Membangun Kebersamaan dalam Perbedaan

154 Buku Guru Kelas XII SMASMK bahwa kerja sama sangat dibutuhkan untuk menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan bersama kita. Untuk mengakomodasi berbagai perbedaan suku bangsa, budaya, dan agama, para pendiri negara Indonesia telah merumuskan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Rupanya mereka telah membaca adanya bahaya yang akan timbul di kemudian hari karena adanya kepelbagaian dalam suku bangsa, budaya, dan agama. Namun demikian kepelbagaian ini pun dapat dijadikan kekayaan yang harus diterima dan memperkaya budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dipakai untuk merekat berbagai perbedaan dalam satu pelangi yang indah, suatu kesatuan nasional sebagai “bangsa Indonesia”. Di samping itu, dasar negara Republik Indonesia yaitu Pancasila, juga mengakui kepelbagaian agama di Indonesia melalui sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila juga memberi ruang yang luas bagi tercipta serta terpeliharanya hidup rukun antarmasyarakat bangsa yang berbeda agama melalui sila kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan demokrasi, dan keadilan sosial. Bagaimana caranya membangun sikap menghargai agama lain dan para pemeluknya? Kata kuncinya di sini adalah keberanian untuk mendengarkan orang lain. Hal itu berarti bersikap terbuka terhadap apa yang dikatakan oleh orang lain tanpa menjadi defensif. Untuk itu, kita harus benar-benar mendalami keyakinan agama kita sendiri. Rasa takut dan sikap yang defensif hanya timbul dari diri orang yang tidak siap untuk menghadapi pertanyaan- pertanyaan yang dapat mengganggu keyakinan imannya. Dalam Bab 5 dibahas mengenai multikulturalisme dimana ada beberapa prinsip dasar yang menjadi acuan dalam mewujudkan multikulturalisme, antara lain sebagai berikut. a. Pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat. b. Perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas dan budaya, baik yang mayoritas maupun minoritas. c. Kesederajatan kedudukan dalam berbagai keanekaragaman dan perbedaan, baik secara individu ataupun kelompok serta budaya. d. Penghargaan yang tinggi terhadap hak-hak asasi manusia dan saling menghormati dalam perbedaan. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri 155 e. Unsur kebersamaan, solidaritas, kerja sama, dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan. Prinsip-prinsip tersebut juga berlaku dalam hubungan antarumat beragama. Kita tidak akan mampu mempersatukan dogma atau ajaran semua agama namun kita dapat mempersatukan semua umat beragama melalui berbagai kerja sama dan upaya untuk menanggulangi masalah-masalah kemanusiaan. Pendekatan dogmatis hanya akan berakhir pada konlik dan perpecahan namun melalui upaya kemanusiaan semua orang dari latar belakang agama yang berbeda akan dipersatukan sebagai komunitas yang peduli pada kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian.

E. Penutup

Guru mengajak peserta didik untuk berdoa: “Tuhan, Engkau telah menciptakan kami dengan warna kulit dan rambut yang berbeda-beda. Engkau membentuk kami dalam budaya kami yang berbeda-beda. Dan kami menjawab karya-Mu dan kasih-Mu dengan cara yang berbeda-beda pula. Tolonglah kami semua untuk mengenali pekerjaan-Mu di dalam diri sesama kami, juga sesama kami yang beriman dan berkeyakinan yang berbeda dengan iman dan keyakinan kami. Tolonglah kami untuk mengasihi sesama kami, menerima perbedaan- perbedaan di antara kami. Bukannya saling bermusuhan, tolonglah kami untuk hidup dalam kasih yang murni sehingga dengan demikian kami boleh memberikan kesaksian yang hidup bagi kemuliaan nama-Mu. Amin.

F. Penjelasan Alkitab

™ Mazmur 133 Mazmur 133 berbicara tentang persaudaraan yang rukun. Persaudaraan ini mestinya tidak hanya dibangun dengan orang-orang yang seiman saja, tetapi dengan siapapun juga. Kita terpanggil untuk saling menolong, menopang, dan bekerja bersama-sama untuk memecahkan masalah-masalah dan tantangan bangsa kita. Akan tetapi, bagaimanakah kenyataannya dalam praktik kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia? Masih banyak pelanggaran yang dibuat oleh kaum mayoritas terhadap minoritas di Indonesia. Persaudaraan yang rukun lebih banyak dipercakapkan daripada dipraktikkan. Hal itu terbukti melalui berbagai konlik horisontal yang terjadi yang berakar dari perbedaan agama. 156 Buku Guru Kelas XII SMASMK Alkitab tidak berbicara tentang kerukunan antarumat beragama secara langsung, tetapi hukum kasih yang diajarkan Yesus Kristus adalah kasih yang melewati batas-batas suku, bangsa, agama dan budaya. Perintah kasih yang berbunyi “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” Matius 22:37- 40 bersifat universal, menyeluruh untuk semua orang di mana pun mereka berada.

G. Kegiatan pembelajaran

Pengantar Bagian pengantar mengarahkan peserta didik untuk memahami garis besar pelajaran dan menjelaskan alasan pemilihan topik dan urgensinya bagi peserta didik. Kegiatan 1 Pendalaman materi mengenai potret pertikaian dan konlik yang berlatar belakang agama. Peserta didik mempelajari beberapa kasus yang diangkat dalam buku siswa kemudian menulis jawaban mengenai penyebab konlik yang terjadi dan menyimpulkan analisis mereka terhadap kasus- kasus tersebut. Kegiatan 2 Pendalaman materi mengenai beberapa pandangan mengenai hubungan antarumat beragama, dilanjutkan dengan beberapa sikap dalam kaitannya dengan hubungan antaragama. Pemaparan materi ini bukan merupakan bentuk indoktrinasi pada peserta didik. Diharapkan guru tetap memberi kebebasan pada peserta didik untuk mempelajari serta memahami dengan baik materi yang ada. Sebagai remaja Kristen mereka harus kritis mendalami berbagai sikap yang ada. Dalam banyak kasus peserta didik mengalami pengalaman buruk mengenai hubungan antarumat beragama. Hal itu akan semakin sulit ketika topik ini dibahas di daerah-daerah di mana konlik antarumat beragama pernah terjadi. Di daerah-daerah tersebut, guru tidak dianjurkan untuk memaksakan konsep- konsep kerukunan atau pluralisme agama. Sebaiknya guru membimbing peserta didik untuk melihat berbagai peluang masa depan yang lebih baik sebagai komunitas bangsa jika masyarakat hidup dalam solidaritas dan kebersamaan. Bahwa pengalaman lalu merupakan pembelajaran bagi peserta didik bahkan seluruh komunitas Kristen untuk bersikap kritis, rasional dan mampu memaakan.