Memandang HAM sebagai Tanggung Jawab Bersama: Warga Negara dan Warga Gereja

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri 97 meskipun Indonesia telah bertumbuh menjadi negara demokrasi namun masih ada pihak tertentu yang tidak ingin berbagai peristiwa pelanggaran HAM dibuka dan dipercakapkan secara terbuka. Seolah-olah percakapan terbuka akan memprovokasi rakyat untuk memandang pemerintah secara negatif. Padahal dengan membuka kasus-kasus pelanggaran HAM akan memberikan pembelajaran kepada generasi muda untuk tidak mengulang hal yang sama sekaligus sebagai bentuk peringatan dan solidaritas kita bagi para korban pelanggaran HAM. Bagaimana dengan praktik gereja di Indonesia sehubungan dengan hak asasi manusia? Ignas Kleden, seorang sosiolog Indonesia, mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut. • Bagaimana masalah hak asasi manusia dipandang dari segi kegerejaan? Ke dalam kelompok soal ini termasuk pertanyaan-pertanyaan berikut. • Apakah persoalan hak asasi manusia cukup dikenal dalam kalangan umat gereja? • Kalau ada pengetahuan mengenai hak asasi manusia, sejauh mana pimpinan dan umat gereja melibatkan diri dalam perjuangan untuk hak asasi manusia? • Kalau ada keterlibatan dalam perjuangan itu, apakah partisipasi gereja itu semata-mata karena desakan politis atau karena keyakinan keagamaan? • Pada tahap yang lebih tinggi dapat dipersoalkan apakah ada dasar-dasar teologis untuk hak-hak asasi manusia? • Dapatkah perjuangan untuk hak asasi manusia diintegrasikan dengan usaha penyelamatan oleh gereja, dan diberi watak soteriologis [penyelamatan]? • Apakah perjuangan hak asasi manusia lebih merupakan masalah keadilan atau masalah perwujudan cinta kristiani yang diajarkan dalam gereja? Pertanyaan-pertanyaan di atas sungguh menantang. Jürgen Moltmann lahir 8 April 1926, seorang teolog terkemuka pada abad XX dan XXI dari Jerman. Ia mengatakan bahwa Allah yang menyatakan diri kepada Israel dan orang Kristen adalah Allah yang membebaskan dan menebus mereka. Dialah Allah yang menciptakan seluruh umat manusia dan segala sesuatu yang ada. Jadi, tindakan Allah yang membebaskan dan menebus dalam sejarah, mengung kapkan masa depan sejati manusia, yakni menjadi ‘gambar Allah’. Dalam seluruh hubungan mereka dalam kehidupan–manusia dengan sesamanya dan segala makhluk di dalam seluruh ciptaan – mereka mempunyai 98 Buku Guru Kelas XII SMASMK ‘hak’ akan masa depan.” Sebagai “gambar Allah” manusia mestinya memiliki martabat yang tinggi dan mulia. Hak-hak asasi manusia tidak boleh dirampas dan diinjak-injak. Merampas dan menginjak-injak hak-hak asasi manusia berarti menghina dan melecehkan Sang Penciptanya sendiri. Atau seperti yang dikatakan oleh Ignas Kleden, Penghormatan kepada hak asasi, dipandang dari sudut iman kristiani dan teologi Kristen, adalah sama saja dengan penghormatan kepada setiap orang sebagai perwujudan citra Tuhan [=gambar Allah] sendiri. Pelecehan terhadap hak asasi adalah pelecehan terhadap citra Tuhan, yaitu citra yang, menurut kepercayaan Kristen, terdapat dalam diri setiap orang, apakah dia dibaptis atau tidak dibaptis. Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Moltmann, mestinya jelas jawaban kepada pertanyaan Kleden tersebut, bahwa ada dasar-dasar teologis yang kuat untuk hak-hak asasi manusia. Persoalannya ialah, seperti yang ditanyakan oleh Kleden, apakah warga gereja cukup menyadari masalah ini? Kalau ya, seberapa jauh pimpinan dan warga gereja sendiri ikut terlibat dalam perjuangannya? Dan kalaupun terlibat, apakah itu karena desakan politis, ikut-ikutan kelompok-kelompok lain, ataukah memang benar-benar karena alasan teologis yang kuat? Pertanyaan terakhir Kleden membawa kita kepada rangkaian pertanyaannya yang tajam dan kritis ini: bagaimana kita memandang dan meninjau gereja dari perspektif hak asasi manusia? Ke dalam kelompok soal ini termasuk pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini. • Sejauhmana hak-hak asasi diterapkan secara konsekuen dalam gereja sendiri? Ataukah ada pelanggaran hak asasi manusia yang bersifat khas yang hanya terjadi dalam kalangan gereja saja? • Bagaimana membandingkan ajaran gereja tentang manusia dengan kedudukan manusia dalam hak asasi manusia? • Adakah gerakan-gerakan pembaharuan dalam gereja yang dapat dinamakan gerakan yang diilhami oleh tema hak asasi manusia? Mungkin masih ada beberapa soal lain yang belum disebutkan di sini. Akan tetapi, pokok permasalahannya ialah bahwa Gereja pada saat ini tidak dapat lagi berdiam diri atau bersikap acuh tak acuh terhadap masalah hak asasi manusia. Dapat saja gereja tidak mempedulikannya, tetapi hal itu akan menyebabkan kehadiran gereja sendiri tidak diperhatikan dan bahkan diremehkan. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri 99 Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat gereja dan orang Kristen harus memeriksa diri sendiri. Dalam bab yang lalu kita sudah mencatat berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Namun, seperti yang ditanyakan oleh Kleden di atas, seberapa jauh orang Kristen telah mempraktikkan hak asasi manusia di dalam lingkungannya sendiri? Dengan kata lain, gereja dan orang Kristen semestinya tidak hanya menuntut supaya diperlakukan dengan adil, diakui hak-hak asasinya sebagai manusia, tetapi juga memberlakukan hal yang sama kepada orang lain, kepada sesama nya. Seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri dalam Matius 7:12 , “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”. Untuk menghadapi masalah-masalah yang menyangkut pelanggaran terhadap HAM, gereja dan orang Kristen harus mendidik warga gereja dan anak-anaknya agar mereka menjadi sadar akan hak, tanggung jawab, dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Bersama-sama dengan orang-orang beragama lain, orang Kristen harus bekerja sama untuk membela orang-orang yang kehilangan hak-haknya atau yang ditindas karena dianggap berbeda dari orang lain. Tanggung jawab dalam membangun kesadaran HAM bukan hanya merupakan tugas pemerintah namun menjadi tugas gereja. Siapakah yang dimaksudkan dengan “gereja” itu? Gereja tidak lain adalah orang-orangnya, jemaat. Setiap anggota gereja, termasuk peserta didik sebagai seorang remaja Kristen, harus ikut serta di dalam tugas ini. Kita semua perlu berjuang dalam pembebasan banyak orang Indonesia dari keterkungkungan dan belenggu oleh berbagai hal seperti kemiskinan, konsep tentang kedudukan laki-laki dan perempuan yang keliru, pemahaman yang keliru tentang seks dan seksualitas, konsep tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan lain-lain. Untuk melakukan semua tugas itu, gereja – kita semua – perlu bekerja sama dengan orang-orang lain yang berbeda keyakinan namun memiliki kepedulian yang sama. Kita sadar akan keterbatasan kita untuk melakukan semua tugas tersebut sendirian. E. Bagaimana dengan Gereja Kita Sendiri? Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan Kleden di atas, umat Kristen harus bertanya, bagaimana cara memperlakukan orang-orang yang berada di sekitarnya. Begitu pula hubungan yang ada ada dalam organisasi gerejawi? Dalam hubungan gereja dan orang Kristen dengan sesamanya yang berbeda 100 Buku Guru Kelas XII SMASMK keyakinan, apakah telah terbangun hubungan yang saling memanusia kan? Apakah gereja dan umat Kristen cenderung memperjuangkan hak-haknya semata dan tidak peduli ketika orang yang beragama lain kehilangan hak- haknya? Pada skala nasional ada banyak masalah yang membelit para tenaga kerja Indonesia di luar negeri menyangkut hak asasi mereka. Ada yang meninggal disiksa majikan, ada yang diperlakukan tidak manusiawi dan lain-lain. Ada juga pelecehan seksual yang dilakukan oleh pejabat gereja. Dalam sebuah acara gerejawi di Bandung pada tahun 2006, seorang tokoh Kristen yang juga adalah tokoh hak asasi manusia di Indonesia Asmara Nababan, mengemukakan pikiran kritisnya tentang peranan gereja-gereja Indonesia di bidang hak asasi manusia dan demokrasi. Katanya, Kesadaran orang Kristen atau gereja di bidang hak asasi manusia semakin meningkat seiring dengan terjadinya peristiwa-peristiwa yang dianggap merugikan mereka – mungkin maksudnya: peristiwa Situbondo, Ambon, Poso, Ternate dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan hak asasi manusia belum sepenuhnya dihayati. Sesuai dengan panggilan gereja sebagai orang-orang yang sudah ditebus dan dimerdekakan, semestinya mereka menjadi pelopor dan penggerak bagi penegakan hak asasi manusia dan demokrasi. Sebelum tahun 1998 hak asasi manusia dan demokrasi belum menjadi prioritas, buktinya belum terakomodasi dalam konstitusi. Gerakan reformasi tahun 1998 telah membangunkan pemerintah dari tidur yang panjang untuk serius menyikapi penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Berbagai produk hukum yang melindungi hak asasi manusia diakomodir dalam konstitusi. Sampai pada tahap ini pun gereja belum menunjukkan sikap yang berarti bahkan gereja cenderung diam. F. Apa yang Harus Dilakukan? Puisi “Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia” pada pembukaan bab ini menggambarkan betapa rakyat kecil dan kaum lemah lainnya di negeri ini sering diperlakukan dengan sewenang-wenang, sehingga dalam keputusasaan akhirnya mereka pun ikut merampok. Berkaitan dengan penegakan HAM serta tugas panggilan gereja, kitapun bertanya apakah gereja sudah melakukan tugas-tugasnya seperti yang telah dibahas dibagian sebelumnya? Tampaknya ada beberapa pola partisipasi gereja dalam perjuangan demi keadilan dan kebenaran. Misalnya: