45 sehingga pestisida cair dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko
risk reducing factors. g.
Furadan X
7
θ
8
0, artinya semakin banyak furadan yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun,
sehingga furadan dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko risk reducing factors.
h. Tenaga Kerja X
7
θ
9
0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun,
sehingga tenaga kerja dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko risk reducing factors.
i. Musim D
1
θ
10
0, artinya jika tanaman ditanam pada musim kemarau maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun sehingga musim kemarau
dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko risk reducing factors. j.
Varietas D
1
θ
10
0, artinya jika tanaman yang ditanam menggunakan benih varietas hawai maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun sehingga
benih varietas hawai dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko risk reducing factors.
4.5.2.3 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik
Pengujian pada penyimpangan asumsi klasik digunakan untuk mendapatkan model terbaik untuk melakukan pendugaan. Pengujian dilakukan
untuk kedua model baik model fungsi produksi maupun model fungsi variance produktivitas. Pengujian penyimpangan asumsi klasik yang dilakukan adalah
pengujian multikolinier dan autokorelasi. Pengujian heteroskedastisitas tidak dilakukan karena pendekatan analisis risiko produksi pada fungsi variance
produktivitas sudah mewakili pengujian heteroskedastisitas.
46 1.
Uji Multikolinieritas Salah satu asumsi model linier klasik adalah tidak adanya multikolinieritas
sempurna yaitu tidak adanya hubungan linier yang pasti di antara variabel- variabel penjelas Gujarati 2007. Jika terjadi multikolinieritas dalam model dapat
menyebabkan estimasi pengaruh dari semua parameter variabel independen terhadap variabel dependen tidak dapat dijelaskan sehingga model tidak dapat
diggunakan sebagai model dugaan terbaik. Untuk mendeteksi adanya gejala multikolinier dapat dilihat dari nilai Variable Inflation Factor VIF. Apabila nilai
VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi multikolinieritas. Rumus
untuk mencari VIF adalah sebagai berikut: IF
1 1-
i 2
2. Uji Autokorelasi
Selain tidak boleh adanya multikolinier, dalam asumsi model linier klasik juga tidak boleh adanya autokorelasi. Autokorelasi yaitu adanya korelasi di antara
komponen error, artinya komponen error yang berhubungan dengan suatu observasi terkait dengan atau dipengaruhi oleh komponen error pada observasi
lain Gujarati 2007. Adanya gejala autokorelasi dalam model dapat menyebabkan variabel penjelas menjadi tidak dapat diestimasikan dengan baik karena nilai uji t
dan uji F mengalami penyimpangan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian Durbin-
Watson DW. Pengujian Durbin-Watson dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan
software statistik untuk mendapatkan nilai DW hitung. Nilai uji DW tabel diperoleh dengan menentukan jumlah sampel n dan jumlah variabel penjelas
diluar konstanta k. Kemudian melihat nilai DW pada tabel dan diperoleh nilai DW batas atas d
U
dan DW batas bawah d
L
. Kriteria hasil uji dapat dilihat pada Gambar 5.
47
Gambar 5 . Statistik d Durbin-Watson
Sumber : Gujarati 2007
4.5.2.4 Pengujian Hipotesis