31 a memikirkan keseluruhan tahap dari masalah;
b memilih bagian masalah yang harus dipecahkan; c memikirkan informasi yang kiranya dapat membantu;
d memilih sumber-sumber data yang paling memungkinkan; e memikirkan segala kemungkinan pemecahan masalah tersebut;
f memilih gagasan-gagasan yang paling memungkinkan bagi pemecahan; g memikirkan segala kemungkinan cara pengujian;
h memilih cara yang paling dapat dipercaya untuk menguji; i membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi;
j mengambil keputusan. Tahap 1, 3, 5, 7 dan 9 membutuhkan pemikiran divergen. Tahap 2, 4, 6, 8
dan 10 membutuhkan pemikiran konvergen. 3 Teknik-teknik yang digunakan
Teknik yang dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas seperti melakukan pendekatan inquiry, sumbang saran brain storming, memberikan
penghargaan bagi prestasi kreatif, dan meningkatkan pemikiran kreatif melalui banyak media.
2.3 Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based
Learning PBL
2.3.1 Definisi Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah menggambarkan lingkungan pembelajaran yang
kunci pembelajarannya
pada pemberian
masalah. Sebagaimana
32 dikemukakan Roh 2003 bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu
model pembelajaran dimana pemecahan masalah merupakan kendali dari pembelajaran yaitu suatu pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan atau
mengkonstruksi masalah sehingga peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Sedangkan Burtch 1995 mendefinisikan
Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai berikut: … is both a familiar teaching approach and a dramatic innovation
that transforms the classroom experience for students and teachers. Working in groups, students confront a tangible problem -- medical
diagnosis, legal dispute, policy proposal, ethical dilemma -- to resolve.
Nuansa yang dibangun dalam pembelajaran berbasis masalah adalah nuansa pembelajaran active learning yang menekankan pada student oriented
CTL, 2001; Hmelo-Silver,2004; Liu et al., 2012; Savery,2006. PBL menurut Hmelo-Silver 2004 dapat digunakan untuk membantu peserta didik menjadi
pembelajar aktif karena mengkondisikan pembelajaran dalam permasalahan dunia nyata dan membuat peserta didik bertanggungjawab atas pembelajaran mereka.
Peserta didik dalam PBL berada di kelompok kolaboratif kecil dan mempelajari hal-hal yang mereka butuhkan untuk menemukan penyelesaian masalah. Kerja
sama dalam tim pun dilatih pada peserta didik dalam pembelajaran. Guru bertindak sebagai fasilitator yang membimbing dan mengorganisir peserta didik
dalam pembelajaran sehingga mendorong peserta didik untuk mengkonstruk pemahaman mereka.
33 Hal-hal tersebut di atas memungkinkan untuk diterapkan pembelajaran
berbasis masalah dalam pembelajaran Matematika. Masalah yang diberikan dapat diorganisir tersebut sehingga dapat membentuk pengetahuan peserta didik
sekaligus juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif mereka. Sebagaiman Roh 2003 menyatakan
“PBL in mathematics classes would provide young students more opportunities to think critically, represent their own creative
ideas, and communicate with their peers mathematically”. Hal tersebut selaras dengan MacMath 2009 yang menyatakan PBL dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dan kreativitas. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning PBL merupakan model pembelajaran yang menekankan pada pemberian masalah pada peserta
didik untuk mendorong proses berpikir tingkat tinggi dan pemahaman peserta didik dalam mengkaitkan konsep dan aplikasi dalam dunia nyata. Nuansa
pembelajaran yang dibangun adalah active learning yang menekankan pada student oriented. Peserta didik didorong aktif mengkonstruksi pemahaman dan
meningkatkan keterampilan yang berkaitan dengan proses pembelajaran sehingga mengarahkan siswa pada pembelajaran bermakna meaningful learning.
2.3.2 Karakteristik PBL