Malala Yousafzai Tokoh Demokrasi

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri 165 Ziauddin Ia mendirikan sekolah dan Malala menjadi muridnya. Sejak kecil, Malala terbiasa mengikuti ayahnya berkeliling ke desa-desa sekitar untuk mempromosikan pentingnya pendidikan bagi anak perempuan. Aktivitas seperti ini tidak disukai oleh Taliban yang secara perlahan namun pasti mengambil alih kekuasaan di daerah tempat tinggal Malala. Taliban menyerang sekolah-sekolah untuk anak perempuan, dan pada tahun 2008 Malala bereaksi dengan berpidato yang intinya adalah mempertanyakan mengapa Taliban mengambil haknya untuk bersekolah. Pada awal tahun 2009, Malala mulai menulis blog untuk radio Inggris BBC yang isinya adalah pengalaman hidup di bawah penindasan dan larangan Taliban untuk bersekolah. Awalnya, penulisan blog ini berjalan lancar karena Malala memakai nama samaran Gul Makai. Namun, pada bulan Desember 2009 nama aslinya mencuat. Tidak kepalang tanggung, Malala semakin aktif menyuarakan hak perempuan untuk memperoleh pendidikan sehingga ia dinominasikan untuk menjadi pemenang International Children’s Peace Prize pada tahun 2011 selain juga berhasil memenangkan National Youth Peace Prize. Pada tahun yang sama, Malala dan keluarganya tahu bahwa Taliban memberikan ancaman mati kepadanya. Mereka sekeluarga memang menguatirkan keselamatan sang ayah yang merupakan aktivis anti-Taliban, namun mereka menganggap Taliban tidak akan menyerang anak. Malala salah, karena Taliban justru dengan sengaja menembaknya di kepala saat Malala dan teman-teman berada di bis sekolah saat perjalanan pulang dari sekolah pada tanggal 9 Oktober 2012. Tembakan itu meleset dan mengenai dua temannya yang langsung terluka parah. Walau pun sebagian dari tempurung kepala Malala diangkat untuk meredakan bengkak di otaknya, namun kondisi kritisnya menyebabkan ia dibawa ke Birminghim, Inggris. Untung ia tidak mengalami trauma otak berkepanjangan dan mulai Maret 2013 ia dapat bersekolah kembali di Birmingham. Malala menuliskan otobiograinya berjudul I Am Malala: he Girl Who Stood Up for Education and Was Shot by the Taliban,” yang terbit pada bulan Oktober 2013. Sampai kini Taliban tetap melancarkan ancaman mati untuk Malala. Walaupun begitu, Malala tetap konsisten menyuarakan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Dengan pendidikan, kaum perempuan dibukakan wawasannya agar dapat menjalani kehidupan sebagai manusia merdeka, tidak berada di bawah kekuasaan laki-laki atau pun tradisi. Dalam suatu wawancara dengan Sheryl Sandberg pada bulan Agustus 2014, Malala menyatakan begini: “Aku berada dalam masa di mana situasi 166 Buku Guru Kelas XII SMASMK dan keadaan memaksaku untuk berani. Di sana ada ketakutan, teror, bom sepanjang waktu. Itu adalah saat yang sulit karena banyak sekolah yang dibom. Aku hanya punya dua pilihan, tetap diam dan menunggu terbunuh atau bicara meski harus dibunuh. Dan aku memilih yang kedua.” Keberaniannya inilah yang membuat Parlemen Eropa menganugerahkan Sakharov Proce for Freedom of hought pada bulan Oktober 2013. Tahun 2013 ia juga dinominasikan untuk menjadi penerima Nobel Perdamaian walaupun tidak memenangkannya. Tahun 2014 kembali ia dinominasikan untuk hal yang sama pada bulan Oktober dinyatakan sebagai penerima Nobel Perdamaian karena memperjuangkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Namun dengan rendah hati Malala menyatakan bahwa mendapatkan Nobel bukanlah tujuannya; ia lebih suka bila dunia memberikan kesempatan bagi setiap anak untuk mengenyam pendidikan karena perdamaian yang sesungguhnya barulah tercapai bila hak setiap orang untuk mendapatkan pendidikan diberikan. Dua tokoh idolanya adalah Marthin Luther King, Jr. dan Benazir Bhutto. Keduanya mati terbunuh saat memperjuangkan persamaan hak bagi sesama dan memilih untuk lepas dari kekuasaan yang sifatnya otoriter alias memaksakan kehendak. Disarikan dari berbagai sumber Peserta didik diminta membaca dua kisah tersebut di atas selama 5 menit. Kemudian mereka diminta mengemukakan penilaian terhadap kedua tokoh itu dalam kaitannya dengan demokrasi. Peserta didik juga dapat diminta untuk membuat penilaian, apakah mereka setuju dengan apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh di atas dengan menyebutkan alasannya. Setelah itu mereka diminta menuliskan ide-ide apa saja yang muncul yang terkait dengan demokrasi.

D. Mengkaji Kesaksian Alkitab Bahwa Semua Manusia adalah Sama

Alkitab menyaksikan bahwa manusia berasal dari Adam dan Hawa yang diciptakan oleh Allah Kejadian 1:26-30 dan memiliki gambar dan rupa Allah lihat kembali Bab 3. Namun, Alkitab juga menegaskan bahwa akibat dosa yang dilakukan oleh manusia pertama, Adam, maka seluruh keturunannya, yaitu semua umat manusia, dimana pun mereka berada, pada zaman kapan pun mereka hidup, juga berdosa. Berbeda dengan apa yang diyakini agama- agama lain, kita selaku pengikut Kristus mengakui bahwa manusia sudah lahir dalam keadaan berdosa. Roma 3: 23 – 24 menyatakan bahwa “Karena Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri 167 semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Di hadapan Allah, semua manusia adalah sama, yaitu sama-sama berdosa. Oleh karena itu, keselamatan yang diberikan melalui Tuhan Yesus berlaku bagi semua orang. Tidak ada seorang manusia pun yang lebih sedikit dosanya sehingga ia tidak perlu mendapatkan keselamatan dari Tuhan Yesus. Sebaliknya, tidak ada manusia yang begitu besar dosanya sehingga Tuhan Yesus tidak sanggup menyelamatkannya. Dengan kata lain, setiap manusia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keselamatan dari Tuhan Yesus agar tidak binasa dalam maut melainkan memiliki hidup yang kekal. Rasul Paulus menuliskan di Roma 5: 12 bahwa, “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” Pemahaman bahwa semua manusia berdosa dan karena itu perlu penyelamatan dari Allah yang mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus, tidaklah mudah diterima. Kebanyakan kepercayaan dan agama lain menyatakan bahwa manusia harus berusaha keras untuk mendapatkan keselamatan yang kekal itu. Caranya adalah dengan berbuat baik sebanyak mungkin, mendekatkan diri kepada Allah dan tidak mementingkan hal-hal duniawi. Namun iman Kristiani tidak mengakui bahwa usaha manusia akan dapat menyelamatkan dirinya dari hukuman dosa yang adalah maut. Rasul Paulus dalam Roma 3: 28 menyatakan bahwa “…manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.” Seperti kita ketahui, hukum Taurat berisi apa yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai wujud kepatuhannya kepada Allah. Jadi, hukum Taurat adalah pedoman bahkan petunjuk bagaimana seharusnya umat Allah bertindak. Akan tetapi hanya bertingkah laku sesuai dengan hukum Taurat tidaklah cukup untuk menyelamatkan manusia. Di surat-surat Rasul Paulus kepada jemaatnya, berkali-kali ia menyatakan bahwa yang menyelamatkan manusia adalah karena iman percayanya kepada Tuhan Yesus, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat misalnya bisa dilihat di Roma 2: 17-28; Roma 3: 20-31; Roma 4: 13-17; Roma 5: 1-2; Galatia 2: 16. Berdasarkan tulisan-tulisan Rasul Paulus lah kita mengenal istilah justiikasi yang dipakai untuk merujuk pada pemahaman bahwa manusia yang sebetulnya berdosa dan patut dihukum, ternyata dibenarkan oleh Allah Stott, 1994. Coba kita lihat lebih rinci ulasan Stott dalam bukunya he Message of Romans 1994 tentang hal berikut.