAHAN

PERIKANAN TANGKAP

7.1 Faktor Individu dan Hubungannya dengan Akses dan Kontrol dalam

Pengolahan Perikanan Tangkap Terdapat empat faktor individu usia, jumlah tanggungan, pendidikan, dan pengalaman yang akan diukur korelasinya dengan akses dan kontrol sumber daya pada pengolahan hasil perikanan tangkap. Akses dan kontrol sumber daya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akses dan kontrol terhadap: bahan baku pengolahan, fasilitas dalam pengolahan, dan upah.

7.1.1 Hubungan Usia dengan Akses dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap

Diketahui pada Tabel 22, diketahui bahwa persentase terbesar pada responden laki-laki terdapat pada usia dewasa tua 50 dengan akses dalam pengolahan yang sedang. Persentase paling kecil terlihat pada responden dengan usia dewasa pertengahan dengan akses yang rendah 6,25. Urutan kedua dan ketiga ditempati oleh kategori dewasa pertengahan dengan akses sedang 31,25 dan dewasa awal dengan akses sedang 12,5. Namun sama sekali tidak terdapat responden dalam usia manapun yang memiliki akses yang tinggi dalam pengolahan perikanan tangkap. Berbeda dengan perempuan nelayan di Pasie Nan Tigo, kelompok umur dewasa tua yang justru memiliki akses tinggi terhadap sumber daya Nasution et al. 2008. Sebaran terlihat lebih beragam pada responden perempuan. Semua kategori usia dengan akses sumber daya sedang dan rendah ditempati oleh responden perempuan. Persentase paling tinggi ditempati oleh kategori usia dewasa pertengahan dengan akses sumber daya yang sedang 27,91 dan kemudian diikuti oleh kategori usia dewasa pertengahan dengan akses sumber daya yang rendah 25,28. Tidak terdapat responden yang memiliki akses yang tinggi dalam kategori umur manapun. Meskipun sama sekali tidak ada responden baik laki-laki dan perempuan yang memiliki akses sumber daya tinggi, namun dapat dilihat bahwa kategori akses sumber daya rendah merupakan persentase 63