35 1 Tahap 1, orientasi siswa pada masalah.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk
memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
2 Tahap 2, mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3 Tahap 3, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah. 4 Tahap 4, mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya. 5 Tahap 5, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
2.4 Pembelajaran Ekspositori
Pembelajaran ekpositori menurut Suyitno sebagaimana dikutip Sawitri 2011: 28-29 adalah cara penyampaian pembelajaran dari seorang guru kepada
36 peserta didik di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran,
menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan, guru bersama peserta didik berlatih
menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau belum mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi
kepada peserta didik secara individual atau klasikal. Peserta didik mengerjakan latihan sendiri atau dapat bertanya pada temannya atau diminta guru untuk
mengerjakan di papan tulis. Meskipun terpusatnya kegiatan pembelajaran masih terpusat kepada guru, tetapi dominasi guru sudah banyak berkurang.
2.5 Tinjauan Materi Pecahan
Pecahan merupakan salah satu materi penting yang diajarkan di SD maupun SMP setelah peserta didik memahami konsep bilangan bulat. Menurut
Negoro Harahap 1998: 248 menyebutkan bahwa pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari suatu keseluruhan, bagian dari suatu daerah,
bagian dari suatu benda atau bagian dari suatu himpunan. Bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk , dengan a dan b adalah bilangan pecah,
≠ 0. Bilangan a disebut pembilang, b disebut penyebut. Nuharini, 2008: 41; Manik:
2009: 25. Bentuk pecahan seperti yang diungkapkan Negoro Harahap 1998: 250 antara lain pecahan biasa, pecahan campuran, pecahan desimal dan persen.
Secara umum menurut Manik 2009: 27, pecahan biasa dan pecahan campuran dapat dituliskan yaitu untuk suatu bilangan pecah dengan
≠ 0
37 1. Jika a b, maka disebut pecahan murni
2. Jika a b, maka disebut pecahan tidak murni 3. Jika
dengan m bilangan cacah dan pecahan biasa, maka disebut
pecahan campuran. Sebarang pecahan dengan
, ≠ 0 dapat disederhanakan dengan berlaku
=
: :
, dimana p ≠ 0, dan diperoleh bentuk paling sederhana dari bentuk pecahan
biasa jika p adalah Faktor Persekutuan Terbesar FPB dari p dan q Nuharini, 2008: 43. Menurut Nuhairini 2008: 41, p
ecahan senilai adalah pecahan-pecahan yang bernilai sama.
Pecahan-pecahan senilai dapat diperoleh dengan mengalikan atau membagi pembilang dan penyebutnya dengan bilangan yang sama. Secara
umum pecahan senilai dapat dituliskan yaitu jika diketahui pecahan dengan ,
≠ 0 maka berlaku =
× ×
atau =
: :
, p dan q bilangan bulat positif. Pecahan campuran
dengan , ,
≠ 0 dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan biasa
× +
. Apabila bentuk pecahan biasa atau campuran akan dinyatakan ke dalam bentuk pecahan desimal, maka dapat mengubah penyebutnya
menjadi 10, 100, 1.000, 10.000, dan seterusnya atau dengan membagi pembilang dengan penyebutnya. Bentuk pecahan desimal dapat diubah menjadi bentuk
pecahan biasa atau campuran dengan menguraikan bentuk panjangnya terlebih dahulu. Bentuk pecahan biasa dapat diubah ke bentuk persen dapat dilakukan
dengan mengubah pecahan semula menjadi pecahan senilai dengan penyebut 100. Jika hal itu sulit dikerjakan maka dapat dilakukan dengan mengalikan pecahan
38 tersebut dengan 100. Adapun untuk mengubah bentuk persen ke bentuk pecahan
biasa atau campuran, dapat dilakukan dengan mengubah pecahan tersebut menjadi perseratus, kemudian disederhanakan. Nuharini, 2008: 51-54
Operasi penjumlahan pada pecahan biasa yang penyebutnya sama, dapat dilakukan
dengan menjumlahkan
pembilang-pembilangnya sementara
penyebutnya tetap. Misalnya +
=
+
, untuk a, b, dan c bilangan bulat dan ≠ 0. Penjumlahan bilangan pecah yang penyebutnya tidak sama dapat dilakukan
dengan cara menyamakan penyebutnya terlebih dahulu, yaitu dengan mencari KPK dari penyebutnya kemudian pembilangnya dijumlahkan. Pengurangan
bilangan pecah yang penyebutnya sama dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti penjumlahan bilangan pecahan yaitu mengurangkan pembilang-
pembilangnya, sementara penyebutnya tetap. Secara umum dapat dituliskan bahwa untuk sebarang pecahan dan dengan
≠ 0, berlaku − =
−
. Adapun pecahan-pecahan yang penyebutnya tidak sama dapat dilakukan dengan
menyamakan penyebutnya terlebih dahulu yaitu dengan mencari KPK dari penyebutnya,
kemudian dilakukan
pengurangan terhadap
pembilang- pembilangnya. Sedangkan pengurangan bilangan pecahan dapat dilakukan dengan
cara mengurangkan bilangan bagian bilangan bulat dan bagian bilangan pecahannya secara terpisah dahulu. Penjumlahan benutk pecahan campuran harus
dilakukan adalah menjumlahkan bagian bilangan bulat dan bagian bilangan pecah secara terpisah. Manik, 2009: 34-36
39 Hal yang perlu diperhatikan dalam pejumlahan dan pengurangan pada
pecahan desimal adalah letak lajur perseratusan, persepuluhan, satuan, puluhan, ratusan dan sebagainya Manik, 2009: 51. Nilai tempat yang sama diletakkan
dalam satu lajur atau kolom, misalnya perseratusan diletakkan dalam satu lajur. Operasi hitung yang dilakukan akan lebih mudah dengan cara pengerjaan
bersusun. Hasil kali bilangan desimal menurut Nuharini 2008: diperoleh dengan cara mengalikan bilangan tersebut seperti mengalikan bilangan bulat. Banyak
desimal hasil kali bilangan-bilangan desimal diperoleh dengan menjumlahkan banyak tempat desimal dari pengali-pengalinya. Sedangkan operasi hitung
pembagian pada pecahan desimal dapat dilakukan dengan mengubah bentuk pecahan desimal menjadi pecahan biasa lalu melakukan operasi hitung pembagian
pecahan biasa. Sifat-sifat penjumlahan dan pengurangan pecahan sama dengan sifat-sifat
penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat. Sifat pada operasi hitung penjumlahan bilangan bulat menurut Nuharini 2008: 67 yaitu untuk setiap a, b,
dan c merupakan bilangan bulat maka berlaku: 1 sifat tertutup:
+ = ;
2 sifat komutatif: +
= + ;
3 sifat asosiatif: + + = + + ;
4 bilangan 0 adalah unsur identitas pada penjumlahan: + 0 = 0 +
= 5 invers dari a adalah
–a dan invers dari –a adalah a sedemikian sehingga +
− = − + = 0.
40 Sifat tersebut di atas berlaku pula pada pengurangan karena merupakan kebalikan
dari pengurangan. Sifat-sifat tersebut juga berlaku untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan yang berarti sifat tersebut berlaku jika a, b, dan c
merupakan pecahan. Secara umum operasi perkalian pecahan dapat dituliskan untuk sebarang
pecahan dan , dengan ≠ 0 dan ≠ 0, maka × =
× ×
. Jika terdapat pecahan campuran, maka yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengubah
bentuk pecahan campuran tersebut menjadi bentuk pecahan biasa. Perkalian pecahan campuran berlaku
× =
× +
×
× +
dengan , ≠ 0. Adapun pembagian pecahan merupakan kebalikan dari operasi perkalian yaitu
untuk pecahan dan , , ,
≠ 0, maka berlaku : = × = . Manik, 2009: 39-41
Sifat-sifat perkalian pada pecahan sama dengan sifat-sifat perkalian pada bilangan bulat menurut Nuharini 2008: 60, yaitu untuk setiap bilangan bulat a,
b, dan c berlaku: a sifat tertutup:
× = ;
b sifat komutatif: ×
= × ;
c sifat asosiatif: × × = × × ;
d sifat distribusi perkalian terhadap penjumlahan: ×
+ = × + × ;
e sifat distribusi perkalian terhadap pengurangan: ×
− = × − × .
41
2.6 Media Pembelajaran Pohon Matematika