45 5 Guru melanjutkan sintaks pembelajaran sesuai dengan pendekatan atau model
pembelajaran yang digunakan. Jika dalam penelitian ini digunakan PBL, maka dari awal penggunaan Pohon Matematika ini digunakan untuk
mendukung hal-hal yang ada dalam sintaks pembelajaran PBL. Beberapa aturan yang dapat disampaikan ke peserta didik tentang penggunaan
media pembelajaran Pohon Matematika yaitu sebagai berikut. 1 Bagian batang merupakan judul materi atau submateri yang akan dibahas.
2 Bagian ranting berisi kartu soal yang diberikan kepada peserta didik untuk dicari dan ditemukan alternatif-alternatif solusi dari permasalahan yang
diberikan. 3 Bagian daun merupakan media peserta didik menuangkan ide atau jawaban
mereka. Semakin banyak daun yang mampu mereka tempelkan untuk setiap permasalahan yang diajukan maka semakin banyak pula nilai yang akan
mereka kumpulkan. Ketika ada jawaban yang tidak tepat maka daun tersebut gugur dan tidak menambah nilai mereka.
4 Di akhir pembelajaran, dihitung jumlah daun yang masih bertahan menempel di Pohon Matematika untuk masing-masing kelompok. Kelompok yang
mampu mengumpulkan daun terbanyak yang masih tertempel di Pohon Matematika maka mendapatkan nilai tertinggi di kelas.
2.7 Penelitian Terdahulu
Berikut hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dan menjadi salah satu yang berperan dalam penyusunan kerangka berpikirnya.
46 1 Hasil penelitian dari Lestariningsih tahun 2008 menyimpulkan bahwa 1
hasil belajar matematika siswa yang belajar dengan menggunakan media pohon matematika lebih tinggi daripada hasil belajar matematika peserta
didik metode pembelajaran ekspositori, 2 pembelajaran dengan pohon
matematika memungkinkan peserta didik untuk menyelesaikan masalah
dengan bermacam-macam interpretasi, metode penyelesaian atau jawaban
masalah sehingga kreativitas peserta didik dapat berkembang, 3 pembelajaran dengan pohon matematika disukai peserta didik.
2 Hasil penelitian dari Aini 2010 menunjukkan bahwa penerapan media Pohon Matematika pada peserta didik kelas VIIIF SMP Negeri 7 Malang
pada sub pokok bahasan volume kubus dan balok dapat terlaksana dengan baik dengan persentase keterlaksanaan semakin meningkat selama siklus I
dan II. Kemampuan berpikir kreatif peserta didik mengalami peningkatan sebesar 12,361 dari 68.958 pada siklus I menjadi 81,319 pada siklus
II. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dan menggunakan metode pembelajaran kooperatif.
3 Hasil penelitian dari Mustakim dalam tesisnya tahun 2009 menyimpulkan kemampuan berpikir kreatif siswa berkorelasi dan berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa, dengan memenuhi persamaan Y
= 35,862 + 12,862X. Besarnya pengaruh kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap prestasi
belajar siswa sebesar 59,9. Kemampuan berpikir kreatif siswa setelah pembelajaran dengan model pembelajaran pemecahan masalah menggunakan
47 perangkat pengembangan peningkatannya 20 karena yang meningkat
hanya 4 siswa dari 20 siswa yang meningkat kemampuan berpikir kreatifnya. 4 Hasil penelitian dari Hermawan tahun 2007 menyimpulkan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan secara umum siswa memberikan respon cukup
positif terhadap PBL. 5 Hasil penelitan oleh Komala 2006, Suhana 2007, Herisyanti 2007,
Ratnaningsih 2004, Agustiani 2005 sebagaimana dikutip oleh Mustakim 2009: 48-49 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan
pendekatan berbasis masalah dapat meningkatkan 1 kemampuan berpikir kritis peserta didik, 2 kemampuan berpikir analitis peserta didik, 3
kemampuan berpikir kreatif peserta didik, 4 kemampuan berpikir tingkat tinggi matematik siswa, keterlibatan peserta didik, belajar mandiri dan sikap
yang positif, 5 kemampuan berpikir kreatif dan sikap kreatif peserta didik. 6 Hasil penelitian dari Awang Ramly tahun 2008 menyimpulkan bahwa PBL
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
7 Hasil penelitian dari Siswono tahun 2009 dan dipublikasikan tahun 2011 menjelaskan beberapa karakter dari lima level berpikir kreatif matematik
peserta didik dengan level antara 0 sampai dengan 4. Hal tersebut didasarkan pada fluency, flexibility dan novelty in mathematical problem solving and
problem posing dan diuraikan sebagai berikut:
48 Students at level 4 fulfilled three components of creative thinking
indicators; level 3 fulfilled two components, flexibility and fluency, or novelty and fluency. Students at level 2 only satisfied one aspect
that is flexibility or novelty, and at level 1 only satisfied a fluency aspect. Students at level 0 did not fulfill all components.
8 Hasil penelitian dari Bahar Maker 2011 mengungkapkan hubungan antara kreatif dan hasil matematika peserta didik dengan penilaian yang digunakan
untuk mengukur kreativitas matematika sebagai berikut: …was used to measure originality, flexibility, and elaboration
OFE, fluency, and total mathematical creativity TMC as indexes of students’ mathematical creativity.Using Pearson
correlations, authors found significant relationships among all the measures of creativity fluency, OFE, and TMC and between
all the indices of creativity and both the measures of mathematics achievement. Using multiple regression the authors found that
OFE, fluency, and TMC explained from 41 to 60 of the variance in mathematical achievement scores across all indices of
creativity and both achievement tests. Using ANOVA, authors found that both mathematical creativity and mathematical
achievement increased across grade levels, but the Pearson correlations by grade level showed that these increases were not
linear.
2.8 Kerangka Berpikir