Hipotesis Analisis Risiko Produksi

42 Variance Produktivitas : σ 2 Yi = Yi - ̂i 2 Dimana: Y = Produktivitas Jagung Manis Aktual tonha ̂ = Produktivitas Jagung Manis Dugaan tonha X 1 = Jumlah penggunaan benih per musim tanam kgha X 2 = Jumlah penggunaan pupuk kandang per musim tanam kgha X 3 = Jumlah penggunaan pupuk urea per musim tanam kgha X 4 = Jumlah penggunaan pupuk phonska per musim tanam kgha X 5 = Jumlah penggunaan pupuk TSP per musim tanam kgha X 6 = Jumlah penggunaan pestisida cair per musim tanam mlha X 7 = Jumlah penggunaan furadan per musim tanam kgha X 8 = Jumlah tenaga kerja per musim tanam HOKha D 1 = Dummy Musim D1 = 1 jika musim kemarau dan D1 = 0 jika musim hujan D 2 = Dummy Varietas D2 = 1 jika varietas benih Hawai dan D2 = 0 jika lainnya σ 2 Y = Variance produktivitas jagung manis ε = error i = Petani responden β 1 ,β 2 ,...,β 8 = Koefisien parameter dugaan X 1 , X 2 ,..., X 8 θ 3 ,θ 4 ,...,θ 10 = Koefisien parameter dugaan X 1 , X 2 ,..., X 8 Penentuan variabel dummy musim didasarkan bahwa pada musim hujan peluang serangan hama dan penyakit meningkat sehingga dapat menurunkan produksi. Oleh karena itu, musim kemarau diduga dapat menghasilkan produksi yang lebih besar daripada musim hujan. Variabel dummy varietas menggunakan acuan varietas Hawai. Hal ini dikarenakan varietas Hawai banyak digunakan oleh petani jagung manis dan dinilai lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan Desa Gunung Malang. Oleh karena itu, varietas Hawai diduga mampu menghasilkan produksi yang lebih besar daripada varietas lainnya.

4.5.2.2 Hipotesis

1. Hipotesis untuk fungsi produksi rata-rata Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa petani bertindak rasional dalam melakukan proses produksi sehingga setiap faktor produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi jagung manis. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: 43 a. Benih X 1 β 1 0, artinya semakin banyak benih jagung manis yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat. b. Pupuk Kandang X 2 β 2 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat. c. Pupuk Urea X 3 β 3 0, artinya semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat. d. Pupuk Phonska X 4 β 4 0, artinya semakin banyak pupuk phonska yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat. e. Pupuk TSP X 5 β 4 0, artinya semakin banyak pupuk TSP yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat. f. Pestisida Cair X 6 β 5 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat. g. Furadan X 7 β 6 0, artinya semakin banyak furadan yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat. h. Tenaga Kerja X 8 β 7 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat. i. Musim D 1 β 8 0, artinya pada musim kemarau produktivitas jagung manis lebih tinggi daripada musim hujan. j. Varietas D 1 β 8 0, artinya penggunaan varietas hawai dapat menghasilkan produktivitas lebih besar daripada menggunakan varietas selain hawai. 44 2. Hipotesis untuk fungsi variance produktivitas Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa tidak semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap variance produktivitas jagung manis. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: a. Benih X 1 θ 3 0, artinya semakin banyak benih jagung manis yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin meningkat, sehingga benih dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko risk inducing factors. b. Pupuk Kandang X 2 θ 4 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin meningkat, sehingga pupuk kandang dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko risk inducing factors. c. Pupuk Urea X 3 θ 5 0, artinya semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin meningkat, sehingga pupuk urea dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko risk inducing factors. d. Pupuk Phonska X 4 θ 6 0, artinya semakin banyak pupuk phonska yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin meningkat, sehingga pupuk phonska dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko risk inducing factors. e. Pupuk TSP X 5 θ 6 0, artinya semakin banyak pupuk TSP yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin meningkat, sehingga pupuk TSP dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko risk inducing factors. f. Pestisida Cair X 6 θ 7 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun, 45 sehingga pestisida cair dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko risk reducing factors. g. Furadan X 7 θ 8 0, artinya semakin banyak furadan yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun, sehingga furadan dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko risk reducing factors. h. Tenaga Kerja X 7 θ 9 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun, sehingga tenaga kerja dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko risk reducing factors. i. Musim D 1 θ 10 0, artinya jika tanaman ditanam pada musim kemarau maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun sehingga musim kemarau dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko risk reducing factors. j. Varietas D 1 θ 10 0, artinya jika tanaman yang ditanam menggunakan benih varietas hawai maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun sehingga benih varietas hawai dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko risk reducing factors.

4.5.2.3 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik