Tujuan Belajar Teori Belajar Pendukung

14 Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilikan informasi verbal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan. Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi, dan prinsip. Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan aktivitas yang membentuk pengetahuan baru. Belajar itu membawa perubahan dalam arti behavorial change, baik aktual maupun potensial sehingga dari usaha yang dilakukan didapatkan keterampilan, nilai sikap dan pengetahuan baru.

2.1.2 Tujuan Belajar

Tujuan menjadi landasan pentingnya sekaligus arah hasil yang ingin didapatkan dari suatu aktivitas. Belajar pun perlu ada tujuan yang ingin didapatkan sehingga aktivitas belajar tersebut memberikan manfaat. Menurut Sardiman 2007: 26-29 tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu. 15 1 Untuk mendapat pengetahuan. Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berpikir tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. 2 Penanaman konsep dan pengetahuan. Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Keterampilan jasmani adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak atau penampilan dari anggota tubuh seseorang yang belajar. Sedangkan keterampilan rohani lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan, penghayatan dan keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyesuaikan dan merumuskan suatu masalah konsep. 3 Pembentukan sikap. Guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam melakukan pendekatan dalam rangka menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik. Dibutuhkan kecakapan dalam mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model. Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai- nilai. Oleh karena itu, guru tidak sekedar “pengajar” tetapi benar-benar sebagai pendidik yang memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya. 16

2.1.3 Teori Belajar Pendukung

Teori belajar merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran peserta didik. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan capaian peserta didik sebagai hasil dari proses belajar yang dilakukan. Berikut ini dikemukaan beberapa teori belajar yang mendukung dalam penelitian ini. 1 Teori perkembangan kognitif dari Piaget. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Hal ini dimaksudkan pemberian materi, konsep ataupun permasalahan sesuai dengan masa perkembangan peserta didik. Menurut Piaget dalam Trianto 2007: 14-16 menyebutkan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif yang dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1. Tahap Perkembangan Koginitif Menurut Piaget Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-Kemampuan Utama Sensorimotor Lahir sampai 2 tahun Terbentuknya konsep “kepermanenan obyek” dan kemajuan gradual dan perilaku refleksif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan 17 Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-Kemampuan Utama Praoperasional 2-7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan symbol untuk menyatakan obyek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi Operasional konkret 7-11 tahun Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Pemikiran desentrasi, dan pemecahan masalah tidak dibatasi keegosentrisan. Operasional formal 11 tahun sampai dewasa Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah dapat diselesaikan dengan eksperimentasi. Menurut Piaget dalam Bell 1981: 100-101 menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual yaitu. … the physiological growth of the brain and nervous system is an important factor in general intellectual progress. This growth process is called maturation. The importance of experience in mental development and identifies two types of experience. Physical experience is interaction of each person with object in his or her environment, and logical mathematical experiences are those mental action performed by individuals as their mental schemes are restructured according to their experiences. Another factor, social transmission, is interaction and cooperation of a person with other people and is quite impotant for the development of logic in a child’s mind. The last factor, equilibration , is the process whereby a person’s mental structure loses its stability as a consequence of new experiences and return to equilibrium through the process of assimilation and accommodation. 18 Menurut Zevenberg dalam Mustakim 2009: 42 menyebutkan bahwa sumbangan terpenting dari teori Piaget pada pembelajaran Matematika adalah sumbangan pada pemahaman perkembangan konsep matematika pada anak- anak maupun konsep yang berhubungan dengan logika, waktu, geometri ruang, pengetahuan dan kecepatan. Piaget dalam Dwijanto 2007: 41 yang dalam hubungannya dengan teori belajar konstruktivisme mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan perkembangan kognitif seseorang bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi terhadap lingkungannya. Berdasarkan teori ini berarti pembelajaran sebagai proses aktif sehingga peserta didik harus membentuk sendiri pengetahuannya dan guru berfungsi sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar. 2 Teori belajar konstruktivisme Teori belajar konstruktivistik menurut Slavin dalam Anni 2006: 49 menyatakan bahwa guru tidak dapat memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Peran guru adalah memperlancar pengkonstruksian pengetahuan dengan membuat informasi secara bermakna dan relevan, memberikan kesempatan peserta didik mengungkapkan atau menerapkan gagasannya sendiri, serta guru membimbing peserta didik untuk menyadari dan menggunakan strategi belajarnya sendiri. Intisari dari teori belajar konstruktivisme adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan discovery dan transformasi informasi kompleks yang berlangsung. 19 3 Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka yang disebut dengan zone proximal development. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi muncul dalam percakapan dan kerja sama antarindividu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Selain itu, adanya scaffolding yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan pada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya. Trianto, 2007: 27

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Karakter Kognitif Peserta Didik

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 6 53

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK SISWA.

0 0 39

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF GEOMETRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN PROGRAM CABRI GEOMETRY II.

0 1 56

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF GEOMETRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN PROGRAM CABRI GEOMETRY II.

0 0 56

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBANTUAN WINGEOM.

0 0 24

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERSTRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 0 41

PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

1 2 183

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENGAJUAN DAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

0 0 12

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik

0 0 11

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E BERBANTUAN E-MODUL TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA - Raden Intan Repository

0 3 109