86
VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS
Analisis risiko produksi jagung manis dilakukan dengan menggunakan metode risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan
analisis risiko produksi dengan metode Just dan Pope ini dapat menggambarkan bagaimana pengaruh input produksi terhadap hasil produksi dan bagaimana
pengaruh input tersebut terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan pengaruh input terhadap variance produktivitas.
Model Just dan Pope yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan dua persamaan fungsi yaitu fungsi produksi dan fungsi risiko. Fungsi produksi
menunjukan bagaimana pengaruh penggunaan input terhadap produktivitas jagung manis petani responden. Fungsi risiko menunjukkan bagaimana pengaruh
penggunaan input dapat mempengaruhi variance produktivitas. Kedua fungsi tersebut menggunakan model fungsi Cobb-Douglas. Faktor produksi variabel
independen yang diduga berpengaruh terhadap produksi dan risiko produksi adalah benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP, pestisida
cair, furadan, tenaga kerja, musim, dan varietas benih. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS versi 17. Hasil pengolahan
dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
6.1 Hasil Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model yang diperoleh masih mengandung multikolinier dan autokorelasi. Untuk menghasilkan
model dugaan terbaik, model harus terbebas dari multikolinier dan autokorelasi. Uji penyimpangan asumsi klasik ini merupakan langkah awal sebelum melakukan
proses pengujian hipotesis penelitian.
6.1.1 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen yang dimasukkan dalam model saling berhubungan secara
linier, apabila sebagian atau seluruh variabel berkorelasi kuat berarti terjadi multikolinieritas Gujarati 2007. Adanya multikolinieritas dalam model dapat
menyebabkan estimasi pengaruh dari semua parameter variabel independen
87 terhadap variabel dependen tidak dapat dijelaskan. Untuk mendeteksi adanya
gejala multikolinier dapat dilihat dari nilai Variable Inflation Factor VIF. Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih
dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi multikolinieritas.
Hasil pengujian untuk multikolinier pada model baik pada fungsi produksi maupun fungsi risiko menunjukkan bahwa semua variabel independen dalam
model bebas dari multikolinier. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF yang lebih kecil daripada 10 untuk kedua fungsi, sehingga dapat dikatakan bahwa model
tidak mengandung multikolinieritas. Hasil pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 . Hasil Pengujian Multikolinearitas
Variabel Nilai VIF
Fungsi Produksi Fungsi Risiko
Benih 1,875
1,875 Pupuk Kandang
3,135 3,135
Urea 3,694
3,694 Phonska
2,271 2,271
TSP 1,466
1,466 Pestisida Cair
1,376 1,376
Furadan 1,765
1,765 Tenaga Kerja
2,250 2,250
Dummy Musim 2,150
2,150 Dummy Varietas Benih
2,138 2,138
6.1.2 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui korelasi di antara komponen eror, artinya komponen error yang berhubungan dengan suatu observasi terkait
dengan atau dipengaruhi oleh komponen error pada observasi lain Gujarati 2007. Adanya gejala autokorelasi dalam model dapat menyebabkan variabel
penjelas menjadi tidak dapat diestimasikan dengan baik karena nilai uji t dan uji F mengalami penyimpangan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada
model dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian Durbin-Watson DW.
88 Dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 17, nilai Durbin-
Watson untuk fungsi produksi diperoleh sebesar 1,715 dan untuk fungsi variance sebesar 2,342 dengan jumlah variabel independen sebanyak 10 dan jumlah data
sebanyak 31. Nilai hitung DW yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan nilai pada tabel DW dan diperoleh nilai DL sebesar 0,741 dan 4-DU sebesar 2,333. Jika
nilai DW hitung lebih besar dari DU dan lebih kecil dari 4-DU maka dikatakan tidak ada autokorelasi. Berdasarkan hasil perbandingan antara nilai DW hitung
dengan DW tabel dapat dikatakan bahwa fungsi produksi tersebut tidak terdapat autokorelasi karena nilai DW hitung berada di antara DU dan 4-DU. Sedangkan
pada fungsi variance diperoleh nilai DW hitung yang lebih besar dari nilai 4-DU sehingga fungsi variance tersebut berada pada daerah tanpa keputusan apakah
terdapat autokorelasi atau tidak. Akan tetapi nilai DW tabel fungsi risiko ini tidak berbeda jauh dengan nilai 4-DU sehingga dapat dikatakan tidak terdapat
autokorelasi.
6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Jagung Manis