Hubungan Ketersediaan Bahan Baku Panen dengan Akses dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap

83

7.3.2 Hubungan Kegiatan Penyuluhan dengan Kontrol dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap

Dapat dilihat pada Tabel 39 bahwa kegiatan penyuluhan tidak mempengaruhi kontrol sumber daya dalam pengolahan hasil perikanan tangkap di Desa Blanakan. Hal ini dapat dilihat dari kontrol yang dimiliki oleh responden laki-laki. Keseluruhan responden laki-laki memiliki kontrol pada kategori sedang meskipun kegiatan penyuluhan rendah. Responden perempuan lebih memiliki hasil yang beragam. Persentase paling tinggi dimiliki oleh responden perempuan yang memiliki kontrol sedang 69,77 dan diikuti oleh responden dengan kontrol rendah 30,23. Meskipun hasilnya lebih beragam, kegiatan penyuluhan tetap diakui rendah oleh responden perempuan dan tidak mempengaruhi mereka dalam mengontrol sumber daya yang ada. Tabel 39. Jumlah dan Persentase Kegiatan Penyuluhan Terhadap Kontrol Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 Kategori Perempuan Laki-laki Penyuluhan - kontrol Jumlah Jumlah Rendah - rendah 13 30,23 Sedang - rendah Tinggi - rendah Rendah - sedang 30 69,77 16 100 Sedang - sedang Tinggi - sedang Rendah - tinggi Sedang - tinggi Tinggi - tinggi Jumlah 43 100 16 100

7.3.3 Hubungan Ketersediaan Bahan Baku Panen dengan Akses dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap

Ketersediaan bahan baku seperti terlihat dalam Tabel 40 saat masa panen berada dalam kategori tinggi menurut keseluruhan responden. Terdapat 93,75 responden laki-laki yang memiliki akses sedang dengan ketersediaan bahan baku tinggi dan sisanya sebesar 6,25 responden laki-laki memiliki akses sumber daya 84 rendah dengan ketersediaan bahan baku yang tinggi. Perbedaan persentase tidak terlihat berbeda jauh pada responden perempuan seperti yang didapatkan dari responden laki-laki. Sebesar 55,81 responden perempuan memiliki akses yang sedang terhadap sumber daya di saat ketersediaan bahan baku tinggi dan sebesar 44,19 responden perempuan memiliki akses yang rendah. Tabel 40. Jumlah dan Persentase Pengaksesan Bahan Baku Masa Panen dan Akses Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 Kategori Perempuan Laki-laki Bahan baku saat panen - akses Jumlah Jumlah Rendah - rendah Sedang - rendah Tinggi - rendah 19 44,19 1 6,25 Rendah - sedang Sedang - sedang Tinggi - sedang 24 55,81 15 93,75 Rendah - tinggi Sedang - tinggi Tinggi - tinggi Jumlah 43 100 16 100 7.3.4 Hubungan Ketersediaan Bahan Baku Panen dengan Kontrol dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap Persentase kontrol untuk responden laki-laki keseluruhannya terdapat pada kategori sedang dengan ketersediaan bahan baku yang tinggi. Responden perempuan terlihat lebih berbeda dalam mengontrol sumber daya. Meskipun ketersediaan bahan baku tinggi pada masa panen, tetap saja masih terlihat sebesar 30,23 responden perempuan memiliki kontrol yang rendah terhadap sumber daya. 85 Tabel 41. Jumlah dan Persentase Pengaksesan Bahan Baku Masa Panen dan Kontrol Terpilah Berdasarkan Kelamin di Desa Blanakan, 2010 Kategori Perempuan Laki-laki Bahan baku saat panen - kontrol Jumlah Jumlah Rendah - rendah Sedang - rendah Tinggi - rendah 13 30,23 Rendah - sedang Sedang - sedang Tinggi - sedang 30 69,77 16 100 Rendah - tinggi Sedang - tinggi Tinggi - tinggi Jumlah 43 100 16 100 7.3.5 Hubungan Ketersediaan Bahan Baku Paceklik dengan Akses dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap Kontrol sumber daya oleh responden laki-laki sebesar 93,75 berada pada kategori sedang meskipun ketersediaan bahan baku rendah pada saat paceklik Tabel 42. Hanya terdapat sebesar 6,25 yang mengaku memiliki akses rendah di saat ketersediaan bahan baku juga rendah. Sementara itu pada responden perempuan, sebesar 55,81 memiliki akses sedang di saat bahan baku rendah pada musim paceklik dan sebesar 44,19 mengakui bahwa akses mereka rendah saat ketersediaan bahan baku rendah pada musim paceklik. Ketersediaan bahan baku sebetulnya dikontrol oleh pemilik. Namun seringkali para pengolah perempuan terlihat memperebutkan bahan baku di saat musim paceklik. Hal ini disebabkan jumlah bahan baku yang sangat terbatas menyebabkan pendapatan mereka berkurang dari biasanya, karena sistem pembayaran yang bergantung pada jumlah hasil olahan. Tidak jarang pada musim paceklik para pengolah perempuan terpaksa menggunakan jasa bank berjalan yang justru mempersulit mereka dikarenakan bunga yang tinggi. 86 Tabel 42. Jumlah dan Persentase Pengaksesan Bahan Baku Masa Paceklik dan Akses Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 Kategori Perempuan Laki-laki Bahan baku saat paceklik - akses Jumlah Jumlah Rendah - rendah 19 44,19 1 6,25 Sedang - rendah Tinggi - rendah Rendah - sedang 24 55,81 15 93,75 Sedang - sedang Tinggi - sedang Rendah - tinggi Sedang - tinggi Tinggi - tinggi Jumlah 43 100 16 100 7.3.6 Hubungan Ketersediaan Bahan Baku Paceklik dengan Kontrol dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap Tabel 43. Jumlah dan Persentase Pengaksesan Bahan Baku Masa Paceklik dan Kontrol Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 Kategori Perempuan Laki-laki Bahan baku saat paceklik - kontrol Jumlah Jumlah Rendah - rendah 13 30,23 Sedang - rendah Tinggi - rendah Rendah - sedang 30 69,77 16 100 Sedang - sedang Tinggi - sedang Rendah - tinggi Sedang - tinggi Tinggi - tinggi Jumlah 43 100 16 100 Keseluruhan kontrol sumber daya untuk responden laki-laki berada pada kategori sedang meskipun ketersediaan bahan baku berada pada tingkat rendah 87 saat masa paceklik, seperti pada Tabel 43. Responden perempuan, sebanyak 69,77 mengaku bahwa kontrol yang mereka miliki berada pada kategori sedang dan sebesar 30,23 mengaku bahwa kontrol sumber daya yang mereka miliki rendah. Hasil pengujian pada Tabel 44 menunjukkan sama sekali tidak terdapat variabel yang memiliki hubungan signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa hipotesis ketiga “Terdapat hubungan positif antara lembaga dengan relasi gender pada pengolahan hasil perikanan tangkap” tidak terbukti sama sekali disebabkan oleh tidak adanya peran penyuluh dan faktor-faktor terkait lainnya di dalam pengolahan perikanan tangkap. Hal yang sama juga terjadi di wilayah Muara Angke Lumintang dan Nurmalia, 2006, dimana penyuluhan perikanan yang diberikan kepada masyarakat ini juga rendah. Penyuluhan tersebut juga lebih banyak diikuti oleh kaum laki-laki 98, perempuan hanya memperoleh informasi dari suaminya. Tabel 44. Nilai Korelasi Rank Spearman antara Lembaga Terkait dengan Relasi Gender dalam Usaha Jumlah No Lembaga Relasi Gender Akses Kontrol 1 Penyuluh 0,775071 0,128734 2 Ketersediaan Bahan Baku panen 3 Ketersediaan Bahan Baku paceklik

BAB VIII STRATEGI UNTUK RELASI GENDER LEBIH SETARA

8.1 Peningkatan Relasi Gender dalam Pengolahan Hasil Perikanan

Tangkap Peran perempuan di Desa Blanakan dari hasil analisis yang telah dilakukan, lebih banyak terlibat pada sektor reproduktif. Pengolahan perikanan tangkap sebenarnya adalah salah satu sektor produksi yang lebih diidentikkan dengan perempuan. Namun dari hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan perempuan pengolah ini tetap dalam posisi termarjinalisasikan, meskipun jumlah mereka lebih banyak dalam sektor ini dibandingkan dengan jumlah laki-laki. Laki-laki dalam sektor ini masih memiliki tempat lebih tinggi dalam hal akses dan kontrol sumber daya. Pada hasil penelitian dapat dilihat, akses dan kontrol laki-laki pengolah banyak masuk pada kategori sedang, sementara pengolah perempuan memiliki hasil yang lebih variatif dan tak jarang justru lebih mendominasi di kategori rendah. Hal ini sebenarnya dibentuk lebih karena pengaruh budaya yang telah mengakar. Terlihat perbedaan perlakuan dari pemilik dalam memperlakukan pengolah perempuan dan pengolah laki-laki, meskipun secara jumlah pengolah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pengolah laki-laki. Perbedaan yang sangat mencolok adalah perbedaan upah yang diterima antara pengolah perempuan dengan laki-laki. Laki-laki memiliki sistem pembayaran yang tetap. Setiap harinya pengolah laki-laki mendapat upah tetap rata-rata di setiap pengolahan Rp50.000,-. Sementara para buruh perempuan mendapatkan bayaran tergantung dari ikan yang dapat mereka olah. Misalnya untuk pengolahan fillet ikan, para perempuan mendapat bayaran Rp1.000,- untuk setiap kilo ikan yang dapat mereka fillet dan Rp500,- untuk setiap kilogram ikan yang dapat mereka potong kepalanya. Semakin banyak uang yang ingin dihasilkan oleh para pengolah perempuan, maka semakin banyak pula waktu dan tenaga yang dicurahkan untuk bekerja. Para pengolah perempuan di Desa Blanakan tidak pernah sedikitpun merasa terganggu dengan sistem upah yang diberikan oleh pemilik. Mereka 88